Mohon tunggu...
Fredy Wansyah
Fredy Wansyah Mohon Tunggu... wiraswasta -

pekerja media massa, peminat budaya massa, dan peminat sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sheila On 7 Kurang Beruntung

23 Februari 2015   23:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:38 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sheila On 7 Kurang Beruntung

Dengan polos dan jujur saya akui semasa SMA saya kagum sekali Sheila On 7 (SO7). Saking kagumnya, saya rela menyisihkan uang jajan, eh semasa SMA jajannya rokok, untuk beli tiket konser SO7. Rela tidak merokok semingguan lebih demi SO7 gitu loh. Kebayangkan nikmatnya merokok semingguan itu tergantikan dengan konser SO7 yang cuma barang sejam setengah.

Itu cerita dulu, ketika saya masih mencintai perempuan dengan cara kirim-kirim surat, tulis-tulis nama perempuan di dinding, dan pacaran hanya di sekolah. Sekarang masanya berbeda, mencintai perempuan dengan bekerja keras untuk memberikan si perempuan buah keringat.

Tampaknya sisa kekaguman itu masih ada. Sungguh ya, kekaguman yang ada pada masa lalu itu sulit hilang, selayaknya Laila yang sulit melupakan Majnun meski telah bersuami. Beberapa hari yang lalu, saya membaca berita bahwa konser grupband asal Jogja itu dibubarkan oleh Kepolisian, Sabtu malam, bertepatan Valentine Day, di Bandung.

Sedih memang ya, tapi ya tak sesedih puisi-puisi kesepiannya Kahlil Gibran atau tak seperih puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Kira-kira sedihnya seperti mereka yang terharu menonton serial Jhoda Akbar di ANTV.

Jika saya sedih mendapat kabar pembubaran itu, apakah polisi yang membubarkan konser yang tengah mengais rezeki tersebut tidak lebih sedih. Mereka yang membubarkan sudah barang pasti berhadapan langsung, istilah bulenya "face to face", dengan Duta Cs. Masa sih tidak terbayangkan ada wajah-wajah anak-istri Duta Cs di balik wajah mereka.

Selain atas dasar kekaguman, saya membayangkan bagaimana nasib mereka yang terlibat konser. Seperti panitia, promotor, penonton, sampai SO7 itu sendiri. Tak terbayangkan jika di antara penonton itu ada yang sama seperti saya dulu, mengagumi SO7.

Seandainya konser itu dilakukan setelah putusan praperadilan Budi Gunawan, mungkin kekecewaan semua itu tak akan terjadi. Kalau pun polisi tetap datang ke lokasi konser, setidaknya panitia, penonton, dan SO7 bisa mengajukan ketidakpuasannya toh.

Apa pasal? Kok bisa begitu? Saya sih mengikuti pikiran hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi. Kemarin, Senin (16/02/2015), hakim yang sebenarnya sedang digodok di KY terkait etika profesinya itu bilang, gugatan BG diterima alias dikabulkan sehingga penetapan tersangka BG oleh KPK tidak sah. Soalnya, ya yang jadi soal, BG yang menjabat di kepolisian pada 2003-2006 sebagai Karobinkar lalu posisinya tidak sesuai dengan definisi pasal-pasal yang menjangkiti status BG.

"Menyatakan surat perintah penyidikan Sprindik-03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagiamana dimaksud Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12b UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan A quo tidak mempunyai kekuatan mengikat," begitu kata Hakim Sarpin, seperti dilansir salah satu media online.

Panitia, penonton, dan SO7, waktu tidak berpihak kepada kita. Jarak antara pembubaran dan putusan praperadilan itu padahal hanya selang beberapa hari saja ya. Sayang seribu kali sayang memang. Saya cuma membayangkan, seandainya pembubaran konser itu setelah putusan praperadilan BG, saya akan berada di depan barisan panitia, penonton, bahkan di depan SO7 sambil mengatakan, dengan wajah saya yang serius nan berwibawa pastinya, "Bapak polisi yang terhormat, apakah Bapak penyelenggara negara atau penegak hukum? Bapak Polisi yang terhormat tahu tidak, penegak hukum yang layak menegakkan hukum adalah pejabat eselon I. Kalau tidak, pembubaran ini tidak sah!"

Kalau berhasil membatalkan pembubaran kan lumayan tuh saya mungkin dapat snack dari panitia, karena saya acara mereka lancar-lancar saja. Lumayan juga kan saya bisa dapat tanda tangan langsung dari personel SO7, hitung-hitung melunasi angan-angan masa SMA dulu yang gagal dapat tanda tangan mereka. Hehe.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun