Mohon tunggu...
Gabryella Sianturi
Gabryella Sianturi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Sedang mondar-mandir di Yogyakarta

Penulis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menyoal Jurnalisme Minim Verifikasi ala Liputan6.com

19 Mei 2020   15:24 Diperbarui: 15 Juli 2020   14:35 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pada April 2020 lalu, Anarko Sindikalis kembali meramaikan jagad pemberitaan media. Media berlomba-lomba memberitakan kelompok tersebut yang diduga akan melakukan aksi penjarahan se-Jawa pada tanggal 18 April 2020. 

Tak lama dari itu, pemberitaan terkait Anarko terus berlanjut seperti saat tertangkapnya ketua dari kelompok tersebut, yang belakangan diketahui ternyata pencuri helm polisi yang mengaku-ngaku. Kembali saat awal rencana kelompok Anarko diumumkan pihak kepolisian pada 11 April 2020, tampaknya beberapa media daring kurang disiplin menjalankan pedoman pemberitaan media siber.

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers. 

Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Tetapi sayangnya, masih ada media siber yang kurang disiplin menjalankan pedomannya, yaitu seperti Liputan6.com. Dalam artikelnya berjudul, “5 Fakta Kelompok Anarko, Vandalisme hingga Akan Aksi Besar-Besaran”, yang dilansir pada 13 April 2020 sepertinya memuat sebuah kejanggalan.

Dalam pemberitaan tersebut, kepolisian diberikan panggung mewah oleh media sebagai narasumber tunggal. Penggunaan narasumber tunggal yang dikutip begitu saja menjadi bukti menggambarkan verifikasi telah alpa dilakukan oleh Liputan6.com. Padahal, disiplin verifikasi adalah ihwal yang memisahkan jurnalisme dari hiburan, propaganda, fiksi, atau seni. Hanya jurnalisme yang sejak awal berfokus untuk menceritakan apa yang terjadi setepat-tepatnya. Kovach & Rosenstiel (2003) dalam Op.Sunggu (2018)

Bagaimana tidak, penggunaan kata “Fakta” pada judul dan pernyataan media “Rupanya, ini bukan merupakan aksi pertama yang dilakukan oleh kelompok Anarko. Kelompok ini pernah menyusup dalam aksi untuk membuat kerusuhan” bertolak belakang dengan pernyataan polisi yang dikutip, “Memang mereka juga berusaha menyusup di kelompok yang sedang aksi untuk memprovokasi. Berkali-kali diketahui menyusup, tapi kami tidak cukup bukti untuk menangkap mereka”. Liputan6.com mencantumkan itu sebagai fakta tanpa terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadap subyek yaitu kelompok Anarko. 

Padahal, pedoman siber pasal 2 (a) mengatakan, “Pada prinsipnya setiap berita harus melakukan verifikasi”, walaupun dikecualikan dengan syarat berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak. Dalam hal ini, point tersebut rasanya tidak bersifat mendesak karena persitiwa yang dimaksud sudah lampau. 

Padahal, bila memverifikasi terhadap kelompok anarko sulit dilakukan, Liputan6.com dapat memilih narasumber lain seperti pakar atau pengamat yang bisa menjelaskannya. Sebut saja salah satu media yang agaknya berinisiatif melakukannya yaitu Suara.com dalam artikel berjudul, “Sebut Anarko Akan Menjarah Pulau Jawa 18 April, Polisi Dinilai Berlebihan” yang memuat wawancara dari seorang filsuf sekaligus novelis. 

Selain itu, mengikuti Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan moral dan etika profesi dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme, narasumber tunggal juga telah melanggar ketentuan pasal 3. Adapun bunyinya yaitu, “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah”. Sedangkan, Liputan6.com secara terang-terangan tidak menguji informasi dengan melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu sesuai penafsiran KEJ pasal 3. Tidak pula berimbang karena tidak meberikan ruang atau waktu pemberitaan pada masing-masing pihak secara proporsional yang dalam hal ini kelompok Anarko, serta penggunaan kata “Fakta” yang pada akhirnya hanya menjadi opini wartawan yang menghakimi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun