Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Persuasif atau Pemarah, Gaya Kepemimpinan Mana yang Lebih Baik?

2 November 2019   18:07 Diperbarui: 3 November 2019   10:25 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto sumber : bisnis.com

Beberapa waktu lalu saya membaca berita di media nasional, mengenai bagaimana seorang kepala daerah tetap mengutamakan kesantunan saat menegur anak buahnya dalam bekerja walaupun telah melakukan kesalahan dalam penyusunan anggaran. 

Rupaya di media sosial juga bisa ditemukan unggahan video yang memperlihatkan bagaimana persuasifnya kepala daerah tersebut dalam menegur anak buahnya saat menemukan kesalahan dalam penyusunan anggaran. 

Banyak netizen yang menyukai gaya kepemimpinan tersebut, lalu membandingkan dengan kepala daerah sebelumnya yang dikatakan berkarakter buruk, temperamen dan meledak ledak dalam mengatur jajaran anak buahnya.

Saya jadi bertanya-tanya; apakah benar dalam memimpin harus selalu persuasif? Dan apakah salah apabila pemimpin memiliki sifat temperamen dan mudah memarahi anak buah yang salah?

Saya pribadi sebagai orang pernah menjadi bawahan, tentu setuju dan sangat menginginkan model pemimpin yang baik hati sebaik-baiknya. Tidak pernah marah walaupun kita berbuat salah, selalu tersenyum dan "mengayomi".

Rasanya tenang banget dalam bekerja bilamana memiliki pemimpin seperti itu. Sebagai anak buah juga tidak akan takut melakukan kesalahan, jadi bisa lebih bebas dalam "bereksperimen" saat bekerja. Bukankah eksperimen merupakan cermin kreatifitas kita?

Namun saat saya kemudian mengambil sudut pandang di posisi pemimpin, saya tidak mau anak buah banyak melakukan kesalahan. Toleransi yang tinggi atas kesalahan tidak akan bisa mendidik anak buah untuk mengedepankan sikap profesionalisme dan cara bekerja secara benar. Kalau perlu anak buah cukup salah sekali saja, atau oke lah maksimal 2 kali.

Ingat, bukankah hewan seperti keledai yang dipersepsikan dungu saja tidak akan terantuk jatuh pada batu yang sama untuk kedua kali nya kan? Setiap kesalahan yang dilakukan oleh team akan menghambat kecepatan kinerja yang sedang kita bangun.

Oleh sebab itu saya mengharapkan team yang minim berbuat kesalahan, bahkan kalau perlu kesahalan nol.

Setiap pemimpin memang memiliki karakternya masing-masing. Ada yang sabar, sangat sabar, bahkan sangat sabar sekali. Dan sebaliknya demikian juga yang pemarah.

Demikian juga sebagai anak buah, masing-masing memiliki karakter yang berdeda. Ada yang ditegur baru berubah. 

Ada yang sudah ditegur berkali-kali masih juga tidak mau berubah. Ada yang tidak bisa ditegur sama sekali, mau nya diomongin baik-baik baru bisa berubah. Ada yang harus dimarahi dulu baru berubah.

Namun dengan ratusan atau ribuan anak bauh / karyawan yang dipimpin, bagaimana mungkin seorang pemimpin diharapkan melakukan pendekatan yang berbeda sesuai dengan karakter masing-masing individu?

Untuk itu budaya dan karakter secara mayoritas yang dijadikan acuan dalam menentukan gaya kepemimpinan yang akan di bawa.

Dalam kejadian nyata yang kita lihat belakangan ini dan sedang ramai ramainya di media sosial: pada Tanggal 23 Oktober, Pak Gubernur sudah memberikan pengarahan dan melakukan penyisiran anggaran secara internal. Masalah pulpen yang anggarannya tinggi sudah diketahui dan dikritik oleh Pak Gubernur. 

Namun, setelah pengarahan tersebut, nampaknya tidak ada yang terjadi. Anak buah diduga tidak segera melakukan evaluasi ulang dan perbaikan hingga akhirnya banyak mata anggaran yang dianggap "tidak pantas" ditemukan anggota DPRD pada Tanggal 29 Oktober dan menjadi viral, serta di kemudian hari semakin banyak anggaran lain yang dianggap tidak pantas ditemukan.

Kalau benar kronologisnya seperti ini, artinya sikap sabar dan persuasif yang dikedepankan Pak Gubernur tidak berhasil mengubah anak buahnya untuk bekerja lebih baik.

Akibatnya, Gubernur menjadi bully-an warga netizen atas munculnya banyak anggaran yang tidak wajar.

Sebaliknya, di periode Gubernur sebelumnya yang dikenal temperamental, sedikit-sedikit memarahi anak buahnya yang dianggap tidak bisa bekerja, bahkan tidak segan memecat anak buah yang tidak becus bekerja, namun masyarakat di saat itu menikmati pelayanan yang terbaik dari PNS Pemda tersebut. 

Semua urusan yang dulunya dianggap susah urusnya, lama, kemudian diduga butuh uang pelicin untuk memuluskan segala urusan warganya, semuanya hilang menjadi lebih baik, transparan dan bersih.

Namun walaupun demikian, tetap banyak netizen yang mem-bully Gubernur melalui karakternya yang temperamen.

Jadi, Gubernur gaya persuasif di-bully, Gubernur gaya pemarah juga di-bully.

Dalam kasus lain, gaya kepemimpinan seorang guru saat mendidik anak-anak TK juga jauh berbeda dengan gaya kepemimpinan seorang komandan saat mendidik calon tentara, dan tidak bisa disamakan.

Untuk mendidik anak-anak TK, dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Kesalahan yang diperbuat anak-anak TK bisa terus menerus ditoleransi oleh sang guru, dan sang guru tetap harus bisa membimbing dengan penuh kasih anak anak didiknya. 

Cinta kasih adalah unsur utama dalam pembelajaran pertama anak-anak TK agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan optimis di kemudian hari.

Apa jadinya kalau semenjak TK diberlakukan sistem yang tidak ada kompromi kesalahan, anak-anak selalu dihardik dan dimarahi dengan nada tinggi serta diberikan hukuman fisik? Yang terjadi adalah mereka tumbuh dalam ketakutan dan pesimis.

Sebaliknya dalam melatih calon tentara, tidak ada namanya toleransi kesalahan dan "selalu dimaklumi", tidak ada yang ada namanya teguran persuasif.

Calon tentara di-didik dengan keras agar mereka meninggalkan karakter lama yang peragu, penakut, egois, lemah menjadi indvidu baru yang lebih disiplin, mengutamakan bangsa dan negara daripada individu, berani dan kuat.

Apa jadinya kalau calon tentara dilatih dengan cara persuasif dan "penuh toleransi"?

Atau saat masuk materi pelatihan bertahan dalam hutan, komandan merasa kasihan lalu membatalkan pelatihan tersebut. Bisakah mereka menjadi tentara yang profesional? Saya sangat ragu.

Jadi pemimpin yang baik itu yang bagaimana? Yang luar biasa sabar, persuasif atau yang pemarah dan disiplin tinggi ?

Tidak ada anak kunci sakti untuk membuka semua jenis gembok. Mungkin benar ada 1 kunci untuk membuka beberapa gembok, tapi untuk jenis dan bentuk gembok yang sama. Anak kunci untuk gembok yang kecil tidak bisa digunakan untuk membuka gembok yang bentuknya lebih besar walaupun walaupun anak kunci besar itu memiliki model ulir sama persis antara yang kecil dan yang besar. 

Dalam konteks ini, tidak ada 1 rumus kepemimpinan yang baik untuk semua kondisi. Masing-masing kondisi, masing-masing budaya, membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda.

Sebagai pemimpin, kita harus bijak menentukan gaya kepemimpinan yang harus kita terapkan sesuai kondisi dan lingkungan yang ada. 

Pemimpin harus tahu kapan bersikap sabar dan kapan harus bersikap tegas. Jadi, seorang pemimpin yang harus mampu mengubah gaya kepemimpinannya dalam setiap kondisi dan situasi, bukan seluruh anak buah yang diharapkan mengubah karakter mereka mengikuti gaya kepemimpinan atasannya. Lebih mudah mengubah 1 orang daripada mengubah 1000 orang.

Dalam kondisi di mana mayoritas karyawan telah mampu bekerja dengan baik dan disiplin, mengedepankan profesionalisme, gaya kepemimpinan yang temperamen tidak diperlukan dan tidak cocok disini.

Gaya temperamen mudah marah hanya akan menganggu ritme bekerja yang telah baik dengan menimbulkan suasana kerja yang tidak nyaman.

Sebaliknya, dalam kondisi di mana mayoritas karyawan telah terbiasa bekerja sesuka hati masing-masing, tidak disiplin, hanya mengutamakan keuntungan pribadi bukan kepentingan bersama, gaya kepemimpinan yang persuasif, sangat penyabar tidak tepat diterapkan di sini.

Kesabaran milik pemimpin justru semakin disalahgunakan oleh anak buah. "Ah paling ditegur ringan", sambil besok mengulangi kesalahan yang sama dengan harapan besok kesalahannya tidak diketahui, atau kalaupun diketahui hanya ditegur ringan.

Seorang pemimpin terlalu baik, penyabar dalam kondisi dan lingkungan yang membutuhkan ketegasan hanya menjadi cerminan dari kepemimpinan yang gagal.

Butuh kecerdasan seorang pemimpin untuk memilah apa gaya kemimpinan yang akan diterapkan agar organisasi yang dipimpinnya dapat bergerak ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi dan misi yang di-embannya. Ingat, setiap kondisi dan lingkungan membutuhkan sentuhan yang berbeda. 

Apapun gaya kepemimpinan yang dibawa, ada acuan yang menentukan apakah gaya tersebut sudah tepat atau belum di suatu organisasi.

Acuannya adalah, apabila gaya kepemimpinan tersebut mampu mengubah orang-orang di dalam organisasi tersebut menjadi lebih baik kinerjanya. Tidak peduli apakah caranya harus persuasif atau pemarah.

Menurut saya, kita sebagai orang yang hanya melihat dari luar, kurang tepat menilai bagaimana cara nya pemimpin tersebut memimpin. Karena kita tidak memahami secara penuh apa yang terjadi di dalam, bagaimana karakter orang2 yang ada di dalam. Tapi kita harus lebih peduli output yang dihasilkan oleh pemimpin tersebut. 

Walaupun seorang pemimpin mengedepankan sikap persuasif, menghindari marah-marah, namun organisasi yang dipimpinnya tidak mampu menjadi lebih baik kinerja nya, maka cara kepemimpinannya telah gagal.

Sebaliknya seorang pemimpin dikenal suka marah-marah, namun dengan cara itu orang-orang di dalam organisasi tersebut bekerja dengan lebih baik, kinerja meningkat, maka pemimpin tersebut sukses dan menerapkan gaya kepemimpinan yang baik.

Dan berhasil atau tidak suatu organisasi juga tidak bisa dinilai oleh pemimpin itu sendiri, melainkan dinilai oleh stakeholder.

Kepemimpinan itu memang tidak mudah dan pastinya tidak tepat kalau menganggap bahwa menjadi pemimpin merupakan hadiah dari kebaikan hati semata. Atau karena orang tersebut baik hati, maka otomatis pantas menjadi pemimpin.

Saya lebih percaya bahwa kepemimpinan yang baik itu lahir dari bakat dan pengalaman, bukan melalui tempaan singkat.

Salam,
Freddy Kwan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun