Menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI, media sosial dihiasi dengan berbagai himbauan dan peringatan.
Pasalnya, situasi chaos yang pernah terjadi sebelumnya, sebagian besar erat kaitannya dengan pelantikan kursi RI I dan II.
Masyarakat Indonesia mengharapkan momen pelantikan yang berlangsung aman dan harmonis.
Himbauan, peringatan, penjagaan gencar dan ketat, mulai dari pihak keamanan, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh politik dan partai-partai politik.
Semua harapan dan peringatan baik adanya. Penghayatan terhadap Pancasila memang harus dihayati dan diwujudkan dengan mengambil bagian, turut menghimbau dan saling memperingatkan, keamanan dan ketertiban bersama.
Saya berada dalam suatu pola pikir yang cukup serius untuk menganalisis, ada apa dibalik berbagai himbauan dan peringatan yang menjulur setinggi langit itu.
Yang pertama: Strategi banting stir
Dibalik harapan berbagai pihak demi keamanan momen pelantikan, saya membaca adanya suatu fenomen banting stir menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Tentu tidak salah. Dalam aksi politik, banting stir merupakan pola umum yang biasa berlaku.
Kalaupun itu yang terjadi, maka "pihak-pihak" yang menghimbau dan memberi peringatan itu, tujuan mereka, pertama-tama, sebetulnya bukanlah keamanan, melainkan merupakan suatu strategi banting stir di hadapan pihak RI I dan II demi "apa yang mau didapatkan" pasca pelantikan.
Yang kedua : Strategi pemulihan masa
Politik menjelang pemilu hingga hingga terlaksananya pemilu, panas dimainkan dengan mengambil bentuk saling "berlawan-lawanan". Siapa pilih siapa, turut berpengaruh dalam komunikasi dan relasi. Tidak heran, diskriminasi dan saling mendiskreditkan mudah saja terjadi.