Mohon tunggu...
Nur Rohmi Aida
Nur Rohmi Aida Mohon Tunggu... lainnya -

ingin berkeliling dan mendapati segala hal keindahan yang dimiliki bumi ini...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pada Sebuah Perjalanan Bertemu Rubella

28 September 2018   15:49 Diperbarui: 30 September 2018   08:09 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id

"Iya, alhamdulillah...  Alhamdulillah dia hanya tuli," ujarya getir. Mendadak saya jadi merasa sangat bersalah dengan ucapan saya barusan.

"Aku masih bersyukur. Memang banyak anak lain yang terkena Rubella  lebih berat dari Cika. Aku sudah baca-baca dan ketemu dengan orang tua lain yang anaknya juga kena Rubella. Ada yang sampai nggak bisa ngapa-ngapain, bahkan ada yang jantungnya kebalik. Ada juga yang kecacatannya komplikasi." lanjutnya lagi.

Realita kehidupan, memang benar-benar masalah sudut pandang. Dan yahh, dia masih Joli yang saya kenal dulu. Perempuan cerdas, tangguh dan selalu pandai melihat segalanya dengan kacamata penuh syukur untuk apapun yang dialaminya.

Jika mengutip laman dari sehatnegeriku.kemkes.go.id Komplikasi dari campak bahkan dapat menyebabkan kematian jika yang dialami adalah Pneumonia (radang Paru) dan ensefalitis (radang otak). Dikatakan, sekitar 1 dari 20 penderita Campak akan mengalami komplikasi radang paru dan 1 dari 1.000 penderita akan mengalami komplikasi radang otak

Infeksi Rubella pada ibu hamil bahkan dapat menyebabkan keguguran sedangkan  kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome(CRS)  bisa berupa ketulian, gangguan penglihatan bahkan kebutaan, hingga kelainan jantung, bahkan otaknya bisa mengecil.

Bagi seorang yang lahir dengan gangguan pendengaran seperti Cika, resiko terbesar yang dihadapinya bukan hanya tak bisa mendengar, tapi secara otomatis juga tidak bisa berbicara. Joli pun paham resiko ini. Makanya, dia mengerahkan segenap kemampuannya untuk yang terbaik bagi anaknya. Mulai dari membeli alat bantu dengar kanan-kiri yang seharga sekitar Rp. 25 juta juga melakukan terapi wicara yang mana sekali pertemuan sekitar Rp. 300 ribu itupun hanya sejam. 

"Dulu, dia susah sekali kalau disuruh pakai ABD (Alat Bantu Dengar). Tapi alhamdulillah, sekarang sudah mau bahkan kalau bangun tidur sudah meminta sendiri dipasangkan. Mungkin sudah ngerti kalau dipasang jadi ada suaranya," senyumnya bahagia.

"Untuk perkembangannya, aku tidak menuntut usia segini dia harus begini. Gimanapun, mau tidak mau perkembangan bicaranya jadi terlambat kan dibandingkan anak lain." lanjutnya lagi.

Selang beberapa saat dia bercerita, seorang perempuan kecil tiba-tiba muncul, berjalan ke arahnya. Joli kecil terbangun. Mungkin, suara hatinya yang memberitahu bahwa kami sedang membicarakannya. Bocah kecil itu, benar-benar mirip Joli. Mata yang bulat, rambutnya yang lurus, dan pipinya yang tembem, tampak lucu sekali. Imut, seperti fotonya, dan tidak sedikitpun tanda yang menunjukkan bahwa ia tak bisa mendengar suara saya yang menyapanya dengan kalimat,

"Ehh, kamu bangun?"

Ia memandang saya takut-takut. Baginya, tentu saya adalah sosok asing yang baru hari itu dilihatnya. Untung dia tidak menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun