Mohon tunggu...
Fredric Chia
Fredric Chia Mohon Tunggu... Editor - Fredric Chia adalah praktisi Feng Shui, pembaca tarot, dan penulis budaya Tionghoa yang tinggal di Kalimantan. Dia melayani konsultasi Feng Shui dan Tarot online untuk orang yang penasaran secara spiritual. Sejak diluncurkan pada tahun 2016, Fredric telah membantu ratusan wanita dalam mengatasi ketakutan mereka dalam mengikuti impian mereka melalui konsultasi spiritual, berkat, dan layanan curhat.

Halo, saya Fredric! Saya seorang Praktisi Feng Shui, Tarot Reader, dan Chinese Cultural Writer yang saat ini menjelajahi dunia untuk menyebarkan kasih dan kebenaran! Saya menemukan apa yang telah saya lewatkan dalam hidup, apa yang bisa saya lakukan lebih baik, dan saya Senang berbagi rahasia saya dengan Anda.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sugeng Raharjo Buka Kemasan dari Tiongkok! Bisakah Indonesia Semaju Tiongkok?

22 April 2021   09:00 Diperbarui: 22 April 2021   09:30 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dok. Penerbit K-Media

Buku Sugeng Raharjo Unboxing Tiongkok ini ditulis oleh empat orang, di antaranya Atman Ahdiat, Ardi Bramantyo, Rahmad Nasution dan Sariat Arifia. Penulisan buku ini bermula dari perbincangan di meja makan Restoran Bebek Tepi Sawah, Jakarta. Pada pertemuan perdana itu, perbincangan dengan mantan diplomat yang telah yang telah memegang peran penting di dunia diplomasi Indonesia selama 40 tahun itu sempat terhenti karena guncangan gempa. Gempa yang berkekuatan magnitudo 6,9 pada Jumat, 2 Agustus 2019 pukul 19.03 WIB itu mengguncang daerah Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Lalu apa hubungan gempa itu dengan Tiongkok? 13 hari setelah gempa, otoritas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan uji coba pembangunan Sistem Peringatan Dini Gempa Bumi (Earthquake Early Warning System/ EEWS) sebagai hasil dari kerja sama BMKG dengan Institute of Care Life of China. EEWS berfungsi untuk mendeteksi gempa lebih dini dengan tujuan untuk menyelamatkan hidup orang Indonesia. Namun pemasangan 10 unit sensor EEWS ini justru menjadi propaganda yang menuduh Tiongkok berencana jahat di Indonesia.
Tujuan buku ini ditulis tak lain dan tak bukan untuk siapapun yang ingin memahami Tiongkok dari sudut pandang yang jernih, baik dan semangat ingin maju. Terlebih penting bagi orang -- orang yang memegang kendali pada pengambilan keputusan pada masa depan hubungan Indonesia -- Tiongkok seperti politisi, pengusaha ataupun masyarakat umum, sangat tepat untuk menjadikannya sebagai alat untuk memahami situasi yang sebenarnya.

Pada tahun 2002, Sugeng Raharjo pertama kali menginjakkan kakinya di Beijing, yang dia lihat adalah lalu lalang masyarakat yang bersepeda sebagai alat transportasi umum dan orang -- orang yang meludah sembarangan di sembarang tempat. Saat itu dia berpikir, Tiongkok membutuhkan sekitar dua generasi lagi (sekitar 70 -- 80 tahun) untuk menjadi negara maju.

Dia tidak pernah menginjakkan kaki lagi di Tiongkok hingga setelah dia dilantik menjadi Duta Besar RI (Republik Indonesia) di Republik Rakyat Tiongkok pada 23 Desember 2013, yang selanjutnya pada bulan Februari 2014 dia dan istrinya tiba di Beijing. Belum lagi dia menginjakkan kakinya dan menurunkan kopernya dari pesawat, dia dan istrinya diminta untuk melepas Panglima TNI Jendral TNI Moeldoko dan Ibu di Bandara internasional Tiongkok. Dalam kesempatan berbincang dengan Panglima TNI tersebut, dia mendapat informasi tentang kemajuan teknologi persenjataan yang dikembangkan oleh Pemerintah Tiongkok.

Selama perjalanan menuju wisma, dia betul -- betul tidak menyangka dengan perkembangan Beijing yang begitu cepat. Tidak ada lagi orang yang meludah sembarangan, kota dipenuhi gedung -- gedung pencakar langit, lalu lintas yang rapi dan bersih, menjadi kota metropolitan yang sangat indah.

Foto : Dok. Latifa Fahrun
Foto : Dok. Latifa Fahrun
Menurutnya, ada tiga tokoh yang memiliki peran terpenting atas kemajuan ini, Deng Xiao Ping dengan revolusi kebudayaannya, Zhu Rongji yang memburu koruptor dan Kesederhanaan Xi Jinping. Masih banyak lagi tokoh yang berperan dalam kemajuan Tiongkok, namun menurut Sugeng Raharjo yang memberi pengaruh terbesar adalah tiga orang ini.

Deng Xiao Ping di masa kepemimpinannya mengajarkan kesederhanaan dan menghargai pemimpin terdahulu. Walaupun Mao Zedong di masa kepemimpinannya menyisakan banyak luka di hati rakyatnya, namun hal ini tidak menjadi alasan bagi Deng Xiao Ping untuk mengajarkan kebencian terhadap seniornya tersebut. Yang penting baginya adalah memperbaiki yang salah dan melanjutkan kepemimpinan yang terdahulu, bukan justru menyalahkan tanpa adanya solusi.

Hal seperti ini perlu ditiru dan dikembangkan di Indonesia. Rakyat Indonesia terbiasa untuk menyalahkan pemimpinnya, bukan justru mendukung pemimpinnya. Sedang di Tiongkok rakyatnya percaya bahwasanya pemimpin mereka mendapat mandat dari langit, dengan alasan tersebut mereka sangat patuh dan menghargai pemimpin mereka.

Zhu Rongji menjadi pengganti Deng Xiao Ping, ketika dia dilantik menjadi Perdana Menteri pada tahun 1998, saat itu dia dengan lantang mengatakan "Berikan saya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat saya jika saya pun melakukan hal itu." Zhu Rongji tidak main -- main dengan omongannya, benar saja dia mengirimkan salah satu peti mati kepada Cheng Kejie, pajabat partai komunis Tiongkok  yang dihukum mati karena terlibat pada kasus suap sebanyak 5 juta dolar AS. Dan pada awal masa tugasnya, dia mengirim satu peti mati kepada koleganya sendiri, Hu Chang-ging, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur Jiangxi, karena dia terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai 2,2 juta Yuan atau sekitar 5 milliar Rupiah.

Selain pejabat pemerintahan, Zhu Rongji juga mengirimkan peti mati kepada pegawai bank, Xiao Hongbo, yang merupakan deputi manajer cabang Bank Konstruksi China, salah satu bank milik negara di Dacheng, Provinsi Sichuan, yang dihukum matu karena korupsi. Uang hasil korupsinya digunakan untuk membiayai hidup delapan orang pacarnya, dan telah menghabiskan sebanyak 1,7 juta Yuan atau sekitar 3,9 miliar rupiah pada rentan waktu 1998 hinga 2001.

Foto : Dok. Latifa Fahrun
Foto : Dok. Latifa Fahrun
Selama kepemimpinannya dia nampak paham betul dengan pepatah Tiongkok, "Bunuh seekor ayam untuk menakuti seribu ekor kera." Di masa kepemimpinannya Zhu Rongji dikenal sebagai "Malaikat Pencabut Nyawa Koruptor." Ada lebih dari empat ribu orang yang dihukum mati antara tahun 1998 dan 2001 karena terbukti melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Amnesti International (AI) beranggapan hal yang dilakukan Zhu Rongji sangat kejam, namun baginya ini adalah cara untuk menyelamatkan negaranya dari kehancuran.

Setelah ayam -- ayam dieksekusi mati, kera -- kera pun menjadi jera, hingga pada tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 9 persen per tahun dengan nilai pendapatan domestic bruto sebesar 1.000 dolar AS. Cadangan devisa mereka mencapai 300 miliar dolar AS. Menurut prof. Kong Yuanzhi, guru besar Universitas Peking, hal tersebut dapat tercapai berkat keseriusan Zhu Rongji dalam memberantas korupsi.

Pada masa kepemimpinan Xi Jinping, dia fokus pada pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Pada awal kepemimpinannya di tahun 2012, Tiongkok semakin terbang tinggi pada berbagai sektor dan menempati posisi sebagai negara dengan kemampuan ekonomi terbesar kedua dunia setelah Amerika Serikat. Pada tahun 2018 Tiongkok mencapai pendapatan per kapita mencapai 9.000 dolar AS, dan hampir 800 juta masyarakatnya berhasil terbebas dari kemiskinan.

Foto : Dok. Latifa Fahrun
Foto : Dok. Latifa Fahrun
Reformasi ekonomi dimulai dari sektor pertanian dengan dikombinasikan dengan penciptaan zona perdagangan bebas di beberapa kota pantai timur dan selatan. Setelah itu disusul dengan pembangunan infrastruktur besar -- besaran yang disertai perluasan basis manufaktur berorientasi ekspor. Kemudian Tiongkok mulai merambah ke dunia e-commerce, e-payment, artificial intelligence dan robotic. Kemajuan ini menjadi ancaman bagi Amerika Serikat sebagai raksasa tidur untuk menyalipnya kapan saja.

Xi Jinping adalah seorang pemimpin yang berwibawa, berdisiplin tinggi, jujur, dan pekerja keras. Selain itu dia juga dikenal sangat sederhana, buktinya setiap akhir pekan dia tetap membersihkan rumahnya sendiri, dan istrinya memasak sendiri, walau Tiongkok sudah menjadi negara yang begitu maju dan sejahtera. Hal ini lah yang menumbuhkan cinta yang teramat dalam bagi masyarakat Tiongkok kepadanya.

Xi Jinping memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan cepat, yang contohnya seperti dalam hal pengembangan sosial media yang dikembangkan oleh kekuatan dalam negeri, seperti Baidu, Wechat dan sebagainya. Keputusan ini memberi keuntungan era teknologi informasi secara utuh dan maksimal bagi Tiongkok.

Foto : Dok. Latifa Fahrun
Foto : Dok. Latifa Fahrun
Setiap lembar dari buku ini sangat membuka pola pikir dan menambah wawasan yang membacanya. Selain itu buku ini adalah buku yang masih segar sekali dan memaparkan informasi terkini. Banyak hal yang tidak disadari kebanyakan orang, telah dituliskan dengan rapi di dalamnya. Ini benar -- benar menjadi cerminan keseriusan orang -- orang yang mencintai Indonesia, agar Indonesia menjadi negara yang lebih baik kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun