Mohon tunggu...
Nur Rohmi Aida
Nur Rohmi Aida Mohon Tunggu... lainnya -

ingin berkeliling dan mendapati segala hal keindahan yang dimiliki bumi ini...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyuling Cerita Lampau dan Pengetahuan di Museum Atsiri

22 Juli 2016   15:20 Diperbarui: 23 Juli 2016   01:30 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto lawas museum atsiri (Sumber: dokumen museum atsiri)

Museum Atsiri Indonesia. Begitu mendengar namanya saya langsung mengerutkan kening.

 “Atsiri? Maksudnya atsiri, minyak atsiri itu? Hah?? Kok Aneh?? Ini museum seperti apa?”

Kepala saya langsung dipenuhi rasa penasaran. Saya sempat menduga-duga, paling ini museum yang menyimpan ratusan botol berisi ragam minyak tumbuhan di Indonesia. Apa menariknya? Apa prospeknya membuat sebuah tempat wisata seperti itu?

Wisata pendidikan dengan menampilkan jajaran botol minyak beraroma, yang menunjukkan Indonesia memiliki ragam tumbuh-tumbuhan??? Hanya seperti itukah? Saya rasa kalau hanya itu, saya hanya akan seperti berkunjung ke sebuah toko parfum saja.

Dan pikiran saya ternyata salah besar.

Sekitar akhir bulan April kemarin, saya bersama beberapa orang KOMPOSONO nama bagi para kompasianer Solo, datang langsung ke lokasi Museum Atsiri. Pagi itu, Mbak Sri sebagai pengelola museum menemani kami berputar-putar, menelisik tiap sudut penampakan museum.

Sebelum datang kemari, saya sengaja tidak mencari tahu tentang bagaimana si Museum Atsiri ini. Sengaja, karena saya ingin mendapat beragam kejutan, dan supaya saya menemukan sendiri jawaban atas praduga-praduga tentang Museum Atsiri yang terbentuk dalam pikiran saya.

Begitu sampai di lokasi museum atsiri, yang tepatnya berada di Plumbon, Tawangmangu, Karanganyar , kejutan pertama yang saya dapatkan adalah: Ternyata Museum atsiri belum jadi.

Ya, museum ini masih dalam dalam tahap revitalisasi, dan  menurut rencana akan dibuka untuk umum sekitar bulan Agustus nanti.

Mengawali menjejak langkah di museum Atsiri, Mbak Sri membawa kami ke tempat yang dulunya merupakan lokasi tempat makan para pegawai di pabrik atsiri. Melihat jendela-jendela besar dengan bagian bawahnya yang terbuka, imajinasi saya langsung terbang membayangkan mungkin dulu para koki di dalam mengeluarkan makanan untuk para pekerja melalui celah terbuka di jendela itu. Yeah, mungkin. Saya tidak bertanya lebih lanjut bagaimana proses tepatnya. Karena nampaknya itu bukan hal yang terlalu penting.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Yang pasti, dari cerita Mbak Sri, menurut rencana, di sini pula lah nantinya akan dibangun tempat makan. Tempat makan ini, nantinya menjadi salah satu fasilitas yang ada di museum atsiri masa depan.

Museum Atsiri, menyimpan serpihan sejarah Bung Karno

Bangunan museum atsiri terasa aneh bagi saya. Baru kali ini saya melihat bangunan seperti itu. Tiap dindingnya berkerawang dan jika dilihat secara keseluruhan sepertinya bangunan ini belum sepenuhnya jadi.

Benar saja, kesimpulan saya ternyata terdukung bukti dari cerita Mbak Sri dan juga cerita yang tertulis di website resmi rumahatsiri.com. Museum atsiri dulunya merupakan sebuah pabrik untuk penyulingan minyak atsiri. Pabrik ini merupakan salah satu projek mercusuar Bung Karno yang hilang dari catatan. Pabrik ini merupakan salah satu bentuk kerjasama Pak Karno dengan pemerintah Bulgaria. Awalnya, pabrik digarap langsung dibawah naungan arsitek Bulgaria dengan mendatangkan beberapa material bangunan langsung dari Bulgaria sana. Tapi belum sampai selesai, para tenaga ahli Bulgaria sudah kembali ke negaranya lantaran adanya ketakutan masalah G30 S PKI, mengingat Bulgaria juga merupakan salah satu negara komunis.

“Bangsa yang besar, adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”

Pepatah itu begitu senada dengan visi yang diusung oleh museum atsiri. Dalam websitenya di rumahatsiri.com terjelaskan bahwa salah satu visi dari museum ini adalah

“Melanjutkan cita-cita Soekarno menjadi Mercusuar Dunia di bidang Minyak Atsiri untuk menyejahterakan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia”

Menuju Era Museum atsiri masa depan

Saya mengedarkan pandang. Museum atsiri berdiri di atas lahan yang begitu luas. Sekitar 2 hektare. Pemandangan pegunungan tawangmangu, hijaunya persawahan serta sebuah lapangan di dekatnya dengan rumput yang tertata begitu rapi menjadi latar penghias museum ini. Diantara view yang terasa menentramkan, sepoi-sepoi  angin menghembuskan udara yang segar khas daerah Tawangmangu. Berhembus memberikan kesegaran

“Rencana di sebelah sini akan ditanam mawar,” Mbak Sri menjabarkan rencana ke depan museum atsiri sembari menunjuk areal tempat dimana akan ditanam bunga mawar. Dari penuturannya, museum atsiri di masa depan akan diubah menjadi tempat wisata sains yang menarik.

Penanaman mawar, tentunya bukan tanpa alasan, mengingat mawar yang karena keharumannya banyak dijadikan sumber zat pengharum atau corigen odoris dalam campuran pembuatan obat maupun kosmetika.

tanaman kayu putih
tanaman kayu putih
Tidak jauh dari bakal lokasi ditanamnya mawar, sebuah pohon kayu putih yang masih belia, tampaknya baru saja ditanam beberapa hari sebelum kedatangan kami. 

Tentu saja, kayu putih juga merupakan sumber minyak atsiri yang banyak dipakai dalam industry obat-obatan. Senada dengan hal ini, Mbak Sri juga  menunjuk area tempat bakal ditanamnya tanaman sereh. Sereh Wangi dengan nama ilmiah Cymbopogon nardus. Hem, ingatan saya langsung terbang ke pelajaran Farmakognosi beberapa tahun silam.

“Di sebelah sini, adalah area jalur untuk difabel,” tunjuknya pada sebuah jalur tanah, yang kelihatan baru saja dibuat. Rupanya, harapan ke depannya, museum atsiri ini juga menjadi tempat yang ramah bagi para penyandang difabel agar mereka bisa ikut serta merasakan manfaat keberadaan museum atsiri.

Kami berjalan lagi. Beberapa langkah kemudian,  kami bertemu dengan dua buah kolam yang salah satunya masih berisi air. Beberapa kompasianer sempat mengira itu kolam untuk mencuci bahan baku. Juga ada yang mengira itu kolam ikan. Sementara saya sendiri malah membayangkan hal yang sama sekali tak berhubungan. Itu kolam menurut saya malah seperti kolam pemandian raja-raja Mataram jaman dahulu.

kolam-5791c430509773c7045851b7.jpg
kolam-5791c430509773c7045851b7.jpg
Untungnya Pak Markhaban, sebagai salah satu sumber saksi sejarah Museum Atsiri segera meluruskan. Bahwa itu kolam untuk menampung air. Air tersebut berasal dari aliran air terjun yang tertampung, yang adakalanya kotor membawa partikel. Karenanya air tersebut ditampung yang kemudian dialirkan menuju penyaringan yang  menggunakan susunan arang, ijuk, batu dan pasir. Untuk selanjutnya, air itulah yang digunakan untuk keperluan pabrik.

“Semua dimanfaatkan Mbak,” ujar Pak Markhaban. Beliau lantas memulai ceritanya tentang bagaimana tumbuhan yang dipakai dalam penyulingan di pabrik atsiri dulunya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Mulai dari pemanfaatan minyak atsirinya, hingga limbahnya. Limbah dari tumbuhan yang digunakan dalam penyulingan bisa dimanfaatkan lagi sebagai kompos.

Sebagai seorang saksi sejarah yang pernah bekerja di pabrik atsiri mulai tahun 1985-2011, Pak Markhaban terlihat memahami seperti apa kondisi pabrik atsiri jaman dahulu. Penuh semangat beliau bercerita kepada kami. Bahkan beliau sampai naik di atas bata-bata bangunan bekas mesin boiler diletakkan, ketika kaki kami mulai menjamah area ruang boiler.

Aksi Pak Markhaban ini sekaligus menunjukkan bahwa bangunan di sini masih kuat termasuk bata-bata di ruang boiler ini
Aksi Pak Markhaban ini sekaligus menunjukkan bahwa bangunan di sini masih kuat termasuk bata-bata di ruang boiler ini
Bapak bercaping ini menggambarkan tentang keberadaan boiler, diesel, serta bagaimana cara kerja alat-alat itu, diiringi gerakan tangannya. Seolah-olah semua peralatan itu ada dihadapannya. Sebagai pendengar, berulang-kali saya harus berlomba dengan imajinasi yang coba saya rangkai sendiri berdasarkan penjelasan si Bapak.

Pasalnya, keberadaan mesin-mesin itu, bahkan hampir seluruh peralatan di museum atsiri sudah tak diketahui lagi keberadaannya. Beberapa, hanya tinggal jejaknya saja, seperti bekas lokasi menancapnya 3 mesin diesel yang meninggalkan guratan di lantai. Cukup miris. Tapi itulah yang terjadi. Yang lebih ironis, beberapa peralatan-peralatan disana banyak yang hanya dijual kiloan kepada pedagang rosok.

Pabrik atsiri ini pernah mengalami masa kelam seperti itu dulu. Ia berulang kali berpindah tangan. Mengalami pasang surut, mulai dari benar-benar menjadi pabrik atsiri, hingga sempat alih fungsi menjadi tempat sarang burung wallet dan bahkan pabrik sumpit. Namun kini, pabrik atsiri ini kedepannya hendak dikembalikan lagi fungsinya.

Meskipun tidak berproduksi lagi sebagai pabrik atsiri, tetapi rencana ke depan pabrik atsiri akan diubah menjadi museum atsiri. Sebuah tempat wisata sciene. Yang akan memberikan banyak pelatihan dan pengetahuan kepada masyarakat terutama generasi muda tentang atsiri dan pemanfaatannya.

ruang diesel yang kini tinggal jejaknya saja
ruang diesel yang kini tinggal jejaknya saja
Ruang Boiler yang kini juga tinggal bekasnya
Ruang Boiler yang kini juga tinggal bekasnya
Sampai saat ini sudah begitu banyak yang dilakukan PT. Rumah Atsiri Indonesia, sebagai pemilik yang baru, dalam menjalankan visinya. Mulai dari pengumpulan sejarah sampai membuat sebuah desain sedemikian hingga untuk membuat sebuah museum atsiri yang mampu menjadi sebuah museum pengetahuan dengan tidak melupakan sejarah.

Museum inipun tengah menggandeng masyarakat untuk bekerjasama, agar nantinya masyarakat sekitar mampu mendapatkan manfaat yang besar dari keberadaan museum ini seperti halnya visi yang diusung Bung Karno sejak awal rencana pendirian museum.

Pabrik Atsiri itu, kini tengah menyongsong harinya sebagai museum atsiri di masa depan
Pabrik Atsiri itu, kini tengah menyongsong harinya sebagai museum atsiri di masa depan
Mengulik kembali ingatan sekian tahun silam

Di sebuah ruangan yang terlihat berdebu, Pak Markhaban menggiring rombongan kami. Sebuah ruangan laboratorium. Di dalamnya, tepatnya dibagian tengah ruangan itu, terdapat beberapa meja berisi rak dengan puluhan botol-botol berjajar. Botol-botol itu sebenarnya berlabel, namun gerusan waktu berhasil mengerutkan beberapa kertas-kertas labelnya.

Melunturkan tinta-tinta yang tertulis dan secara otomatis menghilangkan identitas beberapa zat yang ada dalam tiap botol. Jelas perlu ahli kimia jika nanti pihak museum atsiri ingin menelusuri lebih lanjut zat apa saja dalam botol-botol itu.

laboratoium Museum Atsiri
laboratoium Museum Atsiri
Pak Markhaban membuka sebuah botol. Lantas ia meminta kami membauinya. Bau Citronela pun menyeruak. Hem… Aroma yang langsung menerbangkan ingatan saya ke beberapa tahun silam.

Sejak awal perjalanan ini pun saya sudah merasa bernostalgia dengan masa lalu. Atsiri. Kata itu kembali membawa ingatan saya pada masa-masa kuliah bertahun-tahun silam. Ketika saya masih menjadi mahasiswa farmasi beberapa tahun lalu, isolasi minyak atsiri adalah hal  yang juga pernah saya lakukan.

Penampakan alat-alat seperti corong pisah, soxhletasi serta destilation set di almari, membuat saya tersenyum nyinyir. Ahh, sekian tahun lalu alat-alat itu menjadi alat yang sangat takut kami pecahkan. Harganya yang luar biasa mahal untuk kantong mahasiswa menjadikan saya dan teman-teman waktu itu merasa horor ketika masuk ke ruang praktek Farmakgnosi.

Belum lagi prakteknya yang beberapa kali nyaris membuat kebakaran. Seperti saat isolasi minyak atsiri sereh yang saking labu berisi sereh sudah kehabisan air membuat labu itu pecah dan meledak. Menjadikan Praktek Farmakognosi sebuah momok tersendiri. Belum lagi seorang dosen yang paling killer menjadi pengampu untuk mata kuliah ini. Ahh, meskipun pelajarannya banyak yang saya lupakan, tapi kehororannya jelas saya tak mungkin lupa.

alat-alat soxhletasi, destilasi, corong pisah, erlenmeyer dan labu ukur yang masih tersimpan di museum atsiri
alat-alat soxhletasi, destilasi, corong pisah, erlenmeyer dan labu ukur yang masih tersimpan di museum atsiri
Laboratorium Museum Atsiri ini terlihat belum banyak tersentuh. Jika di bagian ruangan-ruangan yang lain terlihat kosong. Laboratorium ini menjadi tempat yang masih memiliki banyak peninggalan. Mungkin saja dulunya laboratorium ini digunakan untuk  identifikasi minyak-minyak suling yang dihasilkan. Sekaligus pemurnian ekstraksi minyak atsiri dari zat-zat lain yang tidak dibutuhkan serta penghitungan kadarnya.

“Kalau minyak sereh yang dicari di sini sitronelalnya, lada hitam dicari oleum lisinnya. Kalau masoyi, laktonnya,” cerita Pak Markhaban.

Minyak atsiri atau yang sering disebut minyak terbang, terdiri dari bermacam-macam jenis tergantung dari tanaman penghasilnya. Minyak atsiri sejatinya merupakan zat alami yang terdapat dalam tumbuhan yang umumnya memberikan aroma khas tumbuhan.  Setiap minyak atsiri, memiliki susunan senyawa yang rumit  namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab pada aroma tertentu yang dihasilkan.

Untuk mendapatkan minyak atsiri, diperlukan penyulingan dari tanaman menggunakan teknik-teknik tertentu. Terdapat banyak teknik-teknik isolasi minyak atsiri. Titik didih simplisia serta sifat kelarutan senyawa dalam minyak atsiri merupakan beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih teknik isolasi.

Terdapat dua bagian ruang utama untuk isolasi di pabrik atsiri ini. Bangunan untuk isolasi dengan cara detilasi  memiliki ruangan yang begitu besar. Dengan beberapa lubang-lubang besar bekas penempatan alat-alat destilasi uap sekala pabrik. Serta sebuah bangunan yang cenderung lebih sempit tempat dilakukannya isolasi dengan cara ekstraksi. Kedua bangunan ini terpisah, namun keduanya dihubungkan dengan sebuah jembatan.

jembatan penghubung antara ruang destilasi dan ekstraksi
jembatan penghubung antara ruang destilasi dan ekstraksi
foto lama penampakan museum atsiri
foto lama penampakan museum atsiri
Sementara ruang boiler merupakan bangunan yang berdiri sendiri. Di ruang inilah uap panas dibuat, yang kemudian dialirkan menuju ruang destilasi untuk proses penyulingan minyak. Pipa untuk menyalurkan uap panas ini menurut penuturan Pak Markhaban, haruslah memanjang tanpa sambungan.

Karena tentunya ini lebih menjamin uap tidak bocor ataupun menyebabkan ledakan saat perjalanan menuju alat destilasi. Selanjutnya, uap  itulah yang akan memisahkan minyak atsiri dari tanamannya. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap.  Nantinya, minyak atsiri akan ikut menguap bersama uap yang dialirkan ketika minyak atsiri sudah mencapai titik didihnya. Uap air bersama uapan minyak selanjutnya akan mengalir menuju saluran pendingin. Uap yang sudah terdinginkan selanjutnya akan terbentuk kembali menjadi air dan minyak. Dari sinilah selanjutnya pemisahan antara air dan minyak bisa dilakukan.

Ruang destilasi
Ruang destilasi
penampakan dari atas ruang destilasi
penampakan dari atas ruang destilasi
peralatan di museum atsiri masa lampau (sumber: instagram rumahatsiri)
peralatan di museum atsiri masa lampau (sumber: instagram rumahatsiri)
Masih di bangunan yang sama dengan ruang destilasi, namum berbeda tempat. Terdapat 2 jenis alat pemotong. Sebuah alat pemotong berwarna hitam dengan ukuran lebih kecil namun terlihat lebih kuat, dan sebuah alat pemotong berwarna kuning namun dari penampakannya terlihat tidak kokoh.

Pak Markhaban meminta kami membaui sisa kulit masoyi yang masih tertinggal di alat pemotong yang kecil. Aroma khas Masoyi masih kuat tercium. Kulit masoyi ini merupakan tanaman terakhir yang disuling di pabrik atsiri ini. Pak Markhaban selanjutnya beranjak ke alat pemotong berwarna kuning. Bentuknya seperti monster yang sedang menguap kalau menurut saya. Alat pemotong ini dulu digunakan untuk memotong simplisia yang cenderung lebih ringan. Seperti daun-daun sereh. Sementara untuk yang bertekstur keras semacam kulit masoyi, menggunakan alat yang lebih kecil tadi.

alat pemotong untuk bahan-bahan bertekstur keras
alat pemotong untuk bahan-bahan bertekstur keras
Alat pemotong untuk bahan bertekstur ringan
Alat pemotong untuk bahan bertekstur ringan
Dalam isolasi minyak atsiri, tahap pemotongan merupakan salah satu tahapan yang penting. Karena ukuran potongan simplisia nantinya ikut pula menentukan randemen minyak atsiri yang didapat selain faktor alam seperti udara, iklim, dan kelembaban asal tanaman. Semakin kecil potongan semakin optimal pula minyak atsiri yang didapatkan.

Dahulu pabrik ini gulung tikar, karena minyak atsiri yang didapat tidak memenuhi kualitas. Susahnya mendapat bahan baku yang sanggup menghasilkan minyak atsiri berkualitas menjadi salah satu alasannya.

Minyak atsiri, merupakan komoditas ekspor agroindustri potensial. Peluang pasarnya tetap wangi sesemerbak aroma-aroma atsiri yang dihasilkan. Meskipun untuk mendapat kualitas ekspor bukanlah hal yang mudah.

Yah, semoga lewat museum atsiri ini, nantinya siapa tahu bisa menginspirasi tumbuhnya pengusaha-pengusaha ataupun petani-petani sukses yang mampu menciptakan minyak atsiri yang baik yang sanggup memenuhi kualitas ekspor hingga devisa negara pun bisa semakin meningkat.

Meskipun museum atsiri ini pernah mengalami masa-masa kelam ketika masih menjadi pabrik, semoga museum ini di masa depan mampu menjadi tempat wisata pengetahuan yang mencerahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun