Mohon tunggu...
Funpol
Funpol Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tumbuh dan Menggugah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Kesejahteraan Guru, Bom Waktu Pendidikan Indonesia

21 Desember 2022   21:05 Diperbarui: 21 Desember 2022   21:08 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 Guru sejatinya memiliki peran strategis dalam kehidupan sebuah negara, tanpa guru yang berkualitas maka pembangunan SDM akan terhambat. Tetapi nyatanya saat ini terdapat permasalahan yang pelik terkait dunia pendidikan Indonesia.

Seperti laporan Kompas di Hari Guru Nasional, yang membahas "Pengangkatan Satu Juta Guru PPPK Karut-Marut" sebagai bentuk terjadi masalah yang mendasar yaitu terjadinya krisis guru.

Sesungguhnya penting sekali keberadaan guru, tanpanya tidak akan ada artinya kurikulum yang baik, gedung dan fasilitas yang bagus. Tetapi meskipun dengan segala keterbatasan, guru-guru hebat akan tetap dapat menghasilkan generasi berkualitas yang akan membawa kemajuan suatu negara.

Kesejahteraan guru menjadi faktor utama apabila ingin kualitas dari para pendidik dapat tercapai, terbukti pada negara Singapura dan Finlandia yang meski kedua negara tersebut adalah negara kecil, tetapi memiliki pendidikan yang unggul sebab kualitas dan kesejahteraan guru menjadi perhatian penting.

Kita sering mendengar banyak pihak yang menjadikan Finlandia sebagai contoh sukses dari sebuah pendidikan, tetapi kita jarang membahas proses dari kesuksesan pendidikan disana.  Kita seakan lupa memperhatikan bagaimana pemerintah Finlandia memperlakukan guru.

Disana, guru menjadi profesi yang memiliki kedudukan yang tinggi bahkan setara dengan dokter. Ketika ingin menjadi seorang dokter, maka proses penyaringannya begitu ketat dan hanya orang orang pintar yang dapat masuk fakultas kedokteran, begitu pula untuk menjadi calon guru.

Hal serupa juga terjadi di Jepang, pasca bom atom yang menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki, Kaisar Hirohito langsung memberikan perhatian terhadap jumlah guru yang tersisa. Ia yakin dengan tersedianya guru maka akan membawa Jepang kembali bangkit dan menjadi kekuatan dunia seperti yang terjadi saat ini.

Sesungguhnya ketika disahkan Undang-Undang Guru dan Dosen sempat membawa angin segar untuk nasib para guru, animo para lulusan SMA/SMK yang ingin masuk ke perguruan perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan untuk para calon guru meningkat sebab adanya harapan untuk menajdi guru PNS yang membawa kesejahteraan hidup.

Perubahan kebijakan dengan membatasi pengangkatan guru PNS dan menggantinya dengan sistem Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) justru berbanding terbalik dan membuat harapan yang sebelumnya hadir justru menghilang. Kondisi tersebut juga membuat para lulusan SMA/SMK kini kurang tertarik menjalani profesi guru.

Meskipun menurut pemerintah tidak ada perbedaan antara guru PNS dan PPPK, dan justru memberikan efisiensi terhadap anggaran negara tetapi dengan status PNS para lulusan terbaik perguruan tinggi berlomba lomba untuk mengejar kenyamanan hidup dan jaminan di hari tua. Ditambah jaminan pengembangan karier dan berbagai tunjangan membuat kesejahteraan guru terjamin sehingga dapat fokus dalam menjalankan tugas mengajar dan mendidik.

Sedangkan dengan status PPPK maka tidak adanya kepastian untuk terus berkarier sebab rawan terjadinya PHK ataupun tidak mendapatkan jam mengajar apabila tidak disukai oleh pimpinan, serta tidak adanya jaminan hari tua membuat para guru kini tidak bisa memberikan 100 persen perhatiannya untuk mengajar.

Ketidakpastian ini yang memaksa para guru meskipun secara fisik berada di sekolah tetapi pikiran dan hatinya terus memikirkan masa depan. Kondisi tersebut memberikan efek domino terhadap pengembangan SDM akibat para murid diajar oleh guru yang fokusnya terbelah.

Bagaikan menyimpan bom waktu, proses perekrutan guru PPPK hanya akan memberikan dampak buruk bagi Indonesia di masa mendatang. Terjadinya penurunan kualitas pendidikan yang sistematis menimbulkan ancaman nyata dari dalam bagi ketahanan bernegara.

Sesungguhnya kita bisa mencontoh kebijakan yang dilakukan Soeharto dengan melakukan perekrutan besar-besaran terhadap guru PNS dan menempatkannya di setiap kelurahan atau desa serta memperbanyak pendirian SDN dan SD inpres. Di tingkat menengah pertama pun diperhatikan dengan banyaknya guru SMP yang disebar di SMPN SMPN di setiap kecamatan.

Guru yang membantu negara dalam memberikan pelayanan mendasar kepada masyarakat yaitu pendidikan seharusnya mendapatkan prioritas dari negara. Diperlukan perubahan skala prioritas dari negara dalam perekrutan aparatur negara, dan guru harus masuk kedalam prioritas profesi yang dijamin kesejahteraannya oleh negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun