Mohon tunggu...
Super_Locrian
Super_Locrian Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis lepas, enthusiastic in journalism, technology, digital world

Cuma seorang yang mencoba mempelajari tekno lebih dalam

Selanjutnya

Tutup

Nature

Karhutla, Salah Siapa?

18 September 2019   13:58 Diperbarui: 18 September 2019   14:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak beberapa tahun lalu, pertengahan tahun atau saat kemarau tiba, headline media selalu "dihiasi" dengan pemberitaan yang memuat kebakaran hutan dan lahan. Dua pulau besar di Indonesia, Pulau Sumatera dan Kalimantan, selalu menjadi sorotan utama bencana kebakaran hutan. Bukan tanpa sebab, karena hampir sebagian besar lahan sawit yang ada di Indonesia terdapat di dua pulau ini. Bahkan kebakaran hutan yang terjadi tahun ini kian memburuk dan mengancam kesehatan warga. Kebakaran lahan gambut sulit dikendalikan karena upaya pencegahan tidak optimal mengantisipasi kemarau panjang tahun ini. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan, sejak Maret hingga Agustus 2019, puluhan ribu warga menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) akibat kebakaran hutan dan lahan. 

Secara penyebab, pemerintah melalui BNPB mengelaborasi penyebab kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. El Nino yang terjadi tahun ini, menyebabkan kemarau panjang hingga berdampak pada keringnya lahan gambut karena lebih dari 60 hari tak diguyur hujan. Namun kebakaran hutan bukan hanya disebabkan faktor alam, beberapa disebabkan oleh pembakaran lahan gambut untuk pembukaan lahan tanam. Lebih dari 9.000 personel dan 44 hellikopter dikerahkan untuk memadamkan api, namun tak cukup efektif menjinakkan kebakaran. 

Lantas apakah tidak ada langkah pencegahan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang menjadi langganan kala kemarau tiba? Pemerintah sudah pasti memiliki infrastruktur untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan ini. Yang menjadi konsentrasi adalah bagaimana mensinergikan infrastruktur pencegahan yang dimilik oleh pemerintah pusat dan daerah. 

Berbagai teknologi untuk mendeteksi asap dan api banyak beredar di pasar teknologi. Perusahaan-perusahaan berbasis teknologi pun berlomba-lomba mengembangkan inovasi sensor yang dapat mendeteksi asap dan api yang berpotensi menjadi kebakaran. Deteksi otomatis api dan asap melalui kamera pengintai adalah metode pembatas kerusakan dengan biaya rendah dan efisiensi tinggi.  

Namun dalam produk deteksi kebakaran / asap otomatis yang ada, rasio miss dan deteksi palsu cukup tinggi. Detector umumnya tidak dapat membedakan antara kabut dan asap, dan mendeteksi benda lain sebagai api / asap. Kemudian apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi deteksi api / asap?Yang pertama tentu meningkatkan gambar kamera dengan metode peningkatan seperti defogging dan peningkatan cahaya rendah, dan kemudian menghapus objek non-api / asap dengan teknik sederhana dan efisien.

Masalah-masalah  dalam metode detektor tradisional, yang memiliki kecenderungan rasio kesalahan deteksi 

 1) Tidak dapat membedakan antara kabut dan asap. Kabut tebal sering terjadi di hutan pada jarak jauh. Ketika asap bercampur dengan kabut, metode tradisional tidak dapat membedakan dan ini menyebabkan deteksi salah. 

2) Tidak dapat menghapus benda non-api / asap secara sederhana dan efisien. Objek non-api / asap adalah burung, hewan, manusia, mobil, awan, pohon bergetar, rumput, dan refleksi air, dll. Metode tradisional sering mendeteksi objek ini sebagai api / asap. 

Melihat fenomena semacam ini, perusahaan teknologi asal Jepang, Fujitsu mengembangkan teknologi pendeteksi api dan asap dengan mengecilkan kemungkinan kesalahan deteksi yang dapat bekerja baik di lingkungan kabut dan cahaya rendah, serta menghilangkan objek non-api atau asap dengan rasio deteksi tinggi.

Dari gambar di atas dapat dilihat perbedaan defogging teknologi yang disematkan pada kamera pendeteksi. Meskipun diselimuti kabut, namun kamera pendeteksi masih dapat mengidentifikasi dengan jelas titik api dan asap yang ditimbulkan. 

Sementara dari hasil kamera ini terlihat bagaimana teknologi defogging yang disematkan di kamera pendeteksi dapat membantu meningkatkan pencahayaan (enhance), untuk mengenali titik api yang menyebabkan kebakaran hutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun