Seluruh responden yang pernah menjadi korban juga pernah melihat pemberitaan mengenai kekerasan seksual di media online. Selama melihat pemberitaan tersebut, saya memberikan dua ilustrasi yang kerap mereka jumpai yaitu seperti di bawah ini.
Sebanyak 94.9% memilih ilustrasi no.1 sebagai ilustrasi yang kerap dijumpai di media online, Â tentu sangat jauh sekali dibandingkan persentase yang memilih ilustrasi no.2.
hasil survey
Ketika memilih ilustrasi yang membuat mereka lebih nyaman, justru persentase angka tersebut berbanding terbalik. Para responden tersebut sebanyak 17.9% merasa lebih nyaman dengan ilustrasi no.1, sedangkan 82.1% lainnya merasa lebih nyaman dengan ilustrasi no.2.
hasil survey
Saya juga merangkum alasan yang dimuat responden mengapa masing-masing memilih lebih nyaman dengan ilustrasi no.1 atau pun no.2. Mereka yang lebih nyaman dengan ilustrasi no.1 beralasan bahwa ilustrasi tersebut lebih merepresentasikan situasi yang dialami korban seperti sedih dan stres. Selain itu ilustrasi seperti no.1 juga bisa membuat orang yang membacanya lebih simpati sehingga membuat korban tidak merasa bersedih seorang diri. Sedangkan yang memilih lebih nyaman dengan ilustrasi no.2 beralasan bahwa ilustrasi tersebut menciptakan semacam dorongan untuk bersemangat, tidak trauma dan terpuruk lagi bagi korban. Ilustrasi juga menujukkan bahwa korban kekerasan seksual itu tidak lemah sehingga tidak mengeksploitasi kesedihan yang dialami. Ilustrasi juga tidak akan menambah efek depresi pada korban serta membuat pelaku tidak merasa menang ketika sudah melakukan hal negatif tersebut.
Dari survey yang saya lakukan tersebut terlihat jelas memang ilustrasi yang dimuat oleh media online kebanyakan masih sejenis. Sebuah ilustrasi yang merepresentasikan bahwa korban terlihat terpuruk dan tak berdaya. Berikut contoh-contoh ilustrasi yang dimuat beberapa media online terkait kekerasan seksual, saya tidak perlu mencantumkan ilustrasi tersebut datang dari media mana.
https://magdalene.co
tribunlampung
shutterstock
dnaindia.com
Sangat jarang ilustrasi yang datang merepresentasikan bahwa korban kekerasan seksual tersebut tidak terpuruk dan sedih. Kalau pun ada, dapat dihitung jari  yang menggunakan ilustrasi tersebut. Â
Memang kenyataan bahwa tampilan ilustrasi yang menarik dapat mempersuasi orang untuk membaca. Kesedihan yang ditampilkan oleh media lewat ilustrasi pasti mengundang lebih simpati pembaca terlepas dari isi pemberitaannya.Â
Selain itu, adanya faktor kode etik jurnalistik maka pemilihan gambar juga tidak dilakukan sembarangan sebab ada aturan-aturan khusus yang harus dipatuhi oleh media.Â
Merujuk pada isi kode etik jurnalistik pasal 5 yang dilansir dari Tirto.id menyebutkan "Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan."Â