Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengukur Loyalitas Bekerja

28 Agustus 2019   22:34 Diperbarui: 1 September 2019   12:18 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi karyawan yg bersemangat (sumber : stocksnap/Pixabay)

Respect is earned. Honesty is appreciated. Trust is gained. Loyalty is returned.

Dalam suatu sesi pertemuan dengan teman-teman, seorang teman lama yang memiliki usaha, menghampiri saya sambil mengeluh karena susahnya mencari kandidat yang tepat dan bagus untuk perusahaannya. "Gua udah interview 40-an orang selama 3 hari kemarin, hampir semuanya model kutu loncat, hanya bertahan 1-2 tahun di perusahaan lama".

Saya penasaran dan balik bertanya : " Memang model karyawan apa yang kamu cari, yang menurut kamu tepat dan bagus?". "Yang harus bisa bekerja lama dan ikut membesarkan perusahaan gua" jawabnya. Hmm..

Saya pikir-pikir lebih lanjut, memang idealnya bagi perusahaan mencari karyawan itu yang tahan banting bisa diajak kerja keras, pintar, inovatif, tidak pernah mengeluh, bisa bekerja bersama dalam jangka waktu yang lama (kalau perlu sampai pensiun) dan yang paling utama itu, dengan semua hal yang telah disebutkan, sang karyawan bersedia dibayar secukupnya (murah).

Tapi adakah karyawan yang "se-sempurna" itu?

Kebanyakan dari pemilik perusahaan maupun eksekutif setuju kalau loyalitas itu diukur dari seberapa "tahan banting" karyawan bekerja di satu perusahaan. Dan selain tahan banting juga sebaiknya mempasrahkan diri. Namun teori loyalitas seperti ini merupakan teori lama, sudah jauh ketinggalan jaman dan tidak layak lagi diterapkan di jaman modern seperti ini.

Teori lama tentang Loyalitas mengenai kesetiaan tanpa batas dan kepasrahan ini merupakan warisan dari Sistem Feodal yang lahir di Abad ke-17. Pada jaman itu, tuan tanah dan kaum bangsawan mengembangkan sistem sosial dan politik yang mengagungkan jabatan dan pangkat, bukan pada prestasi kerja atau kontribusinya pada masyarakat. 

Kalangan kelas bawah/pekerja dituntut harus menuruti semua keinginan (perintah) dari bangsawan / tuan tanah secara mutlak tanpa boleh mengajukan protes. Kaum bangsawan atau tuan tanah memegang kekuasaan yang mutlak.

Sistem hubungan antara pekerja dengan tuan tanah / bangsawan ini yang kemudian cenderung dibawa oleh kebanyakan dari kita hingga sekarang. Sehingga setiap dari kita yang memiliki usaha, dan membayar upah karyawan, secara langsung dan tidak langsung menuntut loyalitas dari karyawan 100%. "Anda saya gaji, oleh sebab itu anda harus ikut kondisi yg saya berikan dan menuruti saya 100%" kira-kira mungkin begini pemikiran kebanyakan dari kita. 

Tapi benarkah tuntutan seperti itu kepada karyawan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun