Mohon tunggu...
Fristianty Ltrn
Fristianty Ltrn Mohon Tunggu... Administrasi - NGO

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Allah Sahabat Kita, Mungkinkah?

10 November 2017   13:05 Diperbarui: 10 November 2017   13:12 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: theivfproject.com

Sebuah insight untuk seorang pendosa..

Pernahkah ingin mendekat kepada Allah tapi ada sebongkah keengganan yang besar karena kita datang dalam keberdosaan kita.  Kesadaran bahwa Allah adalah Maha Kudus dan kita adalah insan berdosa sangat baik agar kita menghargai kekudusanNya dan tidak sembarangan melakukan sesuatu dalam hidup kita.  Tapi di sisi lain justru kekudusanNya  dapat menghalangi kita untuk datang. Mungkin ada kompasioner yang tidak mengerti apa yang saya maksud tapi mungkin ada beberapa diantara pembaca yang manggut manggut , mungkin untuk andalah sharing ini.

Allah Maha Kudus, semua umat rasanya menerima kebenaran ini, kecuali memang tidak mau mengakui ada nya Allah (untuk golongan ini boleh juga bacanya gak usah diteruskan).  Pengetahuan akan kekudusan Allah bisa sangat mendorong umat untuk belajar hidup benar karena ingin menghormati kekudusan Allah.  Tapi tahukah pembaca ada beberapa pengalaman pribadi dan juga sharing dari teman teman bahwa pengakuan akan kekudusan Allah ini yang justru menghambat dia untuk datang mendekat kepada Allah. Ini yang membuat masalah menjadi worst (tambah mumet). Karena dengan menjauh dari Allah pastilah tidak menjadi solusi, tapi lain sisi dengan mendekat kepada Allah rasanya tidak layak. Ibarat wajah kita yang penuh jerawat bercermin pakai lampu akan kelihatan banget bolong bolongnya,  kita tidak mau menerima realita itu lalu kita bercermin  tanpa lampu sehingga kita menghibur diri bahwa jerawatnya sudah gak ada (gak ada tempat maksudnya), padahal kita tau dia bercokol disana bahkan lebih parah.

Nabi Ibrahim dikenal sebagai sahabat Allah. Kisah bagaimana dia harus mempersembahkan anaknya adalah kisah terkenal yang berbicara tentang ketaatannya. Tidak gampang dan teramat sulit, tapi dia tidak lari atau menjauh dari Allah  yang sedang menuntutnya melakukan sesuatu. Menjauh dari Allah karena tuntutan ketataan yang dimintaNya adalah bukan solusi, karena di dalam Dialah kehidupan. Di dalam hadiratNya lah kedamaian abadi.

Allah adalah Sahabat

Konsep Allah adalah hakim yang selalu menuntut kita untuk taat dan siap dengan timbangan di tanganNya adalah gambaran umum tentang Allah. Tapi sungguh untuk pendosa seperti saya konsep ini menakutkan dan berharap agar Dia sedikit silap menimbang (tentu ini tidak mungkin).

Bagaimana dengan konsep bahwa Allah adalah sahabat? Sahabat si pendosa ? mungkinkah demikian? Benarkah Allah yang Maha kudus itu mau menjadi sahabat manusia yang bolak balik jatuh dalam kesalahan? Atau apakah tanpa  tedeng aling aling, Dia selalu mendekati kita dengan timbangan yang ready menimbang atau seperti Polisi lalu lintas yang bersembunyi di tikungan jalan dan "prriiitttt" matilah kita  karena memang sedang melanggar lalu lintas.

Konsep Allah sebagai sahabat terasa asing dalam berbagai konsep agama suku. Rata-rata semua agama suku baik yang terdaftar maupun tidak (kita akui kepercayaan ini di sekitar kita) tidak dekat dengan konsep ini, itu yang membuat sesembahan atau  sesajen tidak boleh sembarangan, sempurna dan tidak boleh terlambat. Kalau terlambat maka berkah tidak akan kita terima.

Allah adalah sahabat si pendosa. Konsep Allah sebagai sahabat memiliki efek yang kuat dalam ketaatan hidup sehari hari. Begini kira kira alur konsepnya, pengalaman nyata seorang kerabat:

Seorang teman bercerita bahwa dia menyadari ada seseorang yang diam di batinnya saat ini.  Sang teman ini merasa gelisah yang tidak ketulungan mengingat dia sudah bersuami sedangkan komunikasi nya  cukup intens dengan seseorang lain tersebut. Si teman ini menjauh dari Allah, dia meghindari doa-doanya karena manyadari kekudusan Allah yang pasti ogah dekat dengan dia yang sedang berjalan dalam kesalahan.

Sampai kemudian dia berkata kepada saya bahwa saat ini Allah lah yang memberi dia solusi agar menang dari situasi ini. Saya minta dia menjelaskan dengan detail apa yang terjadi, dengan tersenyum dia berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun