Ada pula serangan berupa doxing atau penyebaran informasi pribadi secara publik, pengambilalihan akun Whatsapp, dan food bombing yaitu modus pengiriman banyak makanan dari layanan pesan antar yang membuat target harus membayar.
"Semua bentuk serangan digital itu diperkirakan tetap ada pada tahun ini hingga menjelang pemilu. Bahkan, itu berpotensi menjadi alat yang dipakai kandidat politik untuk menjatuhkan satu sama lain. Terlebih sekarang mudah melakukannya." Jelas Farhanah.
Hal tersebut diperkuat oleh laporan SAFEnet tentang pelanggaran hak digital yang terjadi dari bulan Juli hingga September 2022. Berdasarkan laporan tersebut, terdapat 165 insiden keamanan digital berupa serangan terhadap jurnalis dan pekerja media Narasi TV di bulan September 2022.
Usem Hasan  Sadikin yang menjabat sebagai Program Officer Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi menerangkan bahwa pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 menjadi bukti bahwa adanya gangguan untuk menggunakan hak pilih di dunia digital dalam bentuk diskriminasi regulasi, intimidasi terhadap pemilih, penyebaran disinformasi, dan pengusikan hak pilih.
Tersebarnya disinformasi yang membuat masyarakat menjadi kebingungan dalam menggunakan hak suaranya, seperti informasi yang menyebutkan bahwa bagi pemilih pindahan dapat menggunakan KTP elektronik tanpa membawa Formulir A5.
Padahal tidak ada aturan yang menyebutkan hal tersebut pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) ataupun putusan Mahkamah Konstitusi. Aturan yang sesungguhnya bahwa pada pasal 8 ayat (5) PKPU Nomor 3 Tahun 2019 menyebutkan apabila akan memberikan suara di tempat pemungutan suara (TPS) lain, pemilih wajib melaporkan kepada panitia pemungutan suara tempat asal memilih untuk mendapatkan formulir Model A.5-KPU dengan menunjukan KTP elektronik atau identitas lain dan/atau salinan bukti telah terdaftar sebagai pemilih di dalam daftar pemilih tetap di TPS tempat asal memilih.
Banyaknya ganggunan demokrasi digital di pemilu 2019 sejatinya harus menjadi bahan evaluasi sehingga dalam penyelenggaraan pemilu 2024 dapat berjalan secara lebih kondusif. Jangan sampai kemajuan dunia digital justru disalahgunakan pihak pihak tidak bertanggung jawab, sehingga menimbulkan kericuhan yang hanya akan merugikan masyarakat Indonesia.