Mohon tunggu...
Miss G
Miss G Mohon Tunggu... Lainnya - Puisi, Cat Air dan Film Mandarin

Sekedar menitipkan remah-remah kata.-G

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengintip Sekelumit Catatan Umar Kayam Tentang Perubahan

30 Agustus 2014   12:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:06 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1409352177813189169

Dengan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI yang ketujuh untuk periode 2014-2019, maka saya memutuskan untuk membuat catatan tentang perubahan. Bukan melulu tentang politik atau pembangunan negara ini, tetapi beragam hal tentang perubahan yang menarik perhatian saya. Sebagai seorang yang tertarik dengan penulisan fiksi, dan suka mempelajari apapun yang ada hubungannya dengan hal itu, maka saya akan memulai catatan perdana tentang perubahan dengan mengambil sumber dari Umar Kayam, yang merupakan salah satu penulis besar di tanah air tercinta ini. Sayangnya, saya hanya pernah membaca satu saja cerpennya, cerpen fenomenal Seribu Kunang-kunang di Manhattan, tetapi tulisan itu tidak terlalu menyangkut di kepala saya pada saat itu. Hal ini harus berubah (mumpung sedang dalam arus besar perubahan), saya harus membaca dan menikmati kembali apa yang sebelumnya tidak terlalu saya perhatikan.

Sekarang, mari kita bahas kenapa saya memilih untuk memulai catatan-catatan saya tentang perubahan dengan pengalaman Umar Kayam? Sebab saya mengikuti sepak terjang Wagub DKI yang sebentar lagi akan menjadi Gubernur DKI menggantikan Jokowi yang naik menjadi Presiden RI. Sepak terjang Wagub Basuk Tjahaja Purnama sangat luar biasa. Tak dapat disangkal bahwa, bersama-sama dengan Jokowi, dia menjadi ujung tombak dari dimulainya revolusi perubahan di Indonesia ini. Menjadi ujung tombak sebuah revolusi bukan hal yang mudah, setidaknya menurut saya (yang rasanya bakal tidak sanggup kalau diberikan kehormatan untuk menjadi pelaksananya), melakukan perubahan radikal harus dengan modal keberanian, kejujuran, ketegasan, ketetapan hati dan tentu saja sebuah visi yang tepat, mau dibawa kemana arah perubahan tersebut. Jangan lupakan juga bahwa perubahan ini menyangkut nasib orang-orang yang berada di lingkaran dalam, yang berada di sekeliling sang pusat perubahan. Tentu saja, perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik memang harus dan patut dan penting untuk dilakukan bila ingin negara ini menjadi lebih baik, dan masyarakat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari pemerintah. Tetapi, selain perubahan menampakkan kebaikan, tentu saja ada sisi lainnya, yaitu adanya korban-korban yang berjatuhan. Di sinilah, sudut pandang Umar Kayam tentang hal itu menjadi sangat menarik perhatian saya. Itulah yang kemudian membuat saya memutuskan untuk memulai catatan ini dengan mengutipnya.

UMAR KAYAM: PERUBAHAN DAN KORBAN-KORBAN PERUBAHAN. Berikut ini kutipan dari buku 'Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang', yang disusun oleh Pamusuk Eneste. Yang akan saya kutip adalah tulisan Umar Kayam di halaman 118-119, sebab apa yang diceritakannya di situ tentang proses menulisnya, adalah potret yang mirip dengan apa yang sedang terjadi belakangan ini di Indonesia, yaitu terjadinya sebuah perubahan dan bagaimana sikap seseorang yang berada dan bergerak sebagai agen perubahan di dalam perubahan itu sendiri.

"Pada tahun 1966," demikian Umar Kayam memulai paragrafnya, "saya diangkat menjadi Direktur Jendral Radio, Televisi dan Film. Pada tahun 1969, saya dipersilakan meninggalkan jabatan itu. Tahun-tahun itu adalah tahun-tahun yang penuh dengan petualangan-petualangan, tetapi sekaligus juga kebingungan, ketegangan, dan kebimbangan. Pada usia yang relatif muda (tiga puluh empat tahun), saya telah mendapat beban kekuasaan yang besar. Dengan kegairahan seorang anak muda yang percaya pada suatu komitmen terhadap datangnya suatu orde yang baru yang mesti meninggalkan orde yang lapuk, saya bekerja membersihkan lingkungan kerja saya dari semua unsur orde yang lapuk itu. Tetapi bersamaan dengan itu saya juga melihat korban-korban berjatuhan..." Sampai pada bagian ini, saya melihat bagaimana idealisme Umar Kayam dengan semangat pembaharuannya, dibarengi juga dengan kepekaannya melihat bahwa seiring dengan perubahan, ada yang terlindas.

Umar Kayam lebih jauh lagi membahasnya sebagai berikut, "...Korban yang seharusnya menjadi korban. Siapakah yang menentukan "harus" dan "tidak harus" menjadi korban itu? Dalam kebimbangan di Kurusetra, Arjuna masih sempat bertanya kepada Kresna. Dalam kebimbangan dan ketidakmengertian saya, saya tidak mempunyai seorang Kresna." Ah... saya mulai dapat membayangkan pergumulan batin yang dialami oleh seorang Umar Kayam. Setiap kali ia harus mengambil keputusan untuk memindahkan atau mungkin memberhentikan sesoerang, atau menggantikan seseorang dengan orang yang lain, ia hanya bisa bertanya-tanya, apakah langkah yang sudah dilakukannya sebagai konsekuensi dari perubahan adalah langkah yang tepat. Siapakah dia yang berlagak seperti Tuhan yang tahu siapa yang "harus" dan siapa yang "tidak harus" menjadi korban dari pembaharuan yang sedang berlangsung. Tanpa seorang pun bisa berbagi beban, bisa menjadi penasihat yang dapat dipercayai kebijaksanaannya, Umar Kayam hanya bisa berpegang pada kemampuannya sendiri untuk menentukan.

Dalam usahanya untuk memahami pergumulan batinnya inilah dia menulis. Ia menyatakannya sebagai berikut, "Kebimbangan dan ketidakmengertian saya coba pertanyakan dalam cerita." Maka lahirlah cerpen-cerpen berjudul 'Musim Gugur Kembali di Connecticut' dan 'Bawuk' yang mewakili pertanyaan-pertanyaan Umar Kayam yang sedang mencari jawabannya, mencoba untuk memahami apa yang tidak dapat dipahaminya.

Demikianlah sepotong paragraf tersebut memberikan sebuah celah bagi saya untuk mengintip salah satu proses kreatif seorang penulis sekaliber Umar Kayam dalam menciptakan dua buah cerpennya, yang sayang sekali belum pernah saya baca. Ada yang sudah pernah membaca kedua cerpen tersebut?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun