Mohon tunggu...
Frisca Athaya
Frisca Athaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya 2019

International issues, history, culture, and foreign language enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Vladimir Putin : Sosok "The Prince" di Abad 21?

1 Desember 2021   13:44 Diperbarui: 2 Desember 2021   08:18 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cr. to the rightful owner

Dalam mempelajari ilmu politik dan kajian strategi, sosok strategian klasik, Nicoll Machiavelli tentunya sudah tidak asing lagi. Lahir di Kota Florence, Italia, Niccol di Bernardo dei Machiavelli adalah seorang diplomat Italia yang hidup di era renaisans tepatnya pada abad 15 -- 16 Masehi. Tak hanya menjadi seorang diplomat, Machiavelli juga merupakan seorang penulis, filsuf, dan sejarawan. Dengan sejumlah karyanya, ia berhasil memperoleh sebutan sebagai 'The father of modern political philosophy and political science' atau Bapak dari ilmu politik dan filosofi politik modern.

Semasa hidupnya, Machiavelli telah menulis banyak buku, baik yang didedikasikan untuk ilmu politik, strategi, hingga sastra komedi. Namun, di antara berbagai karya-karyanya, salah satu yang paling fenomenal adalah The Prince (Sang Penguasa). Pada dasarnya, The Prince merupakan analisis Machiavelli terkait bagaimana seorang penguasa dapat memperoleh atau meraih kekuasaan politik hingga mempertahankan kekuasaannya tersebut secara realistis atau yang seringkali diinterpretasikan sebagai 'dengan menghalalkan segala cara'. Hal ini dikarenakan di dalam The Prince, Machiavelli menuangkan pemikirannya secara realistis, yakni menjelaskan terkait realitas atau kenyataan yang bersifat 'as it is' atau apa adanya di dalam politik, bukan sesuatu yang ideal dan selalu bersifat positif karena ada cukup banyak bahasan dengan aspek-aspek terkait kekejaman dan manipulasi seorang pemimpin.

Buku yang sebenarnya didasarkan oleh pengamatan Machiavelli terhadap muse atau inspirasinya yakni Cesare Borgia dan pola kepemimpinannya yang dikenal kejam namun dianggap ideal oleh Machiavelli pada zamannya ini masih menjadi pedoman dan inspirasi bagi kepemimpinan hingga era modern. Namun pada akhirnya,  pemimpin dunia yang mengikuti atau sesuai dengan konsep 'Machiavellianism' ini seringkali diidentikkan dengan sosok pemimpin yang otoriter, diktator, dan tiran. Dari Presiden Barack Obama, Donald Trump, Kim Jong Un, hingga Jokowi, semuanya pernah disebut-sebut sebagai sosok yang memiliki kemiripan dengan gambaran pemimpin ideal ala Machiavelli di dalam The Prince ini. 

Namun, di antara pemimpin-pemimpin dunia di era modern seperti beberapa sosok yang telah disebutkan sebelumnya, Presiden Rusia, Vladimir Vladimirovich Putin atau yang secara singkat lebih dikenal dengan nama 'Putin', merupakan sosok yang memiliki kemiripan terbanyak dengan sosok pemimpin yang digambarkan oleh Nicollo Machiavelli di dalam Sang Penguasa. Vladimir Putin telah berkuasa sebagai Presiden Rusia sejak tahun 2012. Sebelum menduduki jabatan tertinggi dalam negaranya ini, Putin pernah menjadi agen KGB (Badan intelijen Uni Soviet) dan kemudian memegang jabatan sebagai Perdana Menteri Rusia. Gaya pemerintahan dan kepemimpinannya dikenal tegas berhasil membuat Rusia menjadi negara yang memiliki reputasi tinggi karena kekuatannya di bidang militer serta berhasil memakmurkan ekonomi Rusia. Lantas, gaya kepemimpinan dan pemerintahan yang seperti apa sehingga membuat Putin pantas untuk disebut-sebut sebagai 'The Prince' masa kini?

Terdapat beberapa kutipan penting dan yang menjadi inti dari pendapat serta hasil analisis Machiavelli terkait sosok pemimpin yang ideal. Kutipan pertama adalah, "It is better to be feared than to be loved, if one cannot be both." Ia berpendapat bahwa rasa takut adalah motivator yang lebih baik daripada cinta, itulah sebabnya bagi para pemimpin, menjadi sosok yang ditakuti terkadang adalah alat yang bisa jadi lebih efektif. Singkatnya, poin penting pertama yang ditulis Machiavelli tentang sang pangeran yang ideal ini adalah sebuah pilihan antara untuk dicintai atau ditakuti. 

Vladimir Putin sendiri diketahui mendapatkan pandangan yang berbeda dari masyarakat Rusia dan dunia internasional. Di Rusia sendiri, ia sangat populer sebagai pemimpin yang dicintai namun juga disegani oleh rakyatnya. Masyarakat Rusia sendiri tampaknya menyukai sosok Putin dan sangat puas dengan kepemimpinannya, hal ini dapat dibuktikan melalui approval rating yand didasarkan survei yang dilakukan terhadap masyarakat Rusia sejak ia masih menjabat sebagai perdana menteri hingga sekarang telah menduduki jabatan presiden, di mana Putin selalu berhasil meraih rating yang tinggi di antara pemimpin-pemimpin di dunia. Tercatat pada tahun 2016, dengan posisinya sebagai presiden, ia memperoleh approval rating tertingginya dari publik yakni 85 persen. Rekor tertingginya sendiri tercatat ketika ia menjadi perdana menteri negara itu dengan approval rating 88 persen dari masyarakat Rusia (Statista, 2021). Hal ini juga sejalan dengan kutipan dari Machiavelli dalam The Prince yang berbunyi, "The best fortress which a prince can possess is the affection of his people." (Benteng terbaik yang bisa dimiliki seorang penguasa adalah kasih sayang rakyatnya).

Bagaimanapun, Putin yang memiliki citra yang baik di kalangan rakyatnya dan memiliki hasil kerja yang memuaskan untuk rakyatnya ini juga memiliki sisi yang cenderung kejam yang akhirnya membuat sosoknya disegani dan cukup ditakuti. Putin mungkin tidak sekejam Cesare Borgia, Putin juga bukanlah seorang diktator seperti Hitler, Idi Amin, atau pun Kim Jong Un, tetapi sosoknya sebagai pemimpin cukup ditakuti karena kebijakan luar negerinya yang dianggap cukup kejam dan penindasan yang dilakukannya dalam negeri secara tersembunyi. Di dunia internasional, Presiden Rusia ini memperoleh reputasi global sebagai orang kuat yang angkuh dan tampaknya kebal dan penindasannya kejam. Ia menjadi sosok yang ditakuti bahkan oleh negara sebesar Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Putin melalui kebijakan luar negerinya mencoba untuk mengembalikan posisi Rusia ke panggung dunia internasional. Misalnya, beliau dengan tegas mengancam negara-negara Eropa Timur untuk bergabung dengan NATO atau Uni Eropa untuk kebaikan negaranya yakni 'melindungi' Rusia. Contohnya, Perang Russo-Georgia pada tahun 2008 dan perang proksi Ukraina tahun 2014 dianggap secara luas di berbagai media publik sebagai respons pemberontakan terhadap agresi Barat. Kemampuan militer Rusia menciptakan ketakutan yang terbukti menghambat tindakan seperti pemberontakan tersebut.

Selain itu, salah satu kutipan dari The Prince, "Seditious people should be amputated before they infect the whole state" (Rakyat yang berkhianat harus diamputasi sebelum menginfeksi seluruh negara) juga nampaknya dipraktekkan oleh pemerintahan Putin sehingga membuatnya ditakuti. Sudah banyak kritikus, lawan politik (oposisi), atau jurnalis yang meninggal secara misterius. Diperkirakan sebanyak 21 jurnalis telah meninggal, salah satu kisah yang populer adalah kematian jurnalis swasta sekaligus aktivis HAM Rusia, Anna Politkovskaya yang telah mengkritik Putin dalam bukunya 'Putin's State'. Lima belas tahun yang lalu, Anna terbunuh secara misterius oleh lima lelaki yang mengaku sebagai pembunuh bayaran (Parfitt, 2006). Selain Anna, kritikus Putin lainnya juga ditemukan meninggal tidak lama setelah terang-terangan menyampaikan kritiknya dan diduga sebagai bentuk 'assasinnation' yakni pembunuhan dengan serangan mendadak atau rahasia sering kali karena alasan politik. Sesuai dengan ciri 'Sang Penguasa' oleh Machiavelli, konspirasi yang melawannya adalah ketakutan terbesar bagi penguasa. 

Bagaimanapun, Putin tetap lebih banyak menampilkan citra baiknya sebagai pemimpin yang murah hati dan manusiawi. Ia memanfaatkan manipulasi dari keberhasilan ekonomi pemerintahannya yakni dengan bekerja yang baik di bidang ekonomi hingga berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di Rusia melalui sistem yang dirancangnya untuk membantu rakyat miskin. Putin bahkan pernah mengadakan lelang lukisan yang dia lukis seharga jutaan dolar dan beliau menjanjikan semua uang akan disalurkan kepada pemerintah Rusia untuk membantu memperbaiki ekonomi atau pun penggunaan lain yang diperlukan. Langkah ekonomi kemanusiaannya sukses membangkitkan Rusia masih menjadi alasan kuatnya mempertahankan kekuasaannya.

"The lion can't protect himself from traps, and the fox can't defend himself from wolves. One must therefore be a fox to recognize traps, and a lion to frighten the wolves." 

Singa tidak bisa melindungi dirinya dari jebakan, sedangkan rubah tidak bisa membela diri dari serigala. Oleh sebab itu, penguasa harus menjadi rubah untuk mengenali jebakan sekaligus menjadi singa untuk menakuti serigala. Poin penting kedua dari The Prince ini adalah gagasan menjadi seperti rubah dan singa, menjadi licik atau ganas tergantung pada situasi yang dihadapi. Machiavelli berpendapat bahwa penguasa yang bijaksana harus tahu bagaimana menjadi singa untuk menakut-nakuti orang lain dan rubah untuk mengenali jebakan.  Penting untuk tampil penyayang, setia, manusiawi, dll. untuk mempertahankan kekuasaan tetapi siap untuk berubah bila diperlukan. Dia berpendapat bahwa sulit untuk bertahan hanya dengan menjadi singa atau hanya rubah dan lebih baik memiliki keduanya. Orang yang tahu bagaimana menjadi rubah selalu menjadi yang paling sukses. Putin memiliki kedua kualitas ini yang akan membawa kesuksesannya dan memungkinkan dia untuk tetap berkuasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun