Mohon tunggu...
Gabriella Mercy
Gabriella Mercy Mohon Tunggu... Freelancer - Kumpulan Opini

Be yourself through your opinion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hubungan Komunikasi Internasional dengan Kemiskinan dan Kesehatan Masyarakat

27 Oktober 2020   16:26 Diperbarui: 3 Juni 2021   12:05 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gambar oleh ArtTower dari Pixabay

Sayangnya, beberapa bantuan tersebut kurang tepat sasaran. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya informasi tentang cara mendapatkan bantuan dan beberapa data yang dimiliki pemerintah masih tumpang tindih. 

Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah, terlebih pada tingkat RT yang seharusnya benar-benar mengetahui kondisi warganya. Selain dari jaring pengaman sosial, pemerintah juga berusaha membantu produksi padat karya di Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan memberikan BLT Banpres UMKM. Harapannya, dengan bantuan tersebut, para pelaku UMKM mampu bertumbuh atau setidaknya bertahan di masa pandemi.

Baca juga: Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional

Keanekaragaman latar belakang budaya masyarakat Indonesia membuat pemerintah harus mengadopsi pandangan warga negara sebelum menerapkan sebuah kebijakan sehingga baik hak asasi manusia maupun hak minoritas dapat terpenuhi dengan baik. 

Kebijakan keanekaragaman budaya tidak boleh dipaksakan dari atas, dibutuhkan pendekatan bottom-up. Kemajuan globalisasi juga menuntut pemerintah benar-benar mengenal kebudayaan yang ada di tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Hal tersebut penting untuk dilakukan untuk menghindari konflik di tengah masyarakat serta mendukung kohesi dan integrasi sosial.

Di tengah masa pandemi, kesehatan masyarakat juga wajib menjadi perhatian di samping kemiskinan. Cara pandang masyarakat tentang kesehatan banyak dipengaruhi oleh nilai dan norma sosial yang ada di tengah kehidupan mereka. 

Tidak hanya dalam kesediaan masyarakat menerima perawatan medis, tetapi juga dalam upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit. Hal paling mudah yang bisa dilihat dalam masa pandemi ini adalah kewajiban untuk melaksanakan adaptasi kebiasaan baru 3M yaitu  memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

Apa yang Saya lihat ketika setiap pagi berbelanja di pasar, sangat bertolak belakang dengan himbauan adaptasi kebiasaan ini. Masih banyak masyarakat yang tidak memiliki kesadaran terutama untuk memakai masker dan menjaga jarak. 

Banyak pedagang yang tidak memakai masker, dan atau memakai masker tetapi diletakkan di dagu. Dari sisi pembeli juga sama, terlebih ketika mengantri untuk membeli barang di suatu toko sembako misalnya. 

Ketika salah satu pembeli sadar untuk melakukan jaga jarak, pembeli lain malah merasa diberi kesempatan untuk mendahului antrian. Satu hal yang menjadi refleksi pribadi Saya yaitu bahwa masyarakat pada umumnya masih sangat perlu diberikan edukasi sekaligus pengawasan yang berkelanjutan supaya menjadi lebih peduli terhadap kesehatannya. Peran akademisi, tokoh masyarakat, dan pemuka agama menjadi sangat penting.

Baca juga: Diplomasi dan Praktik Komunikasi Internasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun