Mohon tunggu...
Frederick Sawada
Frederick Sawada Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang amatir yang seringkali bergulat dengan pikirannya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena "Weaboo", Sebuah Refleksi Inferioritas Budaya

9 Agustus 2014   18:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:58 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14075576031742007859

Budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah negara. Dapat dikatakan, sebuah budaya menjadi identitas dari sebuah negara, walaupun pada dasarnya, mayoritas budaya yang terbentuk di negara-negara dunia saat ini merupakan budaya dari ras/suku yang menempati negara tersebut lalu kemudian diadaptasi secara nasional.

Semenjak era new media ( era dimana internet mulai lazim digunakan) dimulai, budaya sebuah negara menjadi jauh lebih plural dibandingkan pada jaman feudal. Hal ini dikarenakan arus informasi yang bebas membuat segala akses masyarakat ke budaya dan hal yang tidak mereka tahu, menjadi terbuka secara luas. Salah satunya, budaya Jepang.

Semenjak budaya Jepang mulai dikenal di Indonesia, pada awalnya orang awam tentu merujuk ke Anime (animasi Jepang) yang sempat ramai mengisi berbagai channel televisi. Lalu beberapa waktu kemudian masyarakat mulai mengenal istilah Cosplay ( costume play), sebuah istilah yang  merujuk orang yang berdandan/menggunakan kostum sesuai karakter favoritnya, yang kadang diadaptasi juga dari karakter komik/film/game barat.

Sejak saat itu, kultur Jepang mengalir deras ke Indonesia, terbukti dengan banyaknya festival bertemakan Jepang yang digelar baik di kampus maupun hingga tingkat JIExpo, JCC, dan lain-lain, dan biasanya lebih merujuk ke budaya Pop. Namun, seiring kemajuan kultur Jepang di Indonesia, beberapa kemunduran dan krisis budaya pun terjadi.

Beberapa anak muda dalam negeri penggemar Jepang yang sempat saya temui di berbagai sosmed dan forum, bahkan rela merubah namanya menjadi nama yang "Jepang banget" hingga mengklaim lahir di Jepang.Bahkan, beberapa waktu lalu mereka sempat geram saat ada yang menyamakan anime dan kartun!, dapat dibayangkan betapa tinggi fanatismenya kan? Ketika seseorang mendewakan Jepang, dari sinilah fenomena "Weaboo" berasal.

[caption id="attachment_337323" align="alignnone" width="300" caption="ciri-ciri seorang weaboo /sumber foto : Reddit"][/caption]

Weaboo sendiri, pada dasarnya adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang merasa sangat Jepang, berperilaku seperti orang Jepang, dan mendewakan Jepang layaknya surga dunia.  Fenomena yang sudah masuk ke negeri kita tercinta ini, membuat beberapa orang yang sudah terkena sindrom ini ( ya, saya katakan seperti penyakit karena sampai tingkat ekstrimnya, orang bahkan dapat muak total dengan negaranya), benar-benar merasa Indonesia ketinggalan ratusan jaman ketimbang Jepang.

Fenomena ini, membuat Jepang dipandang sebagai negeri yang teratur, sangat berteknologi, tertimbang Indonesia yang sering acak-acakan dan ketinggalan jaman. Karena hal ini lah, lalu rasa inferior diri muncul. Indonesia dipandang sebagai negeri yang penuh keburukan, mulai dari kriminalisme yang merajalela, hingga krisis identitas budaya.

Bahkan beberapa orang sudah tidak dapat menyebutkan apa sih bagusnya negeri ini ?, dan mempunyai puluhan bahkan ribuan sisi negatif dari negeri ini. Jelas, seringkali berita menayangkan sisi negatif ketimbang kemajuan dari negeri. Bad news is a good news, kan?

Ketika para anak muda, khususnya pecinta Jepang menyaksikan berita yang isinya hal negatif di tanah air, serta membaca penemuan-penemuan Jepang yang selalu unik, maka efek Weaboo ini saya rasa akan semakin kuat imbasnya. '

Pada akhirnya, rasa inferior kembali lagi menghantui negeri ini, dan budaya-budaya kita yang diklaim negeri tetangga dan dinikmati oleh orang luar negeri, teronggok tak berdaya, tak diperhatikan, tak digubris.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun