Mohon tunggu...
Gabby Indrawati
Gabby Indrawati Mohon Tunggu... -

Calon CEO

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Bakpia, Warisan Pergaulan Dunia dari Jogja

16 November 2018   14:30 Diperbarui: 16 November 2018   14:30 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa tak kenal Bakpia, panganan bulat berisi kacang hijau atau kumbu hitam ini terkenal karena dijadikan oleh-oleh serta symbol Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada yang menganggap bakpia masih bersepupu dengan Pia, kue tepung terigu yang dipanggang dengan isian gula dan kacang hijau. Ada pula yang mengenal karakteristik Bakpia seperti Pia. Namun pada dasarnya kedua kue ini punya anatomi yang sama.

Bakpia Jogja telah berkembang sedemikian pesatnya, berbanding lurus dengan majunya pariwisata Jogja. Tak lagi hanya diperdagangkan di daerah Pathuk atau Pathook, sebelah barat Jalan Malioboro. Dijual dalam toko-toko oleh-oleh skala besar juga skala rumahan. Disukai karena manis, renyah dan lembut kulitnya, bakpia nyatanya bukan produk asli Jogja. Bakpia berisi kacang hijau atau kumbu hitam memang lahir di Jogjakarta, tapi sebetulnya leluhurnya  datang dari Negeri Tirai Bambu alias Cina.

Mungkin anda pernah mendengar bahwa banyak kuliner Indonesia yang terpengaruh dan mengadopsi budaya masak asing seperti Belanda dan Cina. Sebentuk warisan pergaulan global nenek moyang kita dimasa lampau. Dari berbagai sumber dikatakan Bakpia aslinya berarti kue daging. Dalam dialek Hokkian bak artinya daging dan pia berarti kue. Dr. Murdjati Gardjito dari UGM, seperti dilansir dari Kompas.com menuturkan awalnya Bakpia diperkenalkan oleh seorang Tionghoa pada tahun 1940an bernama Kwik Sun Kwok. Ia menyewa tanah pada Ny. Niti Guritno di kampong Suryowijayan Jogjakarta. 

Kala itu Bakpia buatannya masih mengacu pada kue daging a la Tiongkok, dengan daging babi sebagai salah satu bahannya. Namun karena situasi budaya yang kurang cocok, Kwik Sun Kwok mengganti unsure babi dalam Bakpianya dengan bahan nabati. Bakpia formula baru ini pun bisa diterima masyarakat sekitar. Waktu berlalu, seorang Tionghoa lain dan juga rekanan bisnis Kwin Sun Kwok juga membuat Bakpia di kampong Pathuk yang kini menjadi icon wisata serta sentra Bakpia.

Di masa ini, Bakpia telah berevolusi besar-besaran, baik dari segi rasa hingga teksture. Meski asalnya bukan dari Jogja, toh masyarakat luas tetap mengenal dan mengakui Bakpia sebagai icon dari Jogja. Mewakili kekayaan budaya serta sejarah kuliner Jogja yang begitu unik. Mewakili Jogja di ranah yang lebih luas juga menjadi cita-cita Bambang Soepijanto. 

Mantan Direktur Jendral Planologi dan Kehutanan ini lahir dan besar di Situbondo dan Banyuwangi Jawa Timur. Namun pengabdiannya kepada masyarakat dan Negara di mulai di Jogjakarta sebagai petugas penyuluh lapangan di Gunung Kidul dan Kulon Progo pada medio 1980an. Jogja bagi Bambang Soepijanto adalah kota kelahiran keduanya. Ketertarikannya pada dunia politik bukannya tiba-tiba. Di tahun 2001 ia penah ikut bersaing menjadi Calon Wakil Wali Kota Jogja. 

Meskipun belum berhasil menjabat Wakil Wali Kota Jogja, Bambang Soepijanto tetap memendam kerinduan untuk menjadi abdi dalem masyarakat DIY dalam menyalurkan aspirasi dan merealisasi program-program pembangunan khususnya yang memihak warga Jogja. Kini ia memilih jalur independen n on partai untuk berlaga di tingkat eksekutif dengan menjadi calon anggota DPD RI perwakilah DIY yang netral dan lebih memihak kepentingan rakyat. Bambang Soepijanto juga menaruh perhatian pada warisan budaya, baik bersifat material dan non material di Jogja. Setelah menelusuri akar rasa Bakpia, rasanya pas jika kita meletakkan Bakpia sebagai salah satu warisan budaya yang ikut membentuk Jogja kini. Secara khusus Bambang Soepijanto berkomitmen untuk merawat kebudayaan Jogja, tak hanya bagi Indonesia tapi juga dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun