Mohon tunggu...
Funpol
Funpol Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tumbuh dan Menggugah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pro Kontra Pengesahan RKUHP, Sinyal Baru Kemunduran Demokratisasi di Indonesia

7 Desember 2022   17:34 Diperbarui: 7 Desember 2022   17:42 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana akhirnya resmi disetujui dan disahkan oleh DPR RI. RKUHP disetujui dan disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Selasa (6/12/2022), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dalam proses pengesahannya, terjadi dinamika di ruang sidang yang cukup sengit. Namun, hampir seluruh farksi di DPR menyetujui RKUHP menjadi Undang-undang. Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak menyetujui RKUHP tersebut. Fraksi PKS yang diwakili oleh Iskan Qolba Lubis, menyatakan keluar atau walk out sebelum proses pengambilan keputusan oleh DPR.

Iskan melakukan aksinya tersebut, setelah intrupsinya tidak diterima oleh pimpinan rapat Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengintrupsi terkait beberapa pasal yang dinilai masih janggal seperti Pasal 218 RKUHP yang mengatur penyerangan kehormatan presiden/wakil presiden dan Pasal 240 RKUHP tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara.

Namun, Dasco mengatakan jika dirinya sudah memberi kesempatan kepada Iskan untuk menyampaikan catatannya terkait RKUHP, akan tetapi yang disampaikan Iskan itu bukanlah catatan tentang RKUHP, melainkan intrupsi untuk mencabut beberapa pasal yang ia nilai bermasalah.

Sehingga Wakil Ketua DPR RI itu tidak bisa memenuhi keinginan dari Fraksi PKS tersebut, lantaran RKUHP sudah disetujui dan disahkan oleh semua fraksi dalam pembahasan tingkat I antara Komisi III DPR dan pemerintah, termasuk PKS.

Pasal karet 

Pengesahan RKUHP menjadi Undang-undang ini kemudian menimbulkan polemik di tengah- tengah masyarakat. Banyak publik yang menilai pengesahan tersebut akan melukai nilai-nilai demokrasi dan reformasi yang sudah dibangun selama ini. Seperti pasal penghinaan kepada Presiden dan lembaga negara seperti yang tertuang dalam Pasal 218 dan Pasal 240.

Selain itu, beberapa pasal lainnya yang dinilai bermasalah antara lain Pasal 188 tentang penyebaran komunisme/marxisme-leninisme dan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila, Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Selanjutnya, ada Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah. Lalu, Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

Sebetulnya sudah banyak elemen masyarakat yang mengeluh dengan RKUHP ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) misalnya mengeluhkan adanya 17 pasal dalam RKUHP karena berpotensi akan mengkriminalisasi para jurnalis dan mengancam kebebasan pers, serta menghambat kemerdekaan berpendapat di Indonesia. 

Selain itu, Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Usman Hamid juga mengkritik substansi RKUHP yang tak sesuai dengan nilai-nilai dekolonialisasi dan demokratisasi hukum pidana di Indonesia. Bahkan, sekelompok ahli Hak Asasi Manusia (HAM) Persyerikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendesak agar Presiden Jokowi mempertimbangkan pengesahan RKUHP ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun