Selama menjalani masa studi Teologi di Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui Kupang, dalam rentang waktu 2017-2019, kami diberi kesempatan setiap hari Minggu, untuk melayani saudara-saudara kita di Lapas Dewasa kelas 2A, Liliba.
Dari banyak pertemuan dan sharing, saya menyimpul banyak hal terkait kasus praktek Tipikor. Saya tertarik pada salah satu faktor pemicu yakni janji. Dalam arti ini, saya melihat janji sebagai salah satu penyebab terjadinya praktek korupsi.
Praktek korupsi memang saat ini terjadi di mana-mana. Banyak pemimpin masyarakat terseret dalam kasus mengaruk uang publik ini. Kita bisa mengakses di media, sejauh mana, praktek korupsi berlangsung dan sedalam mana penanganannya.
Tidak heran, para penyelidik, penyidik pusing tujuh keliling, lantaran administrasi pasca penggunaan finansial susul kemudian. Alhasil, rekayasa data atau administrasi lancar dimainkan.
Dari begitu banyak faktor penyebab korupsi, saya menilai, terdapat salah satu faktor penyebab yang tak kalah pentingnya. Faktor itu ialah janji.
Entah dalam masa kampanye maupun masa aktif roda pemerintahan berjalan, janji-janji terhadap masyarakat terkait dengan kesejahteraan masyarakat selalu saja diutarakan.
Lantas, apa yang dijanjikan oleh seorang calon pemimpin ataupun pemimpin, dipegang teguh oleh masyarakat setempat.
Masyarakat biasanya selalu menaruh harapan pada janji seorang calon pemimpin ataupun pemimpin. Berjanji berarti apa yang dijanjikan itu, terikat kewajiban untuk memenuhinya.
Masyarakat bakal kecewa atau kehilangan kepercayaan kalau apa yang dijanjikan itu, tidak terlaksana. Kekecewaan atau kehilangan kepercayaan seperti ini, banyak kali menyebabkan seorang gagal menduduki kursi politik ataupun kursi birokrasi.
Dalam kaitan dengan kekecewaan atau kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap seorang pemimpin dan janji yang harus ditepati oleh seorang pemimpin, saya membaca menguatnya janji sebagai salah satu faktor penyebab korupsi.
Tatkala seorang pemimpin pasca janji, ia mempunyai perhitungan ke depan untuk tetap eksis dalam jabatannya. Apa yang dijanjikan, ketika bertemu dengan kinerja politis atau birokrasi yang sarat aturan, bisa saja tidak memungkinkan janji itu terealisir. Sementara masyarakat, tetap menunggu bahkan menuntut.