Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Membaca, Berproses, Menulis, dan Berbagi || Portal Pribadi: www.tafenpah.com www.pahtimor.com www.hitztafenpah.com www.sporttafenpah.com ||| Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kritik Santun sebagai Elektabilitas Perubahan

10 Februari 2021   03:56 Diperbarui: 10 Februari 2021   04:40 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akibat dari kritik pribadi pejabat. Sumber. Kompas.com

Siapapun pasti sukar menerima kritik. Apalagi kritik yang dilayangkan oleh seorang anak ingusan kepada kita.

Anak ingusan dalam artian orang yang tidak memiliki kepentingan dalam bidang tertentu. Tapi, dengan lihai memainkan nada-nada kritik nan pedas. Sepedas sambal ABC, milik Pak Sutono di persimpangan jalan Kapuk Pulo, Cengkarang, Jakarta Barat.

Kritik adalah bagian dari gangguan elektabilitas pembangunan. Sebelum kita menakar kritik tentang pelayanan fasilitas umum yang terkadang menggangu pemandangan mata dan batin kita, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu, apa itu elektabilitas?

Elektabilitas biasanya familiar saat menjelang pemilihan umum anggota Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Atau istilah Mama-mama di kampung saya menyebutnya sebagai "Trias Politica."

Tapi, di sini, ranah saya bukan membahas istilah Mama-mama di kampung saya tentang "Trias Politica" ya. Karena pembahasan utama kita adalah, apa itu elektabilitas?

Merujuk pada portal berital dosenpendidikan.co.id. "Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan atau ketertarikan publik dalam memilih sesuatu, baik itu seorang figur, lembaga atau partai, maupun barang dan jasa di mana informasi tersebut didapatkan dari hasil berbagai survei."

Mari, kita meletakkan dasar pemikiran kita tentang tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja beberapa lembaga pelayanan publik yang terkesan berbelit-belit dan sukar dalam pelaksanaannya. 

Ya, untuk menjaga segala kemungkinan, saya tak bisa menyebutkan beberapa lembaga publik yang selama ini kurang efektif bagi saya. Saya takut, tatkala mengurusi berkas-berkas penting, malah saya dicap sebagai perusu dan pengganggu.

Pengganggu menarik untuk dikaitkan dengan ajaran dari salah satu Filsuf Yunani kuno, yakni Sokrates. Sokrates mengajarkan bahwasannya," tugas seorang filsuf itu bukan menjalankan pemerintahan, melainkan sebagai pengganggu."

Lantas, lembaga mana saja dan pribadi mana saja yang mau kita ganggu? Aih, sobat saya semakin takut, bila saya jatuh pada pemikiran sesat (Logical Fallacy). Eits, boleh kritik, asalkan jangan mengkritiki orangnya. Karena kita semua sama. Ya, sama-sama pendosa!

Jika kita mau kritik begini dan begono tidak bisa, lalu apa yang mau kita kritik? Nah, cara untuk mengkritiki pelayanan fasilitas umum yang belum efektif dalam pelayanannya adalah melalui kritik santun. Hmmm, apa itu kritik santun? Kau jangan pancing saya untuk terus mempertanyakan segala sesuatu toh!

Kritik santun adalah sarana komunikasi yang disampaikan melalui tulisan. Ya, tulisan yang netran. Jangan seperti pemberitaan media sekarang yang tidak mengenal identitasnya lagi. Aiiiih, cukup sudah!

Netral. Apa itu netral? Netral berarti kita menyampaikan kritik secara seimbang. Karena rencana dan program apapun yang sudah didesain secara komprehensif dalam lembaga tertentu, selamanya takkan berjalan dengan pasti. Karena kita menjalani kehidupan dalam ketidakpastian juga. Ya, kita menjalani kehidupan dengan dualisme.

Apa itu dualisme? Dualisme artinya di dunia ini, yang pasti adalah kelahiran dan kematian. Lalu, yang tidak pasti adalah pilihan. Ya, karena dalam pilihan kita menggunakan komunikasi. Komunikasi yang kita layangkan kepada pejabat. Tapi, adakalanya ilmu dari Jacques Ellul bahwa," informasi adalah sarana propaganda."

Nah, itu masalahnya. Informasi yang kita dapatkan dari pemberitaan media, terkadang tidak melewati verifikasi. Apalagi di masa Pandemi ini, semua orang bisa menyampaikan informasi. Informasi juga disampaikan secara subjektif, bukan objektif. Akibatnya, kita berada di informasi simpangsiur akan segala informasi tentang pelayanan publik.

Daripada meliuk-liuk seperti ikan lele di kolam Pemancingan Pantai Indah Kapuk (PIK), mendingan saya menutupi coretan tak berfaedah ini dengan pesan ini.

Boleh kritik, asalkan kita tahu menempatkan diri. Karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Belum tentu kita berada diposisi mereka, kita pun bisa menyelesaikan segala problematika dalam regulasi apapun.

Selain itu, kita mau kritik juga takut UU ITE, lebih baik kita mengoreksi diri kita, lalu memperbaikinya, sebelum kritik kelemahan Pemerintah.

Terakhir, kritik santun sebagai pengganggu elektabilitas perubahan adalah kritik yang berlandaskan para arah dasar dan tujuan (ARDAS) 'Human Interest," atau nilai-nilai kemanusiaan. Karena kita semua tidak sempurna. 

Jadi, pelayanan apapun juga pasti tidak sempurna. Kritik santun melalui artikel receh sebagai pengingat atau alarm untuk kembali fokus pada makna dan tujuan dari pelayanan publik.

Sekian
Salam literasi dari anak perbatasan RI -- Timor Leste.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun