Mohon tunggu...
Gabby Indrawati
Gabby Indrawati Mohon Tunggu... -

Calon CEO

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sungai Bukan Jugangan Pelenyap Sampah

10 November 2018   13:10 Diperbarui: 10 November 2018   13:14 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah yang sedang saya tempati dekat dengan sungai atau kali di daerah Sinduadi, Sleman. Karena lokasinya itu, rumah kontrakan ini jadi murah. Meski punya halaman cukup luas dengan serumpun pohon bamboo,  jalan masuk menuju rumah saya sempit dan harus melewati jembatan. Karena tinggal dekat sungai, kami serumah jadi tahu bagaimana manusia memperlakukan sungai. Kala musim hujan tiba, atau saat-saat banyak air, halaman rumah kami menjadi parkiran sepeda motor bagi para pemancing. Sejujurnya saya tidak yakin apakah sungai sedangkal itu masih ada ikannya.

Seisi rumah juga terbiasa dengan suara gemericik air. Karena suara itu juga, banyak teman yang datang bertamu jadi malas pulang atau bahasa lainnya mager. Kami juga jadi tak pernah kekurangan air, malahan seorang teman berkata air di kamar mandi saya lebih segar dari miliknya.

Menghuni pinggir sungai juga sarat tantangan. Rumah kami, seperti halnya pemukiman di bantaran sungai lainnya telah kehilangan halamannya sedikit demi sedikit, alias longsor.Untung saja fondasi rumah kami cukup tinggi. Namun begitu, struktur tanah diskitarnya cukup labil, sehingga ketika hujan deras berpotensi besar longsor. Tidak cukup ancaman longsor, kami juga harus mengelus dada dengan kelakuan buruk masyarakat, yaitu buang sampah di sungai.

Saat malam hingga menjelang dini hari kami kerap mendengar suara benda jatuh atau dilempar yang disusul dengan suara motor. Jika kami sedang jengkel, biasanya kami berteriak untuk mengusir di pembuang sampah. Kami sendiri memilih membakar sampah di halaman setelah terlebih dulu memisahkan sampah organik dan an organik. Meski cara ini tidak sepenuhnya benar, membuang sampah di sungai jelas bukan pilihan. Ketika musim kemarau tiba buntalan-buntalan sampah yang tidak terbawa arus sungai akan muncul. 

Segala macam plastic, stereofoam, dan entah apa lainnya. Mungkin bagi si pembuah sampah sungai seperti jugangan atau tempah sampah yang masuk akal. Melenyapkan sampah di sungai  tidak perlu banyak usaha dan waktu yang besar. Sampah akan hanyut lalu hancur, lagi pula sungai bukan milik siapa-siapa alias gratis mungkin begitu pikir mereka. Entah tak tahu tempat-tempat pembuangan sampah dari pemerintah, atau tak punya waktu membakar. Sedih rasanya melihat ketidak pedulian ini, padahal sungai yang tercemar sama dengan mengancam ketersediaan air bersih. Belum juga bau dari sampah yang kadang menguar.Pendek kata sungai bukan lah jugangan atau lubang sampah.

Masalah sampah tadi tidak saya rasakan sendiri. Banyak warga Jogja yang juga punya rasan-rasan atau keprihatinan. Warga Pengok dan Gondokusuman misalnya mengeluhkan sikap masyarakat yang tidak disiplin dalam membuang sampah. Meskipun pemerintah kota dan Dinas Lingkungan Hidup khususnya Bidang Pengelolahan Sampah telah menyediakan tempat pengumpulan sampah, namun mental hidup bersih dan disiplin lingkungan masih rendah. Sampah memang keniscayaan bagi aktifitas manusia, namun harus dikelola dengan baik agar umur dan kualitas bumi semakin baik.

Sebagai calon anggota DPD RI untuk DIY  Bambang Soepijanto memiliki misi untuk mewujudkan keserasian lingkungan hidup dan meningkatkan sumber-sumber air bersih di seluruh wilayah DIY. Sebagai calon wakil daerah, Bambang Soepijanto harus mampu menampung semua aspirasi masyarakat di daerah agar diperjuangkan hingga ke pusat karena tugasnya sebagai "penyambung" antara kebutuhan dan kepentingan daerah dengan DPR pusat. Terlebih Bambang Soepijanto memiliki latar belakang di bidang lingkungan. 

Selepas lulus dari Fakultas Pertanian UPN "Veteran" Jogja, Bambang merintis karier di Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Proyek Perencanaan dan Pembinaan Reboisasi dan Penghijauan Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu, Opak , Progo  sejak tahun 1980 an hingga akhirnya menjabat Direktur Jenderal Planologi  Kehutanan periode 2010-2015. Bapak dua anak ini juga menerima penghargaan purna karya lingkungan hidup dan kehutanan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tahun 2016. Kini warga Jogja menunggu dan menaruh harapan bagi Bambang Soepijanto untuk mewujudkan visinya untuk "Merawat Keistimewaan Yogyakarta Melalui Pembangunan Sesuai Karakteristik Wilayah".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun