Mohon tunggu...
Nur Rohmi Aida
Nur Rohmi Aida Mohon Tunggu... lainnya -

ingin berkeliling dan mendapati segala hal keindahan yang dimiliki bumi ini...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mari "Serius Ngopi" di kota Solo

16 Mei 2015   06:08 Diperbarui: 31 Oktober 2015   09:15 2963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“I love kopi”
Kata itu begitu sering terdengar di telinga saya. Pasalnya, Kakak saya, kawan saya, Om, dan pakde saya, adalah penggila. Mania kopi jenis apapun, yang tidak bisa saya mengerti kenapa mereka begitu doyan.

Pada dasarnya, selera memang tidak untuk diperdebatkan. Kemampuan lidah seseorang itu memang berbeda. Saya tidak begitu suka kopi, sekedar penikmat dikala butuh bergadang, atau ketika ingin mencoba varian minuman. Namun saya menjadi sedikit memahami tentang “Kopi” saat saya bertandang ke sebuah kedai kopi di wilayah kota solo.

 

Dari stasiun Purwosari ke selatan, memasuki  sebuah gang di selatan Rumah sakit Kasih Ibu, tepatnya di jalan Melati 07, Purwosari-Surakarta, anda akan menemui sebuah kedai kopi dengan nuansa klasik. Sebuah tempat yang pastinya asyik untuk ngorolin kanan-kiri, maupun mencari inspirasi.

 

 

“Ngopi serius” sebuah nama yang membuat saya sedikit mengernyit aneh.  Serius amat ini namanya, seolah kedai ini memberi peringatan saya sebagai seseorang yang tidak begitu kuat minum kopi, untuk tidak masuk ke dalam area ini. Tetapi rasa penasaran selalu menuntut saya untuk sedikit nekat melawan batas ketakutan. Maka akhirnya, sayapun memberanikan diri memasuki kedai itu dan menjajal kopinya.

 

14316210051484062796
14316210051484062796
 

Pintu kayu ukir di depan, serta warna kuning lampu yang membuatnya menyala remang-remang diantara kegelapan, berpadu dengan jajaran kursi, dan tiang dari kayu, memberikan kesan klasik nan artistik pada tempat ini. Di sisi kiri tembok, terpampang beberapa gambar tarian adat daerah, yang seolah ingin menegaskan kepada siapapun bahwa di dalam tempat ini keberagaman Indonesia hadir dalam segelas kopi yang siap dinikmati.

 

14316614631435595925
14316614631435595925
 

Sementara itu, di sisi kanan, terdapat beberapa gambar modern yang seolah ingin berkata bahwa kopi itu, terkenal secara internasional. Salah satu gambarnya adalah tentang quotesnya Abraham Lincoln

 

14316611982137637488
14316611982137637488
 

If this is coffe please bring me some tea. but if this tea please bring me some coffe.” Quotes yang sedikit membigungkan.

 

“Ngopi Serius”, rupanya begitu “serius” dengan kopinya. Terhitung ada 36 menu kopi dari beberapa daerah yang bisa anda cicipi. Tenang saja, harga kopi di sini tidak akan terlalu membuat dompet anda terkuras banyak. Cukup siapkan kocek antara 10-50 ribu untuk mencicipi rasa original coffe.  Nah, di bawah ini saya fotokan menu kopi asli dan harganya yang mungkin bisa anda jadikan piihan saat datang kemari

 

14316613241130011486
14316613241130011486
 

Saya sendiri memesan Kopi Bali Kintamani. Rasanya yang asam sedikit pahit tanpa gula, benar-benar tidak cocok dengan lidah saya. Saat saya meminta tambahan gula pada barista “Ngopi Serius”, ia hanya tersenyum ramah sembari berujar bahwa gula bisa mengurangi nikmat rasa aslinya. Saya terkekeh malu, pasti kelihatan sekali kalau saya bukan pecinta kopi.

 

“Nggak apa-apa mas, saya hanya ingin kopi saya ditambahkan sesuatu yang bisa membuat rasanya sedikit manis,” ujar saya pasrah.

 

Akhirnya, mas Chiko, sang barista, menambahkan cairan putih –mungkin susu- ke dalam kopi saya. Baru setelah itu, saya bisa menikmatinya. Padahal, saat menyajikan, mas barista berpesan kopinya bakalan enak kalau minumnya pelan-pelan. Tapi, namanya “nggak biasa” sepelan apapun tetap saja saya gagal menikmatinya. Baru, setelah ditambahkan cairan putih itu saya mampu meneguknya. Dan menemukan kata “enak”

 

Dapat setengah gelas, entah sugesti pikiran saya yang sudah mengklaim “nggak kuat kopi” atau pada dasarnya saya memang sedang kurang sehat untuk menikmatinya. Kepala saya mendadak kliengan, dan tangan menjadi dingin. Nina, sahabat saya yang menemani saya ngopi hanya terkekeh saat saya mengeluh.

 

“Payah! Gaya banget kamu. Gitu aja pusing!” ujarnya membuat saya merasa benar-benar payah.

 

Saya BBM teman saya, seorang pecinta kopi yang begitu merekomendasikan tempat ini  tentang kondisi saya.  Ia pun sama saja, hanya terkekeh.

 

“Berarti kamu nggak suka kopi” komentarnya.

 

Komentar yang sadis, padahal saya tadi sudah merasa malu karna buka pecinta saat minta tambahan gula pada sang barista tadi.

 

“Itu kopi robusta, caffeinnya gede binggo. Sambil ngemil kalo minum itu,” sarannya kemudian.

 

Berbeda dengan teman saya, menurut sang Barista, Kintamani harusnya tidak terlalu berat karna termasuk Arabica. Entahlah. Yang pasti saya menuruti teman saya untuk ngemil. Saya-pun memesan roti bakar. Tak butuh beberapa lama pesanan roti bakar sudah terhidang. Pelayanan yang cepat.

 

14316615751064889894
14316615751064889894
 

Saya kurang tahu bahkan nggak tahu sama sekali apa itu robusta apa itu Arabica. Hanya beberapa kali mendengar namanya. Tapi saya beruntung mengajak Nina. Sebagai mahasiswa pertanian, tentu ia bisa menjelaskan tanpa perlu saya browsing google dulu.

 

“Robusta biji kopi lebih besar daunnya juga lebih besar, tapi rasanya tak seenak Arabica. Bagi kebanyakan maniak kopi , Arabica lebih enak. Bijinya lebih kecil dari robusta. Budidayanya juga lebih sulit karna banyak hamanya. Kalau Robusta caffeinnya lebih besar dari arabica”

 

Saya mengangguk-angguk dengan penjelasan Nina.  Kehadiran roti bakar memang membantu. Saya coba acuhkan rasa pusing saya. Mensugesti diri, bahwa saya baik-baik saja. Dan cukup berhasil. Menikmati roti bakar dengan segelas kopi kintamani, sambil berpikir “I’m okey”, rupanya memang nikmat sekali.

 

Saya iseng bertanya darimana asal biji-biji kopi ini didapatkan. Para barista di sini menerangkan bahwa semua kopi ini didapatkan dari petaninya langsung. Yang kemudian proses roasting dilakukan di Jogjakarta.

 

Nah, untuk standar step pembuatan kopi di “Ngopi serius” dimulai dari proses grinder atau bahasa lainnya penggilingan. Kopi di grinder langsung saat pembeli memesan. Tentu saja ini untuk menjaga kualitas rasanya. Nah selanjutnya, Kopi diseduh sesuai permintaan. Ada beberapa macam alat penyeduhan di sini, yakni : Rok Presso, Syphon, V60, French Presh, dan Vietnam Drip.

 

1431661690150215539
1431661690150215539
 

Buat anda pecinta kopi mungkin tidak asing lagi dengan nama-nama ini. Tapi buat saya, Nama-nama itu terdengar sangat asing. Pesanan saya, Kopi Bali Kintamani sendiri dibuat dengan Aeropress. Sebuah alat semacam suntikan menurut saya #gumun mode on. Nah ini proses pembuatan kopi kita.

https://youtu.be/GQY1YBmeu84

“Kopi Indonesia itu dikenal luas di dunia. Kita patut bangga!” ujar Nina sembari memandangi deretan toples biji kopi yang sudah dilabeli nama-nama kopi asal daerahnya di “Serius Ngopi”.

 

14316619521121659556
14316619521121659556
 

1431662307540561435
1431662307540561435
 

Ya, saya bangga. Mendadak, saya bisa sangat memaklumi bagaimana para pecinta kopi di sekitar saya begitu bahagianya ketika mereka mendapat oleh-oleh kopi dari daerah lain. Karena pada kenyataannya rasa tiap kopi itu berbeda tiap daerah, tergantung bagaimana ia hidup di lingkungan tanah dan kelembapan seperti apa.  Sebuah rasa yang terkadang perbedaanya hanya bisa dimengerti oleh pecintanya.

 

Seperti manusia saja, tak peduli ia keturunan siapa, bagaimanapun lingkungan sangat mempengaruhi karakternya. Yang pada akhirnya, sepahit apapun karakter  seseorang, hanya orang mencinta yang bisa mengerti dan menerimanya.

 

#Sok filosofis. Wkwkwkw

 

Mengakhiri kunjungan ke “Ngopi serius” saya sempat menanyai Farid, seorang pengunjung yang sudah beberapa kali datang.

 

“Mas, sebagai penggemar kopi berikan kata-kata yang bisa menggambarkan tentang kopi!” pintaku iseng.

 

“Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata pokoknya” jawabnya membuat kami terkekeh. Sales dari sebuah perusahaan farmasi ini mengaku sudah sejak lama menjadi pecinta kopi. Ia juga bercerita ia lebih menyukai kopi dari pada rokok.

 

Sementara itu, saat saya meminta beberapa pengujung lain menggambarkan kopi dengan satu kata, rupanya pendapat mereka berbeda-beda, kopi itu “pahit”, ada juga yang bilang “asem”, ada juga yang bilang “asyik”. Juga ada yang bilang “enak”.

 

Saya jadi ingat, dahulu sebelum film filosofi kopinya Juli Estelle booming, saya pernah menemukan novel yang cukup heboh tentang  filosofi kopi dan gula yang muncul di berbagai threat juga aplikasi HP. Judulnya, “Kisah Dua Kamar”. Saya sampai 2 kali baca novel ini.

 

Cuplikan yang saya suka:

Ibarat kopi item nih ya lo tambahin gula gula sedikit demi sedikit, trus lo rasain...
kalo emang masih kurang ya lo tambahin lagi sampe rasanya pas.
Tiap orang khan pasti punya pahit dan manis nya idup.
Nah sekarang kalo lo emang baru ngerasain paitnya, ya lo usaha cari gulanya lah.

Kopi, bternyata mampu membuat orang melankolis. Saya juga jadi teringat tentang ucapan pakde saya dulu sekali, “Kopi itu rasanya hanya bisa dimengerti orang-orang yang tahu seni.” Setelah saya amati pada beberapa orang. Sepertinya, memang benar ya? Hahaha.

 

Ya, tapi tak sepenuhnya betul. Buktinya beragam kopi sachet beredar di pasaran. Tentunya dengan rasa yang menyesuaikan banyak lidah. Saya sendiri terkadang menjadikan kopi teman bergadang saat tugas kuliah menuntut lembur . Tentu saja secangkir Nescafe layak jadi pilihan teman yang paling oke.

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun