Mohon tunggu...
Fronika Simarmata
Fronika Simarmata Mohon Tunggu... Guru - Pendidik di SDN 175781 Saitnihuta

Lulusan dari Universitas Negeri Medan Tahun 2013

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengurus Anak dan Bekerja, Sama-Sama "High Priority"

22 Desember 2021   09:39 Diperbarui: 22 Desember 2021   09:52 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2021 tepatnya Bulan Agustus adalah kelahiran anak kedua saya. Saat itu pula anak pertama saya berusia 3 tahun 8 bulan. Untuk ibu pekerja, menurut saya jarak usia ini sudah cocok.  Saya bekerja sebagai seorang guru di Sekolah Dasar. Adapun jarak tempuh dari rumah hunian kami ke sekolah kira-kira 5 km. Biasanya waktu tempuh rata-rata saya ke sekolah menaiki sepeda motor sekitar 10 menit. 

Tiga bulan berlalu. Masa cuti pun habis. Saya dan suami mulai memikirkan cara efisien untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan kesehatan anak-anak kami. Sebab kami sepakat bahwa bayi kami harus dipenuhi ASI Eksklusif agar pertumbuhannya normal seperti bayi sehat pada umumnya.  Target kami, sekali 2 jam bayi kami harus mainum ASI tanpa dibantu SUFOR (Susu Fromula). Bagaimana pun kondisinya, kami siap menanggung setiap resiko yang terjadi. 

Awalnya, kami sepakat untuk membawa bayi kami ke sekolah, tentunya atas izin pimpinan sekolah yang bersangkutan. Kami meminta ibu kami untuk membantu menjaga bayi kami di sekolah (Ruangan Khusus Bayi). Namun untuk jangka waktu lama, tidak mungkin ibu kami betah tinggal bersama kami. Biasalah orang tua. Mereka akan lebih tenang tinggal di rumah sendiri. Saat ibu kami memutuskan untuk kembali ke rumahnya, saya dan suami kembali memikirkan cara lain.

Adapun cara kedua yang kami sepakati adalah membeli ayunan elektrik. Ayunan ini sangat membantu kami. Tanpa ada yang harus ada yang menjaga, ayunan ini otomatis bergoyang. Hanya saja, sewaktu-waktu saya datang untuk melihatnya. Memastikan apakah bayi saya menangis atau tidak. Karena kalau menangis, tentunya akan mengganggu suasana belajar di sekolah. Saya selalu berdoa kepada Tuhan agar anak saya memiliki hati yang tenang sehingga saya boleh bekerja dengan sportif.

Saat bekerja tentunya bukan hal yang mudah bagi saya untuk memfokuskan pikiran saya. Saat pagi hari, di tengah-tengah dinginnya cuaca di daerah kami saya harus bangun pagi sekali. Bagaimana tidak, harus memasak dan membereskan rumah dulu sebelum berangkat sekolah. Setelah itu, harus meng-ASI-hi dulu sebelum berangkat ke sekolah. Jangan sampai mengganggu waktu bekerja nantinya, jadi harus kenyang dulu bayinya. Setelahnya membereskan perlengkapan bayi kami untuk dibawa ke sekolah. Intinya setiap hari, harus memburu waktu. Apalagi di daerah kami saat ini menggunakan aplikasi untuk mendisiplinkan para guru. Tepat pada waktunya guru harus berada di lokasi kerja masing-masing. Jika tidak tentunya akan ada sanksi yang didapatkan.

Saya selalu belajar menghargai waktu. Saya juga selalu belajar untuk bekerja dengan sepenuh hati. Sekalipun sampai saat ini saya merasa belum maksimal bekerja tetapi saya selalu berusaha. Jadi bagaimanapun "repotnya" mengurus anak, saya berharap pekerjaan saya jangan pernah terbengkalai.

Bagi saya, mengurus anak dengan bekerja berada pada prioritas yang sama. Anak prioritas, pekerjaan prioritas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun