Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lika-Liku KPPS & Faktanya

17 Mei 2019   04:30 Diperbarui: 17 Mei 2019   11:20 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KPPS sedang melayani pemilih. Suasana pagi maih terlihat sepi. (dok. pribadi)

Pergunjingan warganet di media sosial (medsos) tentang banyaknya petugas KPPS meninggal karena diracun sungguh sangat diluar batas kewajaran. Terlebih lagi masuk ke ranah politik oleh sebagian praktisi dan politisi. 

Opini pun berkembang dengan berbagai anasir-anasir liar di medsos. Dalam keadaan keluarga yang masih berduka mereka seolah melupakan sisi empati dan simpati kepada keluarga korban.

Penulis setuju apa yang disampaikan oleh salah satu Komisioner Bawaslu RI, M. Afifuddin seperti dilansir dari CNN, "Kita sangat menyesalkan, mengutuk praktik-praktik di luar sisi kemanusiaan. Misalnya ada korban meninggal karena diracun." Beliau sangat menyesalkan politisasi tentang meninggalnya petugas KPPS dengan isu tersebut.

KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) adalah orang-orang yang ditunjuk bekerja di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Mereka bekerja dengan tanpa lelah. Memikul tanggung jawab begitu besar agar penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres serentak tahun 2019 ini dapat berjalan lancar, aman dan tertib.

Mereka bekerja dengan gaji yang tentu kurang sepadan diterimanya. Namun dengan penuh kesadaran mereka siap memikul tanggung jawab besar. Sebagai garda terdepan mereka meninggalkan pekerjaan maupun keluarga.

Sebagai ujung tombak penyelenggaraan pemilu dan pilpres serentak 2019 ini tentu memiliki rasa was-was jika sekiranya mereka tidak maksimal dalam bekerja. Wajar hal itu terlintas dalam pemikirannya.

Mulai dari persiapan tempat sampai esoknya menyelenggarakan pemilu bukan suatu hal yang sekedar formalitas belaka. Tapi lebih dari itu semua potensi dan energi dikerahkan untuk itu.

Memang ini merupakan tantangan berat dirasakan. Kenapa...? Karena Pileg dan Pilpres serentak 2019 ini disebut sebagai pemilu yang rumit dan baru pertama kali diadakan di dunia.

Dengan begitu mereka pun rela untuk mengurangi waktu tidur /istirahatnya. Baik itu sehari sebelum hari H maupun saat penghitungan suara yang rerata diselesaikan tengah malam dan menjelang waktu shubuh. Bahkan ada yang selesai pagi harinya.

Diakui memang dengan faktor kelelahan ditambah tingkat stres itulah daya imun tubuh jadi menurun. Yang tentu saja dapat memicu penyakit-penyakit bawaan yang pernah dialaminya, seperti penyakit jantung, asma, diabetes, pembengkakan jaringan saraf dan sebagainya. 

Sehingga banyak petugas KPPS yang terkapar baik di saat bekerja maupun sesudah bekerja di rumah sakit atau pun di rumah. Yang pada akhirnya ajal pun menjemput.

Sebagaimana dikutip dari Tempo.Co, data KPU pada Selasa, 7 Mei 2019, jumlah sementara petugas KPPS yang meninggal sebanyak 456 orang. Sementara, sebanyak 4310 petugas KPPS dinyatakan sakit.

Melihat dari hasil itu tentu ini bukan sekedar kejadian biasa. Meski pada Pilpres 2014 lalu ada petugas KPPS yang meninggal sebanyak 144 orang. Namun begitu ini memang diakui sebagai kejadian diluar dugaan.

Kita tetap memandang bahwa peristiwa itu hendaknya dijadikan suatu pelajaran ke depannya bagaimana korban tidak berjatuhan lagi dalam tiap penyelenggaran pesta demokrasi rakyat ini.

Kita pun melihatnya harus dengan jernih. Gunakan kacamata humanity serta agama. Seperti dalam ceramah-ceramah pengajian bahwa rezeki, jodoh, dan maut adalah urusan Allah Swt yang berkuasa. Tentang ajal para petugas KPPS itu barangkali ini sudah takdir yang ditentukan oleh-Nya.

Semoga amal ibadah petugas KPPS yang meninggal dalam menjalankan tugas Negara itu diterima di sisi-Nya. Dan kepada keluarga korban yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menerima ujian ini, Aamiin.

Penulis  dalam hal ini juga sebagai petugas KPPS. Ikut merasakan sedikit tegang dan kurang tidur baik menjelang hari H maupun sesudahnya disaat penghitungan suara diselenggarakan.

Dimulai dari penunjukkan ketua dan petugas KPPS oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) secara resmi. Berbagai syarat administrasi dilengkapi. Salah satunya adalah surat pernyataan sehat.

Surat pernyataan sehat tersebut oleh petugas KPPS kebanyakan diurus lewat Puskesmas. Sebagian kecil lainnya ada yang dikeluarkan oleh dokter yang membuka klinik di sekitar permukiman /perumahan petugas KPPS.

Dengan selembar surat rekomendasi pernyataan sehat yang dikeluarkan oleh Puskesmas itu telah dianggap memenuhi syarat sebagai petugas KPPS.  Lantas apa saja yang diperiksa?

Seperti yang penulis alami beserta rekan-rekan petugas KPPS lainnya, setelah menyerahkan foto copy kartu keluarga (KK) kami menunggu beberapa saat. Menunggu selembar surat pernyataan sehat yang ditandatangani oleh dokter puskesmas.

Apakah ada ditanya tentang riwayat penyakit dan /atau pemeriksaan medis standar saat di puskesmas? Misal, tensi darah atau Hb darah. Beberapa puskesmas lain mungkin saja ada. Tapi di tempat Puskesmas kami hal itu tidak dilakukan. Hanya menanyakan berat badan dan golongan darah saja.

Mungkin dikarenakan banyaknya petugas KPPS yang mengurus surat sehat itu dan mengingat bisa memakan waktu cukup lama, maka pengecekan medis standar tidak dilakukan di puskesmas kami. Untuk pengurusan surat sehat di Puskesmas ini tidak dipungut biaya alias gratis.

Selanjutnya, masuk kepada bimbingan teknis (Bimtek) tentang tata cara penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres serentak tahun 2019 ini oleh PPS beserta perwakilan KPU di kantor kelurahan.

Mulai dari pembagian C-6 atau undangan pemilih kepada warga, tata cara pelaksanaan pemilu, tentang DPTb dan DPK, kertas surat suara yang ditandatangani, sampai kepada penghitungan suara dan penulisan berita acara seperti model C-1 berhologram beserta salinannya sesuai jenis Pemilu. 

Di sini kita bisa melihat begitu semangatnya para petugas KPPS dalam mengikuti bimtek tersebut. Terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh petugas KPPS kepada PPS dan KPU. 

Image caption
Image caption

Dari  amatan penulis, sebagian besar yang hadir dalam bimtek tersebut banyak yang anggota pemula. Rata-rata usia yang hadir saat itu di dominasi usia 30-40. Untuk usia 40 ke atas lumayan banyak. Memang dibatasi jumlah yang hadir. Masing-masing TPS mengirimkan wakilnya sebanyak 2-3 orang.

Penulis pun pernah menyampaikan kepada rekan-rekan petugas KPPS lainnya saat mengambil berkas undangan C6 di kantor Lurah bahwa penyelenggaraan pileg dan pilpres serentak ini membutuhkan konsentrasi penuh dan energi besar.

Yang akan sedikit rumit dan memakan waktu lama adalah saat menulis rekap berita acara (BA) yang dimulai dari model C1 Plano ke dalam masing-masing form Model C1 hologram beserta salinannya sesuai jenis Pemilu.

Jika sumber daya manusianya handal, diperkirakan waktu tercepat selesainya bisa antara pukul 21.00 -- 22.00. Dan paling lama rata-rata antara pukul 24.00 -- 02.00 WIB.

Sebagai kuncinya adalah, sesudah pembukaan acara pemilu, kertas surat suara itu dihitung dengan teliti. Termasuk tambahan 2%. Jangan sampai ada kertas surat suara terselip dengan kertas surat suara yang sama atau dempet. Untuk diketahui, ada 5 jenis kertas surat suara yaitu pemilihan; Presiden dan Wakil Presiden, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota.

Kertas surat suara itu dicatat dulu dibuku notes. Kemudian buatkan catatan jumlah pemilih laki-laki dan perempuan berdasarkan C.6, DPTb dn DPK. Ini bertujuan untuk meminimalisir kekeliruan pengimputan data resmi yang akan dibuat berita acaranya nanti.

Penulis sampaikan juga, ini jangan sampai bersalahan dalam menjumlahkannya. Karena nanti akan dicocokan dengan jumlah surat suara saat penghitungan dimulai.

Singkatnya penulis utarakan yang inti saja. Diskusi pun terjadi sesaat sambil menunggu antrian pengambilan berkas C6. Penulis sampaikan juga bahwa ini yang ke 7 kalinya penulis ikut sebagai petugas KPPS.

Dikarenakan itu pula penulis sedikit banyaknya paham tentang persoalan sebagai KPPS di lapangan nanti. Ini bukan bermaksud sombong. Sama sekali bukan. Ini hanya semata karena Pileg dan Pilpres serentak ini memang dikatakan sangat rumit dan melelahkan sebagaimana uraian dari petugas PPS.

Selanjutnya, saat penghitungan surat suara dimulai, maka harus kita hitung dulu surat suara dalam kotak suara. Dimulai dari Kotak surat suara Presiden. Perlu diketahui bahwa jumlah surat suara di Kotak Presiden bisa saja tidak sama dengan misalnya kotak suara di DPRD Provinsi maupun Kab/Kota. Karena faktor dari pemilih yang pindah sebagai DPTb yang dikarenakan bekerja atau mahasiswa yang bukan warga disekitar TPS.

Penjelasan singkat dan diskusi kami itu ternyata membantu buat petugas KPPS lainnya terutama yang pemula atau yang baru 1 -- 2 kali ikut sebagai petugas KPPS.

Pada realitanya saat pemilu diselenggarakan beberapa TPS ada pemilih DPTb yang hanya mendapat 2 lembar surat suara yakni Presiden dan DPD. Bahkan ada yang satu surat suara saja untuk presiden, karena pindah antar provinsi.  

Sebaliknya bisa saja terjadi kealpaan dalam memberikan kertas surat suara tanpa sengaja  oleh ketua KPPS karena mengingat faktor lelah dan mulai diserang rasa kantuk. Misal, pemilih DPTb yang harusnya mendapat kertas suara 3 lembar, tetapi  yang diberikan tetap 5 lembar.

Tahu akan hal itu ketua KPPS tersebut pasti dilanda rasa bersalah. Ini juga yang memicu tingkat stress jadi bertambah tinggi. Yang pada akhirnya dapat memicu riwayat penyakit lainnya.

Itu bisa tidak terjadi jika para saksi yang hadir dan duduk di samping atau belakang meja ketua KPPS jeli melihatnya dan segera memberitahukan kepada ketua KPPS untuk segera mengembalikan kertas surat suara yang berlebih.

Begitu juga dengan petugas KPPS bagian pendaftaran (petugas nomor 4 dan 5) harusnya memberikan kertas kecil sebagai catatan bahwa pemilih DPTb ybs terdaftar hanya mendapat kertas surat suara sebanyak misalnya, 3 lembar.

Sebab, diawal sudah disampaikan tentang catatan khusus yang dibuat sebagai keterangan bahwa ybs adalah pemilih itu sebagai DPTb yang jumlah surat suara yang diterimanya hanya sekian.

Misal, si Fulan pindah kota memilih dalam satu provinsi karena faktor pekerjaan atau mahasiswa. Dia pasti membawa surat keterangan dari KPU sebagai DPTb pemilih di kawasan TPS tersebut.

Untuk jadwal memilihnya tetap antara pukul 07.00 -- 12.00 WIB. Dan dia mendapatkan kertas surat suara sebanyak bisa 2 atau 3 lembar. Tergantung wakil DPRD yang akan dipilih apakah masih masuk dalam Kota asalnya atau bukan.

Memanfaatkan halaman dan teras rumah sebagai tempat TPS. Terlihat pemilih sedang menunggu antrian dipanggil. (dok. pribadi)
Memanfaatkan halaman dan teras rumah sebagai tempat TPS. Terlihat pemilih sedang menunggu antrian dipanggil. (dok. pribadi)
Berbeda dengan DPK. Untuk DPK merupakan warga sekitar TPS yang tidak memiliki C6 dan surat A5 dari KPU sebagai tambahan. Mereka cukup dengan membawa e-KTP, SIM atau Pasport. Jadwalnya sudah jelas antara pukul 12.00 -- 13. 00 WIB.

Nah, kebanyakannya disinilah yang terkadang sering lupa. Meski tetap mencatatnya tetapi kemungkinan kealpaan bisa terjadi. Ini dibilang bisa faktor kelelahan sehingga menjadi lupa. Dan ini manusiawi semata. Kecuali kalau itu memang disengaja.

Disaat penulisan berita acara dan rangkap lainnya, terkadang menjadi molor karena penerangan kurang maksimal. Atau salah satu anggota KPPS sakit dan perlu dibawa ke puskesmas atau rumah sakit.

Faktor kurang tidur /istirahat adalah faktor yang utama membuat petugas KPPS menjadi kelelahan. Penulis pun juga mengalaminya sehingga tanpa sadar tertidur tidak sampai setengah jam di kursi. Itu terjadi disaat penghitungan suara sedang berjalan, dan penulis minta izin rilek sejenak setelah bergantian membacakan hasil pemungutan suara.

Meskipun selesai penghitungan dan penandatanganan BA semuanya menjelang pukul 24.00 malam. Tapi faktor kelelahan yang sangat itu terasa sekali dirasakan pada tubuh.

Tentang sarapan dan makan pun kami telah menunjuk seseorang diluar petugas KPPS. Untuk minum teh dan kopi serta snek kami tunjuk tuan rumah yang kami jadikan lokasi TPS karena memiliki halaman yang lumayan luas.

Faktor ruwet selanjutnya adalah disaat penulisan Berita Acara. Banyak juga yang bersalahan dalam menulisnya. Ini bisa jadi dikarenakan faktor ketegangan. Sehingga mengakibatkan stress dan menjadi tidak konsentrasi.

Setelah selesai penghitungan surat suara di C1 Plano maka hasilnya dituliskan ke form C.1 Hologram beserta salinannya sesuai jenis Pemilu. Yang kemudian diberikan kepada para saksi dan pengawas pemilu /TPS.

Jika para saksinya ada mewakili seluruh partai (16 partai), ya harus dibuat seluruhnya. Begitu juga jika ada 10, dibuat juga sebanyak itu. Disini faktor lama juga menuliskannya.

Tetapi tidak semua TPS para saksi partai semuanya hadir. Disekitar lingkungan TPS penulis ada saksinya 5,6, atau 7. Tempat TPS penulis bertugas saksinya yang hadir cuma 4 orang ditambah 1 Panwas. Saksi yang 4 tersebut yaitu; saksi capres 01 , capres 02, Partai PDIP, dan Partai Golkar.

Demikian penjelasan uraian singkat lika-liku sebagai petugas KPPS. Penulis pun sangat menyangsikan bahwa ada petugas KPPS yang meninggal karena diracun. Itu sudah sangat berlebihan rasanya kalau bukan dikatakan opini brutal.

Penulis sepakat apa yang disampaikan oleh Menkes tentang kesimpulan sementara penyebab petugas KPPS meninggal. Yang intinya di picu dari faktor kelelahan tadi sehingga membawa efek riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya.

STOP POLITISASI PETUGAS KPPS YANG MENINGGAL !!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun