Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen | Seperti Roda Berputar

1 Juni 2019   12:53 Diperbarui: 1 Juni 2019   12:55 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dok. Mutualart.com)

Adakalanya lelaki itu malas berangkat di pagi hari, menarik napas dalam-dalam, mencoba melanjutkan tidurnya. Tapi ia tidak bisa, dia tahu dia membutuhkan hari ini. Terlambat 10 menit tak apa tapi ia masih tetap akan berangkat ke jalanan dekat pasar, menjemput pekerja yang membutuhkan sepatunya disemir. Hari-hari kemarin sepi pelanggan ditambah belakangan ini ia memang tidak semangat, tidak seperti biasanya. Ia hanya melamun, menunggu pelanggan.

"Nak, semir sepatuku," akhirnya pelanggan pertamanya menghampiri,

"Siap pak!" lelaki itu melayani.

Diperhatikannya orang-orang yang berseliweran. Dengan ragam urusannya di pagi hari semua orang sibuk dan produktif. Para pedagang sejak pagi tadi sudah menata barang dagangannya, bapak yang pekerjaannya menjaga kebersihan juga sudah menyapu lorong jalan, bapak tukang parkir sudah stand by sebelum aku datang. Semua orang rajin menjemput rezekinya hari ini. Mempersiapkan kehidupan hari esok. Mereka juga sebenarnya malas, itu pasti. Inginnya santai di rumah, tidak bersusah payah. Tapi itu bukan bertahan hidup namanya. Beruntung dia bisa mengalahkan rasa malasnya. Karena beginilah kehidupan. Ia semayamkan bahwa tak akan ada yang sia-sia dari sebuah usaha.

Lelaki itu mangkal di lorong pasar pada pagi sampai siang hari sekitar sehabis shalat dzuhur, selanjutnya dia akan pindah ke dekat toko-toko buku bekas, sampai sore. Sorenya ia berjalan kaki menyusuri jalan pulang. Waktunya beristirahat sebentar sampai tiba saatnya ia bergegas ke warteg. Karena ini bulan puasa, waktu menjelang berbuka puasa adalah waktu-waktu yang ramai pembeli, dan ia sudah sedia sebelum itu karena ada beberapa hal yang perlu dikerjakan terlebih dahulu. Mondar mandir mengangkut piring, mengisi ulang hidangan yang habis dan mengisi teko teh hangat, ia dengan sigap melakukan semuanya tanpa kesalahan. Lelah sudah menjadi kawan, peluh sudah menjadi kulit kedua, namanya juga perjuangan.

Ketika semua pelanggan sudah dilayani dan sudah bisa menyantap makanan buka puasanya, barulah para pekerja bisa sedikitnya mengisi perut kosong mereka. Warteg ini memiliki lokasi yang strategis, karena itu juga selalu ramai pembeli. Selain itu, ibu juru masaknya juga memang terbaik, meskipun memasak dalam keadaan puasa, masakannya selalu lezat.

"Ada yang perlu saya bantu bu?" tanya lelaki itu kepada ibu juru masak yang sekaligus pemilik warteg ini

"Tidak nak, kamu makanlah dulu di belakang biar akang yang lain yang jaga di sini. Nanti bergantian saja,"

Lelaki itu membawa piringnya ke belakang. Berdoa, mensyukuri segala nikmat dan barulan ia santap makanannya. Nikmatnya, tuhan, gumannya. Kegundahannya di awal hari tadi sirna begitu saja karena di penghujung hari ia menyadari hal-hal yang ia syukuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun