Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Segar

Relevankah "Diam Itu Emas" di Bulan Ramadhan?

19 Mei 2019   04:30 Diperbarui: 19 Mei 2019   04:34 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar (sumber; solarcide.com)

Ungkapan bijak mengatakan 'Diam itu emas'. Mungkin bisa diartikan, lebih baik mendengar dari pada menyanggah pembicaraan orang. Kira-kira begitulah maknanya. 

Atau bisa juga dari pada bertutur kata yang tidak ada manfaatnya lebih baik diam. Banyak maknanya yang tersirat dari ungkapan diam itu emas.

Masihkah ungkapan bijak itu relevan dalam konteks zaman digital ini ...?
Mungkin jawabannya berpulang kepada kita masing-masing. Tulisan ini hanya mencoba mengulas dari sudut pandang lain.

Sejak satu dasawarsa ini teknologi dan informasi begitu cepat berkembang. Dengan layar sentuh dari hp pintar dan dengan memainkan jemari dalam sekejap informasi jadi mudah disampaikan ke lini massa media social (medsos).

 Percakapan demi percakapan dalam dunia maya begitu dinikmati hampir rata oleh manusia di planet ini. Ya, siapa yang tidak kenal dengan Whatsapp (WA), Instagram (IG), Telegram dan sebagainya sebagai bentuk dari percakapan dalam group. Belum lagi di fb maupun twitter.

Ada percakapan yang menyampaikan informasi yang bermanfaat dan bersifat membangun serta edukasi. Namun tidak sedikit pula komentar yang tentu saja mengundang kita prihatin dan miris berupa ujaran kebencian, fitnah maupun hoaks.

Tidak sedikit pula pelaku ujaran kebencian maupun fitnah dan hoaks yang sudah tertangkap dan diproses oleh yang berwajib.

Terlebih lagi itu diumbar dalam bulan Agung yakni bulan Suci Ramadhan. Sangat kita sesalkan perilaku orang yang masih saja berbuat yang tidak pantas di medsosnya.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh rahmat, berkah dan maghfirah dari Allah Swt. Bulan kemuliaan yang di dalamnya kita berlomba-lomba untuk berbuat kebajikan serta amal-amal ibadah agar menjadi orang-orang yang bertakwa.

Saking mulianya bulan ini hingga disebut sebagai penghulu segala bulan. Bulan yang segala amal dan perbuatan yang baik dilipatgandakan pahalanya.

Tentu bagi siapa yang menjumpai dan mendapatkan bulan ini akan sangat bergembira menyambut dan menjalankan berbagai ritual agama dan amal-amal lainnya.

Ibadah puasa yang dijalankan sebulan penuh tidak saja menahan makan dan minum di siang hari tapi juga hal-hal seperti sikap dan tutur kata pun harus menjadi perhatian utama agar nilai ibadah puasa kita tidak rusak apa lagi hilang di mata Tuhan.

Sikap dan tutur kata ini sangat penting sekali diperhatikan oleh siapa saja yang namanya manusia. Menjaga lidah dan lisan tidak sekedar menahan ucapan yang sia-sia. Tetapi apa yang disampaikannya juga bermanfaat bagi orang lain dan juga dirinya.

Bila tidak mampu tentu lebih baik diam. Dan kita mengetahui dari berbagai pemberitaan media masa cetak / online sangat menyayangkan beberapa pelaku ujaran kebencian dan fitnah bahkan ada sampai mengatakan memenggal kepala presiden.

Secara etika pelaku memang tidak bisa dikatakan manusia beradab. Padahal itu sudah jelas melanggar ketentuan hukum dan undang-undang ITE yang berlaku di negeri ini.

Lantas apa yang salah...?

Yang salah adalah niat / nawaitu pelaku tersebut yang telah sengaja melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma agama dan hukum yang berlaku. Padahal kita tahu rata-rata para pelaku itu kebanyakan pernah mengenyam pendidikan tinggi.

Dan bisa dibilang pula bahwa pendidikan tinggi tidak menjamin akhlak dan perilaku manusia tersebut. Miris jadinya.

Kembali ke pokok persoalan yaitu 'diam itu emas'. Apabila ini kita hubungkan dalam konteks bulan suci Ramadhan dan dunia maya, rasanya ungkapan itu tetap masih relevan.

Artinya jika kita belum bisa menyampaikan sesuatu yang bermanfaat maka lebih baik diam atau cukup mendengarkan serta menyimak apa yang kita lihat dari informasi di lini massa medsos.

Namun terkadang, tentu akal dan jemari kita yang sepertinya sudah menyatu itu tidak mungkin rasanya untuk membalas berupa tanggapan. Terlebih lagi kalau yang akan ditanggapi itu tentang informasi yang salah / keliru.

Sebatas untuk tidak sampai memperkeruh suasana tetap silahkan. Asal saja tidak membalas dengan mengumbar ujaran kebencian apa lagi sampai memaki pula.  

Saya pribadi pun juga melakukan seperti itu. Malah tidak seperti biasanya penulis lebih banyak 'berdiam diri' sementara dari medsos. Dimana di hari-hari atau bulan sebelumnya, penulis termasuk sedikit 'agresiv' dalam menyangkal berita informasi yang bersifat fitnah, hoaks dan ujaran kebencian.

Bila terlalu parah tentu saja tidak segan melaporkan ke pihak yang berwajib untuk segera diproses. Karena membiarkan hal demikian sama saja membiarkan virus  berbahaya bertebaran di jagad maya. yang dapat merusak ukhuwah wathaniyah kita dalam sebagai satu bangsa.

Dengan kata lain, membiarkan realita yang buruk pada ruang dan waktu, sama saja mengantarkan orang jahat menjadi berkuasa.

Untuk mencegah hal itu maka, perlu membantu dan menggiatkan amar makruf nahi mungkar.

Hal itu tentu bisa juga dipandang sebagai bentuk 'jihad' kita dalam menciptakan tatanan dunia maya yang jauh dari hal-hal yang tidak direstui dalam agama maupun dalam norma-norma hukum yang berlaku.

Bagi penulis, memandang diam itu emas adalah dalam bentuk skala prioritas. Lebih dilihat dalam bentuk konteks fungsionalnya.

Misalnya, seperti yang penulis sampaikan di atas tadi jika ada menemukan informasi yang salah bahkan menyesatkan semua orang, kita wajib meluruskannya dengan informasi yang factual. Bisa diperoleh dari media mainstream atau sumber-sumber resmi yang valid.

Bila kita tidak menguasi tentang suatu isu yang ditemukan, maka bagi kita cukup 'berdiam' dulu sesaat.  Sambil mencari sumber berita yang valid dan resmi. Atau meminta bantu dengan teman yang dirasa mengetahui dan menguasai persoalan tentang isu tersebut.

Kita boleh saja banyak mengetahui seputar informasi dari aspek apa pun. Namun bila tidak digunakan dalam arti disampaikan hal itu tentu saja membiarkan orang jahat menari-nari dan bernyanyi sesukanya.

Membiarkannya sama juga memberi ruang dan waktu kepada orang-orang yang minim literasi lalu memviralkannya. Diketahui tidak sedikit group-group maupun wall pribadi di fb misalnya, yang masih kedapatan mengumbar berita fitnah dan hoaks serta ujaran kebencian.

Dan hal itu tentu saja bukan suatu pekerjaan mudah untuk mengantisipasinya. Karena kita ketahui bahwa informasi apa pun kalau yang bersifat tendensius apa lagi sampai merusak tatanan bermasyarakat tentu tidak baik bagi kemajuan peradaban bangsa kita.

Maka seyogyanya bagi yang waras dan masih memiliki nurani yang baik harus ikut serta untuk membantu tugas-tugas tidak saja membantu pemerintah, juga dalam mewujudkan dakwah dalam menyebarkan amar makruf nahi mungkar.

Di bulan suci Ramadhan ini pulalah ajang untuk menumbuhkan kesadaran untuk dapat berperilaku bijak dalam menyampaikan sesuatu yang baik di dunia medsos. Dapat dikatakan salah satu bentuk berlomba-lomba dalam berbuat baik. Sekecil apapun itu amal dan perbuatan kita pasti akan di ganjar oleh Allah swt.

 Memang terkadang godaan yang muncul itu tidak saja di dunia nyata tapi lebih banyak muncul di dunia maya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa disadari dalam dunia maya itu kita bisa terjebak dalam bahasa yang ikutan latah.

Ini merupakan godaan berat juga bagi pandangan penulis. Terlebih di bulan Ramadhan ini. Mau kita nyinyirin postingan seseorang di medsos dengan sedikit bahasa yang agak ekstrim pun bisa saja mengalir dari jemari kita.

Jujur saja, penulis pun hampir saja berbuat demikian. Namun akal sehat dan nurani masih kuat berbicara untuk tidak sampai mengumbar kalimat yang ekstrim.
Mungkin dirasakan hal yang sama oleh pembaca, bukan...?

Ya, itu tadi diam itu emas dalam bentuk skala prioritas. Tidak terlalu maju tapi bukan berarti mundur atau diam sama sekali. Maksudnya, selain dengan bijak, juga dengan penyampaian yang logis dengan sedikit penekanan dengan dalil-dalil baik dari hadits maupun dari kitab suci (AL Qur'an).

Tujuannya ialah tidak lain untuk mengikis ujaran kebencian serta fitnah dan hoaks. Terlepas dia mau berubah atau tidak serahkan kepada Tuhan dan doakan agar diberi hidayah dan karunia Nya.  

Jadi untuk menjaga suasana hati di bulan penuh kemuliaan ini tidak salahnya menggunakan medsos dengan bijak. Diam berarti emas dilihat dalam konteks skala prioritas dan fungsionalnya.

Seperti uraian di atas, maka menyampaikan tanggapan atau postingan tetap mengacu pada norma dan etika yang berlaku. Tebarkan kebaikan dan hikmah ramadhan meskipun itu hanya secuil ungkapan di medsosmu.

Bisa juga dengan menyampaikan riwayat perjuangan Nabi Saw dan para sahabat dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar.  

Penutup, izinkan penulis menyampaikan puisi di bawah ini ... 

Emas tetaplah emas,
meski diam tanpa tapa semedi
pintalah aksara cerdas
supaya nurani berseri lagi 


bila  godaan datang
jemari pun gatal terkadang
namun disitu pula ujian mengekang

bentangkan dengan lapang
jangan biarkan kutu pada tanaman
tapi sembuhkan dengan hikmah ramadhan

Wassalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun