Wawancara kerja sering dianggap sebagai tahapan menegangkan bagi pencari kerja, tapi sedikit yang tahu bahwa sebenarnya proses ini juga sama krusialnya bagi perusahaan. Di balik meja, para pewawancara bukan cuma mencari seseorang yang "bisa kerja", tapi lebih dari itu mereka sedang mencari partner kerja, rekan tim, bahkan mungkin calon pemimpin masa depan. Lalu, kenapa sih harus ada dua jenis interview: HRD dan user? Apakah keduanya memang sama-sama penting, atau hanya buang waktu?
Membedah Tujuan Tersembunyi di Balik Interview HRD
Banyak yang mengira wawancara dengan HRD hanya sekadar formalitas. Padahal, wawancara ini menyentuh fondasi paling dalam dari hubungan kerja: manusia itu sendiri. HRD bukan hanya bertugas untuk menilai CV atau menanyakan gaji yang diharapkan. Mereka bertugas membaca karakter kamu, memahami motivasi di balik lamaran, dan memperkirakan bagaimana kamu akan beradaptasi di lingkungan kerja yang baru.
HRD biasanya punya kemampuan membaca "bahasa tubuh" dan memahami pola perilaku yang tidak selalu terlihat di atas kertas. Misalnya, bagaimana kamu menjawab pertanyaan sulit tanpa defensif, bagaimana kamu menyikapi kegagalan, atau seberapa jujur kamu ketika membicarakan alasan keluar dari pekerjaan sebelumnya. Hal-hal kecil seperti itu, bagi HRD, bisa menjadi indikator kuat tentang seberapa besar kamu bisa bertahan dan berkembang di perusahaan.
HRD juga jadi garda pertama yang menjaga budaya organisasi. Mereka akan memastikan bahwa kamu bukan hanya mampu bekerja, tapi juga cocok dengan nilai-nilai inti yang dianut perusahaan. Di era kerja modern yang serba dinamis, kecocokan budaya ini bukan basa-basi. Banyak kasus turnover tinggi terjadi karena karyawan merasa "tidak cocok" secara budaya, bukan karena tidak bisa kerja.
Peran User Ujian Nyata Kemampuan dan Kolaborasi
Kalau HRD melihat manusia di balik karyawan, maka user yang biasanya adalah atasan langsung atau bagian dari tim akan fokus pada kemampuan nyata kamu di lapangan. Wawancara dengan user bukan cuma soal tes teknis, tapi juga tentang bagaimana kamu akan bekerja bersama mereka. User ingin tahu apakah kamu bisa menyelesaikan masalah nyata, seberapa cepat kamu bisa belajar, dan bagaimana kamu menyampaikan ide.
User akan menguji kecerdasan praktis, bukan cuma teori. Kadang pertanyaan-pertanyaan dari user terdengar sederhana, tapi tujuannya dalam. Misalnya, ketika mereka bertanya, "Apa yang kamu lakukan kalau proyek gagal total seminggu sebelum deadline?" Ini bukan cuma soal solusi, tapi tentang pola pikir kamu saat krisis, ketahanan mental, dan kreativitas.
Menariknya, banyak keputusan rekrutmen akhir justru ditentukan oleh user. HRD bisa saja menyukai kamu, tapi kalau user merasa kamu tidak akan mampu berkontribusi atau malah mengganggu dinamika tim, maka keputusan bisa berubah. Di sinilah pentingnya kolaborasi antara HRD dan user: mereka melihat dari dua sisi yang berbeda tapi sama pentingnya.