Mohon tunggu...
IMAM SYAFII
IMAM SYAFII Mohon Tunggu... Pelaut - KETUM AP2I

Ukirlah sejarah melalui tulisan!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dibalik Misteri Kapal Young Duck No.3, 203 ABK WNI Menderita

15 November 2015   04:39 Diperbarui: 15 November 2015   08:35 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Saat penulis mengemudikan kapal operasi Fulness 6 di perairan Chaguaramas untuk menarik salah kapal lainnya milik PT. Kwo Jeng yang terseret karena jangkar yang dipasang tak kuat menahan derasnya arus bawah laut "][/caption]Status kapal Cargo Refeer YOUNG DUCK No. 3 bagai misteri, salah satu kapal kolekting terbesar milik PT. Kwo Jeng Trading Co. Ltd yang berdomisili di Kota Kaohsiung, Taiwan, bagai lenyap tertelan ombak. Selain kapal tersebut, ada juga kapal Hsiang Anh dan kapal Chai Horn milik Kwo Jeng yang terdampar di perairan Abidjan, Afrika.

Tiga kapal besar tersebut merupakan milik sebuah perusahaan besar yang sudah 15 tahun lebih beroperasi di bidang perikanan (Kwo Jeng Red.), salah satu perusahaan perikanan tersohor di Kaohsiung, Taiwan.

Terbongkarnya kasus tersebut pada pertengahan tahun 2012 silam, tepatnya pada bulan Juli 2012. Dimana sebanyak 203 Warga Negara Indonesia (WNI) yang dipekerjakan sebagai Anak Buah Kapal (ABK) oleh PT. Kwo Jeng dibiarkan terlantar di perairan Trinidad and Tobago dan di perairan Abidjan. Selain kapal Young Duck No.3, Chai Horn, dan Hsiang Anh di perairan Abidjan, ada kapal Atlantica Rica, Fa Fa Fa, Liu Liu, San Ling Er, Hsiang Pao, Hui Ta, Hsiang Fa, Yung Ying, dan Rich di perairan Trinidad and Tobago.

Semua kapal-kapal tersebut diatas adalah armada kapal milik PT. Kwo Jeng Trading Co. Ltd, yang disita oleh pemerintah setempat akibat kasus penelantaran 203 WNI yang diketahui diberangkatkan oleh PT. Karlwei Multi Global (KARLTIGO) dan PT. Bahana Samudera Atlantik (BSA) yang berdomisili di Jakarta Barat dan Bekasi, namun kini kedua perusahaan pengirim tersebut telah tutup.

Terdapat ratusan pekerja, mulai dari China, Myanmar, Vietnam, dan juga Indonesia. Untuk jumlah totalnya tidak begitu jelas, tapi untuk korban asal Indonesia sendiri ada 203 orang. 203 korban tersebut terpecah ke dua negara/perairan. Yakni, di Trinidad dan di Abidjan.

Pekerja asal China dipulangkan lebih dulu bersama kapten-kapten kapal, sebelum pulang kapten kapal berpesan bahwa para ABK diharap menunggu diatas kapal yang di jangkarkan. Ada yang jangkaran di 1 mill dari pelabuhan Porth Of Spain (POS) dan ada yang dijangkarkan 1 mill dari pelabuhan Chaguarammas di Negara Trinidad and Tobago, Kepulauan Karibia, dekat Venezuela, Amerika Selatan. Pesan kapten adalah, tunggu 3 minggu di atas kapal dan rawatlah kapal, makanan dan solar masih cukup untuk satu bulan lebih, nanti 3 minggu ada jemputan dari perwakilan perusahaan pengirim untuk memulangkan dan membayar gaji para pekerja.

Setelah 3 minggu ditunggu, jangankan ada jemputan pulang, kabar pun tak terdengar. Para pekerja hidup di atas kapal jangkaran tanpa makanan yang mencukupi dan solar yang semakin menipis. Jarak yang jauh dari daratan membuat para pekerja merasa hidup tapi mati, mati tapi hidup. Mereka makan sehari sekali, itupun sepiring berlima dengan memasak beras berjamur sisa stok waktu di tengah laut dan hasil dari memancing ikan untuk lauk setiap hari.

Sebulan, dua bulan, hingga tiga bulan berlalu tanpa ada kepastian dari siapapun. Hidup dalam bayang kematian dan perasaan takut, lapar, bingung, dan pasrah akan keadaan. Makanan habis, solar habis, dan semua gelap gulita bagai di atas 'Kapal Neraka'. Hidup bagai dalam sebuah tempurung yang terapung tanpa kepastian, bisa melihat daratan hanya lampu-lampu kecil yang terpampang namun tak ada daya untuk menjangkaunya. Para pekerja bisa hidup dan memasak menggunakan kayu bakar dari tatakan palka tempat menyimpan ikan yang menggunakan palet dari kayu.

Sekitar 170 pekerja asal Indonesia yang terdampar di perairan Trinidad tersebut akhirnya nekat dan memberanikan diri untuk ke daratan. Kurang lebih sebanyak 30 orang dari 170 orang nekat kedarat dengan cara menunggang kapal nelayan yang kebetulan sedang mencari ikan di dekat kapal mereka didamparkan. 30 orang tersebut bekerja serabutan di darat, ada yang kerja di pengedokan di Chaguarammas, ada yang kerja bangunan, dan ada yang kerja di toko-toko kecil pinggir jalan. Dari ke 30 orang yang bekerja tersebutlah para ABK bisa bertahan hidup. Ada yang pulang ke kapal seminggu sekali dan ada yang 3 hari sekali sambil membawa makanan dan minuman untuk yang bertahan dan menjaga kapal di atas kapal mereka masing-masing.

Bersambung.....

Penulis adalah salah satu korban yang mengalami langsung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun