Mohon tunggu...
Fuandani Istiati
Fuandani Istiati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

penggemar cressendo dan anime Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Patah Tumbuh Hilang Berganti II: Patah Satu Tumbuh Seribu

16 Oktober 2013   10:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:29 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kondisi bangsa yang memang benar-benar membutuhkan kader bangsa bermentalitas tinggi yang bukan hanya bermodal mental kerupuk memang bukan hal yang mudah semudah membalik telapak tangan. Mungkin memang anak bangsa sekarang sedang menikmati manisnya buah kemerdekaan, dari pahitnya perjuangan yang diperjuangkan para pendahulu kita.

Ketika bung Karno berkata : “Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia.” Itulah sebuah kalimat yang benar-benar bermakna besar. Karena memang sebuah kata tidak akan berarti apa-apa kalau kita tidak memberi makna pada setiap kata yang terlontar. Dalam satu kalimat ini bung Karno sedang menanam yang mana ketika ia meninggal sudah ada bibit unggul yang tumbuh. Patah satu tumbuh seribu.

Tidak hanya bung Karno saja, banyak pendahulu kita yang menerapkan hal-hal tersebut untuk menanamkan integritas bangsa pada diri manusia Indonesia. Seperti berdirinya organisasi Budi Utomo itu mencerminkan bahwa rasa nasionalisme para pemuda sangatlah tinggi terhadap bangsanya. Apalagi pada saat itu masih gencar melawan kolonialisme Belanda terhadap Indonesia. Lalu, apa yang harus kita kerjakan sekarang kalau kemerdekaan sudah terwujud?

Salah apabila berkata merdeka. Indonesia belum merdeka 100%, karena proklamasi yang terceletuskan 68 tahun silam. Mungkin bangsanya sudah merdeka, namun apa bisa menjamin pola pikir masyarakatnya sudah merdeka. Karena pola pikiyr masyarakat Indonesiay sudah dijajah oleh otak kapitalisme. Sebab mereka tahu Indonesia bukan lagi negara yang bisa diserang dengan perang. Itu sangat terbukti pada kata-kata bung Karno yang meminta 10 pemuda untuk mengguncang dunia. Maka para kapitalis membaca jalan pikiran dari sini, sebelum para pemuda tersebut mengguncang dunia maka mereka memblokade otak para pemuda ini untuk bisa menggoncang dunia. Maka ini lebih kepada pencucia otak (brain wash).

Dan inilah menjadi penghambat, penyumbat gerakan pemuda bangsa untuk membangun bangsanya. Namun, jangan selalu disalahkan kepada para kapitalis ini. Ciptakan pola piker yang cerdas, sehingga cita-cita “patah satu tumbuh seribu” terwujud. Tak bisa terelakkan kita bangga pernah memiliki Soekarno. Yang mana pada masanya seluruh dunia berebut pengaruhnya. Maka tumbuhkan dalam diri pemuda Indonesia otak Soekarno agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang dianggap bangsa lain.

Hidupilah bangsamu, jangan menggantungkan hidup pada bangsamu. Maka, tak perlu lagi Indonesia mengirim para pahlawan devisanya ke Malaysia. Karena memang Malaysia memiliki kepentingan politik sendiri terhadap Indonesia. Coba bayangkan cabut semua TKI kita, kelimpunganlah Malaysia dalam membangun negaranya. Karena memang Malaysia masih membutuhkan tenaga ahli dari Indonesia. Mereka adalah bangsa yang malas. Hanya saja mereka kekurangan rakyat maka mereka masih mebutuhkan para ahli Indonesia. Oleh karena itu warga Indonesia sendiri masih ingi menggantungkan hidup disana karena memang disana mereka masih dihargai.

Kembali kepada topic, mari kita tumbuhkanpola piker yang idealis bukan pragmatis. Karena sesunggunya kita inilah yang menjadi seribu bibit unggul yang ditanam oleh para pendahulu kita untuk terus tetap meneruskan perjuangan mereka. Karena sesungguhnya perjuangan belum selesai. Dahulu kita berjuang melawan imperialis sekarang kita berjuang melawan kapitalis. Hanya disitulah mungkin titik perbedaannya walaupun pada sesungguhnya masih dalam satu garis besar yaitu perjuangan untuk menunjukkan identitas bangsa. Dengan memnanamkan pada diri kita bibit jiwa idealis bukan pragmatis dan keinginan untuk membangun bangsa sampai titik darah penghabisan seperti para pahlawan-pahlawan kita terdahulu. Sehingga kibaran sang merah putih tak hanya tersenyum pada tanggal 17 Agustus 68 tahu silam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun