Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kita Memang Pembeli yang Emosional, Covid-19 Membuat Kita Semakin Irasional

2 April 2020   22:23 Diperbarui: 29 Juli 2021   18:36 3900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belanja kebutuhan (Sumber: pxhere.com)


People do not buy goods and services. They buy Relations, STORIES and MAGIC - Seth Godin

Seth Gordin, seorang pengusaha Amerika dan pembicara publik, menyatakan bahwa pada dasarnya konsumen tidak membeli barang atau jasa, melainkan hal-hal yang lebih abstrak seperti hubungan emosional dan cerita di baliknya. 

Pernyataan ini merupakan cerminan bahwa perilaku konsumen memang tidak didominasi oleh faktor logika. Asosiasi Pemasaran Amerika juga mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi yang dinamis mengenai perasaan, perilaku dan lingkungan di mana individu melakukan pertukaran dalam berbagai aspek di dalam kehidupannya. 

Baik Seth Gordin maupun Asosiasi Pemasaran Amerika, keduanya secara gamblang menyatakan bahwa perilaku konsumen memang didominasi oleh faktor emosional, bukan logika. 

Ya, bukankah kita memang adalah pembeli yang emosional? Kalau perilaku kita didominasi dengan faktor logika, kemungkinan tidak akan ada produsen yang berhasil menjual jam tangan seharga belasan hingga puluhan miliar. 

Toh jam tangan seharga Rp 2 juta juga memiliki fungsi yang sama dengan jam tangan mahal tersebut; sama-sama menunjukkan waktu dan mungkin juga memiliki fitur cronograph yang sama. 

Kalau perilaku kita didominasi dengan faktor logika, mungkin kita akan menolak membeli sebotol Coca Cola seharga Rp 100.000 di dalam cafe sementara diluaran (mini market/warung) bisa diperoleh dengan harga Rp 8.000 per botol. 

Seperti kata Seth Gordin, kita bersedia membayar mahal sebuah jam tangan hingga puluhan miliar, karena yang kita beli bukan faktor produk jam tangan semata, melainkan kita membayar harga sebuah gengsi (emosional), kita menginginkan orang-orang mengagumi kesuksesan yang kita raih. 

Demikian juga beberapa dari kita memilih untuk berkumpul di kafe, bukan di kedai pinggir jalan. Kita sebenarnya tidak hanya sekadar mencari minum di kafe, karena di kedai juga menyediakannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun