Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengubah Kebiasaan Setelah Usia 25, Mungkinkah?

15 Juni 2025   09:44 Diperbarui: 15 Juni 2025   09:44 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi olahraga(shutterstock)

Kita sering dengar ungkapan, "Kalau sudah umur segini, ya begini aja," seolah perubahan diri hanya milik mereka yang masih muda. Tapi, bagaimana jika anggapan itu salah besar? Bagaimana jika justru di usia dewasa-lah kita punya peluang terbaik untuk membentuk ulang siapa diri kita sebenarnya? Di antara tekanan hidup, ekspektasi sosial, dan rutinitas yang terus bergulir, pertanyaan penting muncul: apakah mungkin mengubah kebiasaan setelah usia 25 tahun?

Memahami Pola yang Terbentuk, Bukan Tertanam

Kebiasaan bukanlah hasil dari takdir, melainkan pola yang terbangun melalui pengulangan dan penguatan selama bertahun-tahun. Otak manusia menyukai efisiensi. Saat kita melakukan sesuatu berulang-ulang, otak akan menciptakan jalur otomatis agar kegiatan itu terasa lebih cepat dan ringan untuk dilakukan di kemudian hari. Maka tidak heran, ketika kamu terbiasa begadang sejak kuliah, tubuhmu akan sulit menerima pola tidur sehat saat sudah bekerja.

Tapi inilah titik terpenting yang sering dilupakan: neuroplastisitas, atau kemampuan otak untuk membentuk ulang jaringan sarafnya, tidak berhenti saat usia 25 tahun. Meski laju perubahan menurun dibandingkan masa anak-anak, otak tetap punya fleksibilitas untuk belajar dan beradaptasi.

Penelitian dari University College London pada 2023 bahkan menemukan bahwa struktur otak orang dewasa masih mampu menciptakan sinapsis baru jika terpapar pengalaman yang konsisten, terutama yang melibatkan emosi positif dan refleksi mendalam. Artinya, kamu masih bisa menciptakan kebiasaan baru yang bertahan lama, asalkan kamu tahu cara membentuknya.

Antara Kesadaran dan Ketidaknyamanan

Masuk usia 25 ke atas biasanya berarti kehidupan mulai terasa nyata. Tanggung jawab bertambah, pilihan hidup makin kompleks, dan idealisme mulai diuji oleh realita. Dalam situasi ini, banyak orang merasa sudah "terbentuk" dan terlalu sibuk untuk berubah. Padahal justru fase inilah momen paling tepat untuk merenung dan bertanya: kebiasaan yang aku jalani sekarang, apakah membawaku ke arah hidup yang aku inginkan?

Menariknya, fase dewasa awal adalah masa ketika seseorang mulai memiliki kontrol atas kehidupannya secara lebih utuh. Saat masih remaja, banyak keputusan diambil oleh lingkungan---orang tua, sekolah, atau teman. Tapi setelah usia 25, kamu punya wewenang penuh untuk menentukan arah hidup. Jadi kalau selama ini kamu merasa sering menunda, mudah stres, atau terlalu impulsif dalam mengambil keputusan, itu bukan hal yang harus diterima begitu saja. Itu adalah alarm bahwa ada pola yang perlu diperbarui.

Banyak orang terjebak dalam logika "kenyamanan semu". Mereka tahu ada yang salah, tapi perubahan terasa melelahkan. Padahal, rasa tidak nyaman justru merupakan sinyal bahwa kamu sedang tumbuh. Rasa takut berubah bukan pertanda gagal, melainkan tanda bahwa kamu berada di titik transisi.

Sains, Psikologi, dan Kehidupan Sehari-hari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun