Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Blue Bird Harus Marah?

24 Maret 2016   18:09 Diperbarui: 24 Maret 2016   18:16 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Para supir taksi Blue Bird dan dari perusahaan taksi lainnya rupanya harus berdemonstrasi sampai dua kali hanya untuk menunjukkan bahwa Burung Biru si raja taksi benar-benar marah. Kalau yang pertama dua minggu yang lalu berjalan tertib tidak demikian dengan demo yang kedua. Pada demo yang kedua yang diikuti lebih banyak sopir taksi berjalan dengan kekerasan, dan anarki.  Menghalalkan segala cara adalah kata yang tepat. Bahkan ini tidak menunjukkan bukan tindakan yang demokratis.

Mengapa Blue Bird harus marah dengan munculnya taksi model baru UBER dan GRAB? Kalah saingan? Seperti begitu. Tapi, bisnis kan memang suatu persaingan.  Yang lebih siap akan menggilas yang kurang siap. Entitas bisnis yang lebih bagus memberikan pelayanan kepada konsumen akan memenangkan persaingan. Bagi seorang politisi berlaku ungkapan bahwa kita tidak berada di ruang hampa.  Artinya pemain bisnis tidak akan berada sendirian, pasti akan menemui persaingan. Karena bisnis adalah persaingan. Ini tidak bisa dibantah.

Blue Bird yang dalam puluhan tahun terakhir menjadi raja taksi di Indonesia selama ini menikmati tampuk singgasana. Namun jangan lupa bahawa sudah puluhan perusahaan taksi gulung tikar karena kalah bersaing dengan Blue Bird. Bahkan ada yang diakuisisi oleh Blue Bird. Ini hukum alam yang tidak bisa dihindari.  Kalaupun ada protes, sifatnya minor. Blue Bird dengan gagahnya terus membentangkan sayapnya.

Masyarakat tentu tidak lupa bahwa kehadiran Blue Bird di beberapa kota seperti Bandung, Surabaya, dan Denpasar, awalnya tidak  diterima oleh perusahaan taksi yang sudah lebih dahulu beroperasi di sana. Blue Bird dengan kekuatan manajemen, dana, kelebihan dalam pelayanan, dan lobby yang bagus, telah berhasil secara perlahan tetapi pasti beroperasi di ketiga kota-kota tersebut. Kembali hukum alam, yang kuat menggilas yang lemah. Semuanya seperti berjalan mulus. Akan tetapi jangan lupa bahwa perusahaan taksi yang kecil terpinggirkan.

Fenomena baru:

Nampaknya Blue Bird dan taksi konvensional lainnya tidak siap menghadapi fenomena baru  taksi dengan aplikasi teknologi. Buktinya adalah Blue Bird dan kawan-kawannya sesama taksi terkaget-kaget melihat penerimaan masyarakat yang begitu luas terhadap taksi beraplikasi teknologi. Awalnya Blue Bird dan kawanan taksi konvensional hanyalah sekadar persaingan harga.  Sebagai perusahaan jasa Blue Bird tidak sepenuhnya salah karena keberhasilan perusahaan  jasa akan ditentukan oleh baik atau buruknya jasa yang diberikan. Sebagai raja taksi di Indonesia Blue Bird memang selama puluhan tahun tidak ada yang bisa melawan dalam hal servis terhadap penumpangnya. Kelompok Blue Bird pun bertambah besar kalau tidak bisa disebut raksasa taksi dan muncul dengan berbagai jasa layanan angkutan darat dan yang sejenis. Penumpang pun dimanjakan dengan layanan pemesanan taksi 24 jam. Bukan hanya itu, taksi-taksi yang mewah juga dimiliki kelompok usaha Blue Bird selain jasa bis jarak jauh. Bahkan jasa antar jemput anak-anak sekolah asing juga dimiliki kelompok ini. Pokoknya kelompok ini komplit, lengkap, dan komprehensif.

Dari segi manajemen kelompok usahanya, Blue Bird adalah perusahaan keluarga yang sukses dalam estafet regenerasi kepemimpinan. Ketika mitos masih ada di masyarakat kita bahwa sulit untuk melakukan transfer kepemimpinan ke generasi ketiga, terbukti mitos itu dirubuhkan oleh Blue Bird. Generasi ketiga tampil dan makin memantapkan kinerja, wajah, dan reputasi kelompok usaha Blue Bird. Ini menyebabkan timbulnya rumor bahwa kelompok Blue Bird diminta membantu pertaksian di Singapura dan di beberapa negara Teluk.  Singkatnya, kelompok usaha Blue Bird telah menjadi role model.

Rusaknya reputasi:

Reputasi Blue Bird yang begitu baik dan nyaris sempurna dalam seketika rusak oleh demonstrasi para supir taksinya. Demonstrasi pertama yang berjalan damai, aman, dan tenang boleh dikatakan hampir tidak mengganggu reputasi Blue Bird. Lain halnya dengan demonstrasi kedua, Blue Bird dan kawan-kawan memacetkan kota metropolitan  Jakarta. Bukan hanya unjuk rasa, tapi sudah masuk ke kawasan anarki. Perusakan terjadi di banyak tempat.

Demonstrasi kedua telah membuat masyarakat Jakarta ketakutan. Burung biru yang semula ramah, bersahabat, dan menyenangkan tiba-tiba berubah menjadi burung yang marah besar seakan-akan hendak mematuk siapa saja yang tidak sependapat, tidak sejalan, dan mengganggu mereka.  Burung biru yang menyenangkan telah berganti rupa menjadi monster biru raksasa yang membuat orang pontang-panting.  Friendly Blue Bird telah berubah dalam waktu singkat menjadi Angry Blue Bird..

Memang kericuhan praktis hanya terjadi pusat kota Jakarta. Tapi, ini memang gaya unjuk rasa. Dengan melakukan demonstrasi di tempat-tempat seperti Istana Presiden, kawasan MONAS, bundaran Hotel Indonesia, Gedung DPR-MPR, dan instansi-instansi terkait, pasti akan menjadi liputan media massa. Memang ini strategi yang paling jitu agar masyarakat luas mengetahui unjuk rasa ini. Sayangnya, telah terjadi ekses-ekses yang tidak dikehendaki siapapun. Ini membuat para petinggi Blue Bird dengan tergesa-gesa membuat pernyataan, mengadakan konperensi pers, dan muncul di media televisi dengan maksud menetralkan keadaan. Sayangnya, kerusakan sekejap telah merusak reputasi kelompok usaha Blue Bird dan tidak bisa dikembalikan dengan upaya public relations dalam waktu singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun