Mohon tunggu...
Irfani Zukhrufillah
Irfani Zukhrufillah Mohon Tunggu... Dosen - dosen

seorang ibu dua anak yang sedang belajar mendidik siswa tak berseragam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Pengamen

24 Agustus 2017   22:19 Diperbarui: 24 Agustus 2017   22:44 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

belajar dari perjalanan para pengamen

bahwa hidup harus sungguh dijalankan dengan sungguh sungguh...

hidup dipenuhi banyak pilihan. pilihan untuk sarapan apa pagi ini. pilihan untuk bekerja dimana saat ini. bahkan pilihan untuk hanya sekedar memilih atau tidak memilih apapun.

seorang dokter dengan pilihannya menjadi dokter

seorang guru dengan pilihannya mengajar dan mengabdi

seorang ibu dengan pilihannya untuk mendidik dan merawat anak-anak

seorang pengamen bis kota dengan pilihannya menghibur para penumpang

setiap pilihan yang telah kita pilih untuk dijalani tentu membawa sebuah konsekuensi, beban, tanggung jawab, atau apapun namanya. sebagian menganggapnya sebagai akibat dari sebuah sebab. hubungannya disebut kausalitas. itulah yang sering kita dengar bahwa 'jika tak ingin dipukul maka jangan memukul'. maka.. jika pilihanmu menjadi seorang pengamen bus kota, bernyanyilah! menghiburlah! karena itulah kau disebut demikian.

seiring dengan semakin banyaknya perjalanan Pandaan-Malang yang ku lalui, semakin banyak pula pola yang mulai ku pahami. salah satunya tentang pola pengamen vs penumpang dalam hal 'memberi bunga-bunga sosial'

suatu ketika seorang pengamen -jika cukup pantas disebut demikian- yang tidak membawa gitar, yang tidak membawa ukulele atau alat musik apapun. ia hanya bermodal tangan untuk bertepuk. mencoba menghibur penumpang yang bersesakan berebut tempat duduk. ia tidak menyanyi. pun ia tidak memiliki suara yang layak untuk bernyanyi. namun dalam kenekatannya menjadi seorang pengamen, ia membaca sebuah doa dengan alunan suara yang tidak bernada indah. hanya pengaturan jeda antar kata sehingga terkesan menjadi sebuah alunan doa yang enak didengar. namun ia gagal. sekitar 3 menit ia tampil lalu menyudahi penampilannya. dapat ku sangka bahwa topi yang ia tengadahkan tidak akan berisi banyak. bahkan tidak jarang kosong.

lain waktu ketika 2 orang pengamen naik. yang satu membawa gitar satunya membawa ketipung yang dibuat dari potongan pipa. rapi potongannya sehingga mengeluarkan musik perkusi yang beragam. menyanyi satu atau dua lagu. saling bergantian bersahutan. iramanya indah. enak dinikmati. saya menikmatinya. pun saya yakin sebagain besar penumpang lain merasakan hal yang sama. tak ayal, banyak yang tidak keberatan merogoh sakunya, kantong tasnya bahkan membuka dompetnya untuk memberi receh atau bahkan lembaran. alhasil cukup lah kantong plastik bekas permen tersebut dengan 'bunga-bunga sosial'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun