Mohon tunggu...
Fulgensius A. Dhosa
Fulgensius A. Dhosa Mohon Tunggu... Penulis - Fiat Justitia Ruat Caelum, Salus Populi Supreme Lex

Hasta La Victoria siempre

Selanjutnya

Tutup

Nature

Flores Target Empuk Ekspansi Perusahaan Tambang dan Semen

29 Mei 2020   13:55 Diperbarui: 31 Mei 2020   19:27 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Ilustrasi Lubang Bekas Galian Tambang diambil dari Wikipedia

Rencana pembangunan perusahaan semen di Desa Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kabupaten Manggarai Timur, Flores-NTT, menimbulkan berbagai polemik di masyarakat. Banyak masyarakat yang awalnya tegas menolak rencana hadirnya perusahaan tambang dan semen di Lingko Lolok. 


Berita terakhir sebagaimana di rilis beberapa media seperti sergap.id, menyatakan bahwa setelah Bupati Manggarai Timur Andres Agas, SH.M.Hum memanggil masyarakat yang tidak setuju dengan hadirnya Perusahaan Semen ke rumah jabatan Bupati Manggarai Timur, maka persetujuan mulai diberikan masyarakat yang awalnya tegas menolak dengan kompensasi sebesar Rp 10 juta rupiah/kk.

Namun bukan berarti semua masyarakat akhirnya menyetujui kehadiran proyek semen & pertambangan. Beberapa warga masih teguh dengan pendiriannya dan bersikeras menolak kehadiran Perusahaan. Sebut saja Pak Benediktus yang masih lantang menyuarakan penolakan hadirnya tambang di Lingko Lolok, Desa Satar Punda yang menurutnya kultur, habitat serta budaya sejatinya adalah pertanian (Sumber: Sergap.id). 

Terlepas dari semua polemik yang terjadi maka penulis sedikit memaparkan beberapa fakta, terkait dampak jangka panjang  kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kehadiran perusahaan-perusahaan semen dan pertambangan yang ada di berbagai wilayah Indonesia. 

Dalam film dokumenternya Watchdoc, Dandhy laksono yang telah melakukan perjalanan ribuan kilometer mengelilingi Indonesia, guna melihat berbagai dinamika dan permasalahan yang terjadi di masyarakat, turut mengangkat isu pertambangan batu-bara di pulau Kalimantan ke dalam filmnya yang berjudul ;Sexy Kilers. Sungguh miris melihat fakta sebenarnya yang disajikan Dandhy dan rekannya Suparta Arts dalam film dokumenter mereka, terkait dampak buruk penambangan jenis batu-bara atau jenis apapun di bumi Kalimantan.

Selain kerusakan-kerusakan permanen lingkungan dan hilangnya kultur budaya masyarakat yang habis di keruk, lubang - lubang bekas galian tambang dibiarkan dengan luka menganga begitu saja, tanpa ada upaya dari pihak perusahaan atau pemerintah untuk menutup kembali. Akibatnya banyak korban berjatuhan khususnya anak-anak di sekitaran tambang, yang meninggal tenggelam di lubang bekas galian tambang, yang pada waktu hujan terisi penuh oleh air dan membentuk danau-danau kecil, tanpa ada inisiatif dari pihak perusahaan untuk sekedar dibuatkan batas pengaman, yang kalaupun ada itupun hanya dibuat seadanya menggunakan seng bekas.

Tentu saja hal ini sangat tidak aman bagi warga masyarakat sekitar, khususnya anak-anak di sekitar lokasi bekas galian tambang.  Pada intinya selain kerusakan permanen dari segi lingkungan maupun hilangnya kultur budaya bagi masyarakat setempat, kecelakaan dan musibah seperti yang terjadi di Kalimantan adalah juga dampak beruntun dari dijinkannya perusahaan tambang dengan leluasa melakukan ekspansi di berbagai wilayah di Indonesia. 

Terkait hadirnya perusahaan pertambangan dan semen  di Lingko Lolok pulau Flores - NTT, tepatnya di Kabupaten Manggarai Timur, Desa Satar Punda, perlu dilakukan kajian secara mendalam, terkait berbagai dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan, mengingat kondisi geografis, kultur dan budaya masyarakat NTT khususnya Flores sejak jutaan tahun silam adalah pertanian. 

Berdasarkan data Publikasi Badan Pusat Statistik NTT tahun 2020, jumlah usaha dan jenis usaha pertambangan di NTT adalah sebanyak 356 usaha, dengan rincian 106 jenis usaha di bidang  eksplorasi (Penjelajahan dan Pencarian Potensial Pertambangan), dan 245 usaha di bidang operasi dan produksi. Perijinan usaha tambang tertinggi berada di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 56 ijin usaha tambang. Sementara itu Kabupaten Manggarai Timur yang menjadi target selanjutnya perusahaan tambang dan semen, memiliki 6 ijin usaha pertambangan, dimana 4 ijin usaha bergerak dibidang eksplorasi dan 2  ijin usaha bergerak dibidang usaha dan produksi.

Badan Pusat Statistik NTT juga merilis bahwa 71% ijin usaha pertambangan di Nusa Tenggara Timur berada di pulau Timor, dan sisanya sebesar 29% tersebar di pulau-pulau lain. Selain itu kontribusi PDRB dari sektor pertambangan di NTT pada tahun 2017 adalah sebesar 6,33%, Tahun 2018 mengalami penurunan dengan jumlah total sebesar 3,83% dan terakhir  pada tahun 2019 naik lagi sebesar 6,56%. Artinya dengan tingginya jumlah kegiatan dan aktivitas pertambangan khususnya di pulau Timor pun, sampai saat ini belum mampu menunjang atau memberikan kontribusi yang berarti bagi PDRB NTT, karena seringnya mengalami fluktuasi serta belum bisa menjadi sektor yang diandalkan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat, mengingat tingginya angka kemiskinan di Provinsi NTT, yang menjadi propinsi ketiga termiskin se Indonesia (Sumber: BPS RI). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun