Mohon tunggu...
Fakhrurrazi Yuaz
Fakhrurrazi Yuaz Mohon Tunggu... -

Muslim | An Engineer | Gooner (AIS)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang 105 Tahun Wafatnya Cut Nyak Dhien

30 Oktober 2013   19:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:49 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu mesjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala, tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59).

Kesetian seorang istri

Hati ibu muda yang masih berusia 28 tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus bersumpah hanya akan menikah lagi dengan pria yang bersedia membantu usahanya menuntut balas kematian suaminya. Rasa cinta yang mendalam kepada sang suami membuatnya menghabiskan seluruh sisa hidupnya dalam pertempuran. Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan dan kekejaman kolonial Belanda. Hari-hari sepeninggal suaminya, hanya ada perang dan perang terhadap kolonial Belanda.

Pria yang beruntung itu adalah Teuku Ibrahim Lamnga salah satu panglima perang wilayah Lamnga, Montasik Aceh Besar. Beliau merupakan putra dari ulee balang Lam Nga XIII. Tidak terlalu banyak kisah yang menceritakan perjuangannya.

Dalam beberapa artikel/ tulisan disebutkan bahwa pengkhianatan Habib Abdurrahman membuat beliau tewas dalam sebuah pertempuran hebat di Glee Tarum.

13831336351121358442
13831336351121358442

Ibrahim Lamnga berasal dari Lamnga Pasi di Kecamatan Krueng Raya, Aceh Besar. Hal ini sesuai dengan nukilan beberapa referensi sejarah. Teuku Ibrahim Lamnga memang disebutkan lahir di Desa Lamnga XXVI Mukim Aceh Besar, pada awal abad 18. Ia anak Teuku Po Amat, Uleebalang Lamnga XIII Mukim Tungkop, Sagi XXVI Mukim Aceh Besar. Tapi mengenai kebenarannya mungkin perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut sejarah beliau.

Desa Lamnga adalah tempat kedudukan uleebalang. Pada masa Kerajaan Aceh Mukim XXVI Lamnga Aceh Besar adalah daerah bibeuh (bebas langsung) di bawah sultan. Wilayahnya mencakup hingga Mukim Ie Meule Sabang (Pulau Weh). Mukim Lamnga berada di pesisir pantai Kecamatan Krueng Raya.

Ketika Perang Aceh meletus pada 1873, Teuku Ibrahim Lamnga telah menikahi Cut Nyak Dhien. Pernikahan ini bahkan sudah dilaksanakan secara kawin gantung pada 1862 sewaktu Cut Nyak Dhien berusia 12 tahun. Mereka berkumpul kemudian setelah sang istri cukup umurnya.

Dalam rangka memeriahkan perkawinan putrinya, ayah Cut Nyak Dhien  mengundang Do Karim atau Abdul Karim, penyair terkenal masa itu. Do Karim diminta menembangkan syair-syair keagamaan dan heroisme untuk mengugah semangat melawan Belanda.

Sewaktu perang meletus, ada catatan sejarah yang menuliskan kalau Teuku Ibrahim Lamnga dan Cut Nyak Dhien sudah dikaruniai seorang anak lelaki. Pernah suatu ketika Cut Nyak Dhien  bersyair untuk anaknya saat merindukan Ibrahim Lamnga yang berada di medan perang.

1383133756668782095
1383133756668782095

[caption id="attachment_288867" align="alignleft" width="253" caption="*foto : Murdhani Abdullah"]

13831338201959881850
13831338201959881850
[/caption] [caption id="attachment_288868" align="alignleft" width="253" caption="*foto : Murdhani Abdullah"]
13831339222092210357
13831339222092210357
[/caption]

Namun kisah buah hati Cut Nyak Dhien dan Teuku Ibrahim Lamnga ini tidak diketahui ujungnya. Dalam catatan sejarah diketahui Cut Nyak Dhien hanya memiliki seorang anak bernama Cut Gambang, hasil pernikahannya dengan Teuku Umar.

Pesan cinta dari sang suami

Teuku Ibrahim Lamnga kala itu berjuang bersama Nanta Setia, Uleebalang VI Mukim. Akhir Desember 1875, daerah ini diserang Belanda. Nanta Setia dan Ibrahim Lamnga berusaha mempertahankan, tetapi kalah. Mereka terpaksa mundur. Kaum wanita, termasuk Cut Nyak Dhien dan anaknya, mengungsi ke Blang Kala. Di sinilah Cut Nyak Dhien bertemu suaminya untuk terakhir kali. Dua setengah tahun kemudian ia menyaksikan jenazah suaminya di Leupon. Ibrahim Lamnga tewas dalam pertempuran di Glee Tarum pada 29 Juni 1878 ketika bergerilya bersama ayah Cut Nyak Dhien.

Peristiwa penyerangan itu menurut penulis M.H. Szekely-Lulofs disebabkan pengkhianatan Habib Abdurrahman. Dalam pertempuran itu, sejumlah anggota pasukan di lamnga tewas. Para syuhada dibawa ke Desa Lamnga Montasik untuk dikebumikan. Tidak jelas, mengapa ada kesamaan nama antara Lamnga Pasi dan Lamnga Montasik, namun pakar sejarah Aceh, sepakat bahwa nama Lamnga erat hubungannya dengan keberadaan pasukan ‘Dilamnga’. Pasukan ini kerap jadi momok menakutkan bagi Belanda.

Semasa hidup, Teuku Ibrahim Lamnga memang dikenal dengan kepiawaian dalam berperang. Ia juga sosok berwibawa serta berilmu agama yang tinggi. Panglima perang ini taat budi pekertinya. Ibrahim juga begitu mencintai Cut Nyak Dhien.

Bukti cinta ini dikatakan Ibrahim ketika Cut Nyak Dhien mengungsi ke Blang Kala.

“Mengungsilah! Semoga Tuhan melindungimu! Tujuh puluh pengawal bersenjata aku tinggalkan untuk mengawanimu. Sekalian mereka itu adalah kawan-kawan terpilih yang setia. Sekiranya kita tidak bertemu, kawan yang tujuh puluh orang itulah yang akan bersamamu berjuang di jalan Allah.” Pesan ini tertuang dalam buku M.H. Szekely-Lulofs, dalam bukunya yang diterjemahkan A. Muis, Tjoet Nya Din: Riwajat Hidup Seorang Puteri Atjeh.

Sepeninggal suaminya, Cut Nyak Dhien memang menjalankan pesan perjuangan tersebut. Ia berjuang bersama Teuku Umar, suami keduanya.

**_______________________________________________________**

Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang,Kerajaan Aceh,1848–1908. Meniggal di Sumedang,Jawa Barat,6 November1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang adalah seorangPahlawan Nasional IndonesiadariAcehyang berjuang melawan Belanda.

Reference: http://atjehpost.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Cut_Nyak_Dhien

url foto: http://alfatihcenter.com/wp-content/uploads/et_temp/cut-nyak-dien-18543_172x172.jpg                      http://atjehpost.com/read/2012/08/17/18075/0/39/20120816_103603_tengku%20hasyim%20(1).jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun