Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi Tentang Hak dan Kewajiban Imam

7 Desember 2017   00:30 Diperbarui: 7 Desember 2017   00:38 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Yudelfianus Fon Neno

Tugas Hukum De Clericis

Hak Imam

Kanon, 283 1 : Mereka (Para Klerikus) berhak mendapat liburan tahunan yang wajar dan memadai, yang ditentukan hukum universal atau partikular. 

Selama dua tahun menjalankan masa praktek pastoral di SMK Katolik St. Pius X Insana Kefamenanu, saya mengalami dari dekat hidup dan karya para imam Keuskupan Atambua. Banyak hal positif dapat diteladani tetapi pula tidak sedikit pelanggaran yang dilakukan. Vikjen Keuskupan Atambua setiap kali unio bersama, selalu menegaskan tentang pentingnya sikap saling memberi informasi khususnya untuk Uskup, terkait dengan keberadaan seorang imam.  

Beberapa imam tidak memanfaatkan kesempatan berlibur dengan baik tetapi juga terdapat sekian imam yang salah menggunakan hak untuk berlibur. Ada imam yang dalam setahun jika dijumlahkan hari liburnya bisa sampai dua hingga tiga bulan. Ada pula yang meninggalkan tempat tugas dan bepergian ke tempat yang jauh tanpa sepengetahuan Uskup. Bahkan alasan-asalan tugas legitim selalu dipakai, padahal tugas legitim menurut kalenderium Keuskupan Atambua adalah kegiatan yang mesti berjalan sesuai dengan kalenderium kegiatan yang telah ditetapkan. 

Pengalaman ini segera mengantar saya untuk bermenung tentang bentuk ketaatan seorang imam terhadap uskupnya dengan menjalankan haknya seturut hukum yang berlaku. Seringkali terkesan liburan tahunan para imam tidak diorganisir dengan baik, akibatnya imam lain berlibur justeru lebih banyak frekuensinya berbanding dengan imam yang entah tidak peduli atau lupa akan hak untuk berlibur. Adapun yang secara diam-diam menjalakan liburannya hamper setiap bulan. Dalam arti ini, berlibur  berarti melepaskan diri sejenak dari tugas di mana ditempatkan. 

Terkhusus imam-imam yang bekerja di pedalaman, hampir saja tidak memanfaatkan hak untuk berlibur karena banyak kendala. Tak dapat disangkal pula bahwa kekurangan alat transportasi dan minimnya fakti\or keuangan pun turut mempengaruhi semangat untuk berlibur. Memang diakui bahwa berlibur tidak berarti harus bepergian ke tempat yang jauh hingga menelan biaya besar tetapi tempat dekat sekalipun tanpa uang, seorang imam tidak dapat berlibur dengan efektif atau bahkan tidak dapat berlibur sama sekali. 

Saya sendiri menyaksikan beberapa imam di SMK Bitauni, mereka tidak pernah berlibur ke rumah hingga satu bulan dalam setahun walaupun aktivitas sekolah selalu libur pada waktunya. Fakta ini berbeda dengan Pastor Paroki saya yang berlibur beberapa kali dalam satu tahun. Fenomena ini menandakan kurangnya aturan yang cukup ketat untuk diberlakukan secara menyeluruh. 

Entah pemanfaatan hak berlibur dengan baik, maupun yang tidak memanfaatkan dengan baik atau juga yang memanfaatkan secara berlebihan, sangat dibutuhkan koordinasi dan konfirmasi. Seorang Uskup tidak mungkin dari waktu ke waktu memanfaatkan seluruh waktunya hanya untuk mengurus liburan para imam. Ini artinya rencana berlibur  oleh seorang imam mesti dikomunikasikan dengan Bapak Uskup. 

Pengalaman ini memberi hikmah untuk saya, kelak menjadi imam, sekalipun ada hukumnya tetapi bahwa sangatlah penting membangun koordinasi dengan Bapak Uskup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun