Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Metode "Just In Time", Solusi Kurangi Beban Stok dan Luasan Gudang

6 September 2019   21:01 Diperbarui: 11 September 2019   10:13 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The biggest room in the world is the room for improvement

Helmut Schmidt

Pada Bulan April 2019 lalu, saya diminta berpartisipasi dalam forum seminar bertajuk : The Future Warehouse Forum. Saya bukan orang logistik sepenuhnya walaupun pernah membawahi departemen tersebut. Namun kalau bicara mengenai pergudangan di masa depan, menurut saya tantangan yang dihadapi adalah :

1. Besaran gudang -- karena harga tanah semakin hari semakin mahal. Semakin besar gudang yang kita bangun, maka investasi tanah dan bangunan juga semakin tinggi.

2. Banyaknya inventori yg disimpan -- juga karena harga bahan baku juga semakin lama semakin mahal akibat sumber daya alam yang terbatas.

Makanya menurut saya, kedepan (bahkan di saat mulai sekarang ini) pemilik perusahaan bukan lagi dituntut membangun gudang sebesar-besarnya serta menimbun inventori sebanyak-banyaknya. 

Melainkan bagaimana menjalankan operasional perusahaan dengan lancar sesuai target namun dengan gudang dan inventori seminimal mungkin. Oleh sebab itu saya setuju berpartisipasi dengan membawakan materi mengenai JUST IN TIME; bagaimana kita meminimalkan luasan gudang dan inventori.

JUST IN TIME

Apakah Just In Time ini? 

Defisini Just In Time dalam Wikipedia adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan se-efisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya sesuai kehendak konsumen tepat waktu.

Beberapa definisi lain Just In Time yang bisa kita temui :

1. Suatu sistem yang berusaha meniadakan pemborosan dalam bidang produksi, sehingga dapat menghasilkan produk akhir tepat waktu.

2. Strategi manajemen yang menyelaraskan pemesanan bahan baku dari pemasok langsung berdasarkan skedul produksi untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya yang timbul akibat menumpuknya inventori dan resiko yang ditimbulkan. Metode Just In Time ini membutuhkan keakuratan proyeksi permintaan konsumen secara akurat.

3. Suatu konsep dimana perusahaan mengatur kegiatan produksi sehingga bahan baku produksi dipesan untuk tiba di saat dibutuhkan untuk diproses langsung tanpa disimpan terlebih dahulu di gudang, dan setelah selesai produksi produk langsung dikirim ke konsumen tanpa disimpan lagi di gudang.

Singkatnya, dengan Just In Time, perusahaan memproduksi hanya sejumlah yang dibutuhkan/diminta konsumen pada saat dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi biaya penyimpanan, pemeliharaan, maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun inventori.

Kapan dan dimana Just In Time ini dilahirkan pertama kali? 

Just In Time lahir dan dikembangkan di Jepang sekitar Tahun 1960an dan 1970an oleh Toyota. Oleh sebab itu Just In Time sering kali dikenal sebagai Toyota Production System.

Setelah berkembang di Jepang, Metode Just In Time kemudian menyebar ke Eropa dan Amerika. Tahun 1980-an, Hewlett Packard merupakah salah satu perusahaan di Amerika yang menerapkan Just In Time. Salah satu negara di Asia yang diketahui kemudian menerapkan Just In Time ini juga adalah India.

Mengapa Just In Time? 

Mengapa Metode Just In Time bisa menyebar dan banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di luar Jepang?

Karena Metode Just In Time ini memberikan produktivitas yang tinggi disamping efisiensi yang lebih baik bagi perusahaan yang menerapkannya.

Banyak perusahaan yang telah menerapkan Just In Time memetik keuntungan dari penerapan metode ini. Baik dalam mengurangi inventori di gudang, mengurangi luasan area gudang yang dibutuhkan hingga peningkatan produktivitas kerja.

Hewlett Packard adalah contoh salah satu perusahaan di Amerika yang pertama kali mengadopsi Metode Just In Time di pertengahan tahun 1980-an. Awalnya Hewlett Packard melakukan uji coba di 4 (empat) divisi dalam perusahaannya untuk menerapkan Just in Time. Hasil uji coba di 4 (empat) divisi ini memberikan kontribusi yang baik, sehingga Hewlett Packard setuju menerapkan di semua divisi dalam perusahaannya.

slide2-jpg-5d7865ed097f36271e1de1a2.jpg
slide2-jpg-5d7865ed097f36271e1de1a2.jpg
Keberhasilan Metode Just In Time dalam mengurangi area gudang dan inventori juga diperoleh perusahaan-perusahaan di India yang telah menerapkannya, diantaranya :


slide1-jpg-5d78654b0d82306bd4142082.jpg
slide1-jpg-5d78654b0d82306bd4142082.jpg
Di Indonesia, saya belum bisa menemukan data dari suatu perusahaan yang membandingkan kinerja sebelum dan sesudah menerapkan Just In Time. Namun dari pengalaman saya bekerja di beberapa perusahaan, baik yang belum menerapkan Just In Time maupun yang telah menerapkannya; saya bisa menampilkan perbandingan dari segi kebutuhan luasan gudang dan stok inventori sebagai salah satu referensi :

slide3-jpg-5d78655b0d82306986548682.jpg
slide3-jpg-5d78655b0d82306986548682.jpg
Dari tabel diatas ini, Perusahaan A dan Perusahaan B adalah perusahaan yang tidak menerapkan Just In Time. Terlihat bahwa kebutuhan luas area gudang cukup besar, dari minimal 30% hingga 85% dari total keseluruhan bangunan, dengan menampung inventori untuk kebutuhan dari 1,5 bulan hingga 4 bulan. 

Sementara Perusahaan C adalah perusahaan yang telah menerapkan Just In Time. Kebutuhan luas area gudangnya hanya 9% dari total luas bangunan, dan tidak menyimpan inventori sama sekali.

Tentu kita akan bertanya-tanya dalam hati : tidak menyimpan inventori sama sekali, ini terlalu radikal. Bagaimana kalau ada permintaan konsumen mendadak?

Saya setuju bahwa nilai inventori Rp 0,- memang radikal, terlalu berani. Tapi memang kebetulan perusahaan tersebut memproduksi produk dengan masa kadaluwarsa yang sangat cepat, hanya 3-4 hari. Jadi justru tidak logis kalau menimbun stok untuk produk yg kadaluwarsanya 3-4 hari saja. Resiko kerusakan dan kerugian yang timbul juga pasti besar.

Inventori Rp 0,- adalah yang paling tepat di Perusahaan C, namun bukan berarti bahwa semua perusahaan yang menerapkan Just In Time wajib memiliki nilai yang sama = Rp 0,-. 

Kalau kita perhatikan kembali tabel pertama dalam kasus Hewlett Packard, dengan menerapkan Just In Time, 2 (dua) divisi nya berhasil menurunkan tingkat inventori hingga 75%. Dengan kata lain, kedua divisi tersebut cukup hanya menyimpan inventori sebanyak 25% dari sebelum menerapkan Metode Just In Time.

Bagaimana proses kerja Just In Time?

Saya akan berbagi gambaran sederhana proses kerja Just In Time di salah satu perusahaan dimana saya pernah bekerja yang telah menerapkannya. Disini saya memberikan penekanan terhadap cara kerja Team Sales dalam menyukseskan penerapan Just In Time.

Sebagai "ritual" tahunan yang dilakukan oleh setiap Team Sales semua perusahaan adalah membuat Proyeksi Penjualan Tahunan yang secara rinci berisi item, volume dan bulan. Yang membedakan dengan perusahaan yang menerapkan Just In Time adalah :

1. Proyeksi Penjualan Tahunan yang berisi rencana penjualan per bulan per item dan volumenya, oleh Team Penjualan setiap bulan data tersebut dipertajam dengan Rencana Penjualan Bulanan per item dan volume. Data ini selanjutnya dipakai sebagai acuan bagi Supply Chain, dalam melakukan persiapan proyeksi kebutuhan bahan baku dan material pendukung produksi.

2. Rencana Penjualan Bulanan selanjutnya dipertajam kembali dengan Rencana Penjualan Mingguan yang datanya merupakan data mutlak dan digunakan Supply Chain untuk menyiapkan bahan baku serta material pendukung produksi. Rencana Penjualan Mingguan ini juga berisi data kapan produk ini dikirim dan kepada siapa.

Perlu saya garis bawahi disini bahwa kepada siapa dan kapan dikirim produk-produk tersebut tidak dilakukan secara acak, melainkan memiliki skedul yang telah ditetapkan dari awal : Konsumen X dikirimkan pesanan produknya setiap Hari Y atau Tanggal Z dalam setiap bulan.

Selanjutnya setelah Team Sales membuat Proyeksi Penjualan Mingguan, Team PPIC segera menyiapkan skedul produksi serta menyiapkan bahan baku serta material pendukung produksi yang dibutuhkan.

Kemudian setelah selesai diproduksi, Team Distribusi telah menyiapkan armada mobil untuk mengirimkan produk tersebut kepada konsumen sesuai skedul waktu yang telah ditetapkan, tanpa menyimpannya dalam waktu lama di gudang inventori. 

Dengan Metode Just In Time ini, selain kesinambungan pasokan bahan baku, pengiriman produk kepada konsumen (jaringan penjualan : distributor/agen/pasar modern) juga dilakukan secara kesinambungan dalam suatu periode waktu.  Jadi proses kesinambungan ini terjadi mulai dari awal hingga akhir produksi

dokpri
dokpri
Sebenarnya proses Metode JIT secara sekilas sangat mirip dengan Metode Konvensional yang telah dijalankan di hampir semua pabrik (perusahaan). Perbedaannya adalah pada tahapan awal di Team Sales saat mengirimkan data proyeksi penjualan dan di tahapan setelah produksi selesai.

dokpri
dokpri
Mengaplikasikan Metode Just In Time

Metode Just In Time terbukti memberikan hasil yang baik dalam mengurangi luasan gudang dan inventori. Dengan berkurangnya area gudang, maka perusahaan menghemat dalam investasi tanah dan bangunan. Demikian  juga penurunan inventori membuat cash flow perusahaan lebih sehat.

Kalau begitu, mengapa metode ini tidak dijalankan saja oleh semua perusahaan?

Kunci utama dan tantangan dalam menjalankan Just In Time ada di 2 (dua) departemen dalam perusahaan :

1. Sales

Untuk menjalankan Just In Time, Tim Penjualan harus bekerja berdasarkan data dan memberikan proyeksi penjualan yang tepat. Tanpa proyeksi penjualan yang tepat, Just In Time tidak ada tercapai. 

Team Penjualan harus mampu memproyeksikan kapan konsumen membutuhkan produk apa saja dan kapan produk tersebut dikirim ke konsumen.

Menerapkan hal ini tidak mudah, karena mayoritas Team Sales bekerja berdasarkan kepintaran merayu daripada menganalisa data. Dan untuk mencapai hasil akhir dalam Rupiah ini, Team Sales tidak jarang menggunakan Strategi Push Sales daripada Pull Sales. 

Yang penting barang keluar dari gudang principal pindah ke gudang distributor dan agen. Tidak peduli apakah barang tersebut akan segera terjual oleh distributor dan agen atau tidak. Rencana item dan volume meleset tidak masalah, sepanjang Team Sales berhasil mencapai angka Rupiah yang diharapkan.

2. Supply Chain

Tantangan bagi Supply Chain dalam mendukung implementasi Just In Time adalah kesinambungan pasokan bahan baku yang dibutuhkan oleh produksi di saat bahan baku tersebut dibutuhkan.

Memang pada akhirnya tidak mungkin bagi perusahaan yang menerapkan Just In Time ini menihilkan penyimpanan bahan baku dan material pendukungnya sama sekali. Tentu ada beberapa item bahan baku dan bahan pendukung yang harus dibeli dan disimpan oleh perusahaan karena ketentuan volume minimal yang ditetapkan oleh perusahaan pemasok. 

Di samping itu juga ada faktor lead Time yang harus diperhitungkan oleh perusahaan.

 Namun secara keseluruhan, jumlah bahan baku dan material pendukung di perusahaan yang menerapkan Just In Time ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkannya.

Dan kembali ke faktor utamanya adalah menemukan pemasok yang bisa secara kontiniu memasok bahan baku bagi kelancaran produksi setiap kali bahan baku tersebut dibutuhkan.

Beberapa rekan yang saya ajak diskusi mengenai Just In Time ini berkomentar bahwa di salah satu perusahaan tempat saya bekerja yang menerapkan metode ini dirasakan memang "mau tidak mau" wajib dijalankan karena masa kadaluwarsa produknya yang pendek. Sementara produk konsumen lain yang masa kadaluwarsa panjang (bulanan hingga tahunan) dirasakan belum tepat menjalankan metode ini.

Jangan lupa bahwa Metode Just In Time ini bukan lahir dari perusahaan yang memproduksi produk dengan masa kadaluwarsa singkat. Just In Time ini justru lahir dari perusahaan otomotif : Toyota. 

Jadi seharusnya kalau perusahaan otomotif bisa menjalankannya, perusahaan produk makanan dengan masa kadaluwarsa singkat jusa bisa, maka just In Time ini cocok dijalankan perusahaan apa saja tanpa memandang masa kadaluwarsa. Bahkan sudah banyak bukti bahwa dengan menerapkan Just In Time ini, mengalami keuntungan dalam peningkatan efisiensi kerja, efisiensi biaya hingga peningkatan produktifitas kerja.

Sekali lagi, tantangan utama menurut saya adalah di Team Sales. Mampukah Team Sales bekerja dengan mengandalkan analisa data sepenuhnya? Tantangan selanjutnya adalah mau kah manajemen bekerja dengan strategi Pull Sales, bukan lagi Push Sales?

Salam,

Freddy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun