Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - KETUM AP2I

Ukirlah sejarah melalui tulisan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kasus ABK Indonesia di Luar Negeri, Cermin Lemahnya Perlidungan Pemerintah

21 Mei 2015   04:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jakarta- Ironis, nasib ABK di luar negeri sudah jadi Budak selama 3 tahun, gajinya belum dibayar, setelah dipulangkan ke Indonesia kasusnya tidak dipedulikan pemerintah, (21/5/15).

Edy Supriyono, pemuda asal Pati, Jawa Tengah mempertanyakan keadilan untuk dirinya dan ke 40 teman sependeritaannya, bekerja sebagai Anak Buah Kapal di kapal penangkap ikan milik perusahaan Taiwan di perairan Carriebbean merupakan pengalaman terpahitnya.

Dari mulai tertipu sejumlah uang oleh Sponsor perusahaan, dipalsukan dokumen buku pelautnya, dijanjikan kerja di kapal besar dan mewah, mabuk laut sampai 1 bulan, dipaksa bekerja 20 jam perhari, sakit tetap disuruh kerja, minimnya obat-obatan, kekerasan fisik, tidak bisa berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia, tidak pernah ke daratan, ditelantarkan selama 6 bulan tanpa makanan yang mencukupi, dipulangkan tanpa menerima gaji dan setelah pulang dijadikan korban proposal oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengaku peduli TKI.

"Itu pengalamanku dan kawan-kawan ABK yang diberangkatkan ke luar negeri melalui PT. Bahana Samudera Atlantik (BSA) di daerah Bekasi yang sekarang sudah tutup (kabarnya)" ujar Edy berkeluh kesah.

Lain Edy, Agus asal Cilacap mengatakan, sudah 3 tahun tak digaji, dijanjikan program bantuan reintegrasi sosial oleh LSM Internasional. Harapan dari gagalnya ia menjadi TKI Pelaut, bantuan tersebut diharap dapat sedikit mengobati luka hatinya (gaji tak dibayar). Usaha ternak Bebek menjadi pilihan alternatif bagi dirinya dan 7 orang temannya sesama korban, mereka disuruh membuat grup dan kemudian proposal pengajuan ternak diserahkan kepada LSM lokal mitra dari LSM Internasional (si penjanji). alih-alih agar program disetujui oleh si penjanji, LSM lokal menyuruh Agus cs untuk menyiapakan beberapa kwitansi kosong dan menandatangani dana pengajuan program sebesar 81 juta rupiah. Setelah semua persyaratan selesai diajukan kepada LSM lokal yang kemudian akan di serahkan kepada LSM Internasional yang menjanjikan, sejak 2013 hingga detik ini Agus cs belum menerima dana bantuan tersebut. "Kemana dana itu lari?" Tanya Agus.

Selain itu, lanjut Agus, kami juga telah melaporkan PT. BSA kepada pihak yang berwajib (polisi) sejak 2013 silam dengan laporan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kemudian, kami juga sudah mengantongi bukti surat keterangan dari Syahbandar atas kepemilikan dokumen buku pelaut kami yang ternyata tidak terdaftar di kementrian perhubungan (palsu). Namun, hinggs kini pihak yang berwajib juga belum bisa mensngkap para pelaku. "Saya tidak tahu kenapa?" bingung Agus.

Kisah Dana, pemuda asal Indramayu lebih tragis, 3 tahun tak ada kabar, setelah dipulangkan ternyata istri tercintanya tak mau mengakuinya dan menganggap bahwa ia sudah mati serta istrinya sudah kawin lagi dengan lelaki lain. "Istriku sayang... aku pulang, tapi belum bawa gaji karena perusahaan bangkrut. Tapi nanti pasti akan dibayar setelah kapal dijual oleh pemerintah" ujar Dana kepada istrinya.

"Ehh... siapa kamu ? 3 tahun tidak kasih kabar, aku kira kamu sudah tiada, tidak pernah kirim uang dan lupa keluarga. sekarang pulang tidak bawa gaji, dikemanain uangnya? maaf mas... jangan salahkan aku, kini aku sudah menikah lagi karena aku tak pernah dapat kabar darimu apalagi kiriman uangmu" ratap Dana menirukan ucapan istrinya saat ia baru pulang dari luar negeri.

Sedikit cerita tentang para ABK Indonesia yang bekerja di kapal luar negeri, mereka adalah bagian dari total 203 ABK korban perdagangan orang pada 2012 silam yang hingga kini kasus dan gajinya belum terselesaikan. "Cerita mereka seharusnya menjadi cerminan bagi pemerintah Indonesia untuk secepatnya memberikan, meningkatkan dan mengutamakan sistem perlindungan kepada para TKI Pelaut yang mengalami permasalahan dan kerugian, baik kerugian Materiil maupun kerugian Imateriil para korban yang patut diprioritaskan penyelesaiannya oleh pemerintah" kritik SPILN.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun