Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Membaca, Berproses, Menulis, dan Berbagi || Portal Pribadi: www.tafenpah.com www.pahtimor.com www.hitztafenpah.com www.sporttafenpah.com ||| Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Istana Sophia

4 November 2020   06:04 Diperbarui: 4 November 2020   06:11 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jawab sophia, baiklah tuan. Aku  akan pergi ke istana itu untuk mencari dan terus mencari kebenaran dibalik tangisan jiwa -- jiwa yang berada di taktha kehidupanku. Sophia pun dengan seketika sudah berada di istana itu dengan perasaan senang. Karena di sanalah sophia akan mengawali kisah perjuangannya dalam mencari kebenaran dibalik setiap jeritan dan tangisan jiwa yang menghuni takthanya. Sophia merasakan jiwanya menari -- nari. Karena alam semesta pun turut menari bersama dirinya. 

Sembari merasakan atmosfer alam semesta itu, mata sophia pun dilemahkan dengan kehadiran "bodyguard"/pengawal istana kecil para  bijak. Tanpa disadari oleh sophia, salah satu bijak menepuk bahunya dengan mengatakan bahwa, "sophia biarkanlah getaran jiwamu ini juga dirasakan oleh para penghuni takthamu".

Jiwamu harus berani melepaskan kenyamananmu saat ini. Jangan membiarkan kenyamananmu ini, hanya dirasakan oleh seisi jiwamu seorang diri. Melainkan jiwamu ini harus menjadi lilin yang dapat menerangi seisi jiwa yang masih menjerit kesusahan ditakthamu sendiri. Teguran sang bijak ini, bagaikan petir yang menggetarkan seantero jiwa alam semesta, terutama jiwa sophia sendiri. Sophia pun dengan berat hati harus meninggalkan getaran jiwanya itu. 

Terutama pandangan matanya yang sedari tadi bertautan erat dengan mata dari salah satu "bodyguard" di pojok kanan istana sang bijak. Senyuman khas manjanya telah pudar diterpa kicauan burung dibalik istana kecil sang bijak.

Kini, sophia mengayunkan langkah kakinya ke deretan barisan para bijak, bukan deretan para mantan pacar loh, yang sudah berkumpul di salah satu ruangan untuk mengawali kisah pencarian makna kebenaran yang dibawakan oleh sophia dari tangisan jiwa -- jiwa yang menghuni takthanya. Sophia mulai menerima sentuhan -- sentuhan bijaksana dibalik istana bijak. 

Sophia semakin diperkaya dengan percikan -- percikan kebijaksanaan dari para pembimbing di dalam istana kecil itu. Sophia merasa senang. Karena sophia mulai diajarkan budaya Jawa, Kalimantan, Sumatera, Bali, NTB maupun NTT. Pengalaman demi pengalaman baru didapatkan oleh sophia. Wawasan sophia pun ikut berkembang dalam memahami dunia alam semesta takthanya. 

Pengalaman -- pengalaman baru mengenai kebudayan lain inilah yang menjadikan diri sophia semakin sadar bahwa jika seandainya taktha kehidupannya dipenuhi dengan jiwa -- jiwa bijak seperti yang ada di dalam istana kecil itu, maka takthanya akan semakin jaya dan maju dalam membangun taktha kehidupannya. Jiwa -- jiwa yang berada di dalam taktha sophia pun akan menari -- nari. 

Karena seluruh jiwa yang ada di dalam takthanya pun akan turut merasakan kebenaran. Terististimewa pengalaman baru akan nilai -- nilai kearifan lokal dari setiap budaya yang berada di luar takthanya. Sayangnya, kekayaan lokal budaya nusantara masih  belum diketahui oleh sebagian besar jiwa -- jiwa yang menghuni taktha sophia.

Hari demi hari sophia semakin tahu dan sadar bahwa jika setiap jiwa yang menghuni takthanya memiliki jiwa keberanian untuk mencari kebenaran dan keadilan di luar takthanya. Maka, tangisan dan jeritan jiwa -- jiwa yang menghuni takthanya tidak akan kesepian lagi. 

Karena ketika jiwa mereka berani untuk melangkah, maka jiwa mereka pun akan diperkaya dengan keanekaragam budaya yang berada di seantero takthanya. Ketika setiap jiwa berada pada tahapan ini, maka rasa senofobia akan semakin berkurang. Taktha sophia pun akan bertumbuh dan berkembang dalam persaingan di dunia global dewasa ini.

Sayangnya, harapan sophia itu tidak menjadi kenyataan. Karena jiwa -- jiwa yang selalu menangis di takthanya tidak memiliki keberanian untuk melangkah keluar dari taktha itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun