Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pungli Sejak Dulu Kala

4 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 4 Januari 2023   13:28 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Gramedia.com

Surat kabar lokal beberapa waktu lalu,  memberitakan kejadian yang kurang mengenakkan. Seorang pengendara sepeda motor bersama temannya nyaris menjadi korban pemukulan oleh  pemuda setempat saat berkunjung ke sebuah tempat wisata pemandian air panas. 

Sebabnya, Si pengendara motor enggan memberikan uang masuk sebesar 20.000 rupiah kepada mereka  Alasannya, tidak ada pungutan lagi untuk masuk ke tempat wisata tersebut. Telah  bertahun-tahun lamanya, tempat wisata tersebut menjadi sumber pemasukan bagi oknum setempat yang melakukan pungutan liar. 

Pemerintah setempat   memang sudah melarang para penduduk untuk tidak melakukan pungutan liar bagi setiap  pengunjung yang akan berwisata . Hal ini juga dilandasi oleh peraturan pemerintah propinsi yang melarang adanya kutipan uang secara ilegal  di tempat-tempat wisata.

Tetapi para pemuda setempat tidak terima. Mereka memaksa dan mengancam akan memukul pesepeda motor itu  dengan batu bila uangnya tidak diberi. Untunglah pihak yang berwajib segera datang dan langsung mengamankan para pemuda itu.

Asal Muasal Pungli

Pungli atau pungutan liar sepertinya telah menjadi budaya bangsa ini. Semua orang bisa terlibat di dalamnya. Mulai dari aparatur pemerintah, oknum pelayanan publik, hingga warga biasa.  

Pungli sudah ngetren pada zaman kerajaan-kerajaan kuno. Mulai dari Mataram Kuno hingga Kerjaaan-kerajaan Islam. 

Pada Kerajaan Mataram Kuno, misalnya, pungli dilakukan oleh pengantara yang dijabati mulai dari kepala daerah hingga pelayan biasa.

 Para pengantara itu sengaja menggelembungkan upeti untuk memperlancar urusan rakyat yang punya kepentingan dengan seorang pemimpin tertinggi suatu daerah. 

Hal ini terlihat pada Prasasti Kinәwu, yang berangka tahun 907 M. Pada prasasti tersebut diceritakan  bahwa para rama (setingkat Kepala Desa) pergi menghadap Rakryan I Randaman Pu Warna yang adalah seorang penguasa wilayah Randaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun