Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ingin Berkurban Tahun Depan? Begini Cara Bijak Mewujudkannya

7 Juni 2025   20:31 Diperbarui: 7 Juni 2025   20:31 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hewan kurban Idul Adha.(canva.com)

Bayangkan momen ketika takbir menggema di seluruh penjuru kota, aroma daging kurban mulai menguar dari halaman masjid, dan kamu berdiri di sanabukan hanya sebagai saksi, tetapi sebagai pelaku ibadah kurban. Bukan lagi sekadar menonton, melainkan ikut berpartisipasi dalam ibadah mulia yang mendekatkan diri kepada Allah sekaligus berbagi dengan sesama. Sayangnya, bagi banyak orang, harapan ini sering kali tinggal wacana. Bukan karena kurangnya keinginan, tetapi karena tidak adanya perencanaan yang matang.

Ibadah kurban sering dianggap sebagai sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang "berduit", padahal kenyataannya, dengan pola pikir yang tepat dan langkah konkret yang konsisten, siapa pun bisa ikut serta. 

Kurban Itu Bukan Soal Mampu, Tapi Soal Mau

Salah satu hambatan terbesar yang menghalangi seseorang untuk berkurban bukanlah masalah keuangan, melainkan cara pandang yang keliru. Banyak orang menganggap kurban hanya bisa dilakukan jika sudah "lebih" atau "berkelimpahan". Padahal, dalam Islam, syarat mampu itu relatif. Tidak harus kaya raya, yang penting cukup dan ada niat.

Kurban tidak pernah dimaksudkan untuk memberatkan. Ia justru bentuk rasa syukur atas rezeki yang dititipkan. Sayangnya, ketika kurban ditempatkan sebagai kewajiban "eksklusif", hanya untuk kalangan tertentu, kita kehilangan esensi spiritualnya. Padahal, jika diselami lebih dalam, kurban adalah bentuk latihan keikhlasan dan kesederhanaan. Dalam banyak riwayat, para sahabat Nabi berusaha keras agar bisa berkurban, bahkan dengan menjual sebagian harta atau patungan bersama keluarga. Ini menunjukkan bahwa kemampuan itu bisa dicapai dengan tekad dan kreativitas, bukan sekadar kondisi finansial.

Mengubah cara pandang ini penting. Begitu kamu tidak lagi memandang kurban sebagai sesuatu yang jauh, kamu mulai membuka ruang untuk mewujudkannya. Kamu akan mulai mencari cara, bukan alasan. Dan di titik inilah semua langkah bijak bisa dimulai.

Menjadikan Kurban Sebagai Prioritas Finansial yang Realistis

Kita hidup di era digital dengan segala godaan konsumerisme yang luar biasa. Diskon flash sale, layanan streaming, kopi kekinian, dan langganan aplikasi bisa menggerus penghasilan tanpa kita sadari. Padahal, jika pengeluaran-pengeluaran kecil ini dikumpulkan dan dikelola dengan cerdas, nilainya bisa sangat signifikan.

Sebagai gambaran, harga satu ekor kambing kurban saat ini berkisar antara 2 juta hingga 3,5 juta rupiah. Jika kamu mulai menabung sekitar Rp250.000 per bulan, maka dalam satu tahun kamu sudah memiliki cukup dana untuk berkurban. Angka itu setara dengan dua kali nongkrong di kafe mewah atau tiga kali pesan makanan online. Artinya, bukan soal bisa atau tidak, tapi soal kemauan untuk menyisihkan.

Sayangnya, kebanyakan orang hanya menabung sisa uang, bukan menyisihkan di awal. Padahal prinsip menyisihkan jauh lebih efektif karena dilakukan sebelum uang habis untuk hal lain. Cara terbaik adalah membuat "rekening khusus kurban" atau bahkan menggunakan celengan fisik untuk memberikan rasa komitmen. Beberapa platform digital bahkan sudah menyediakan fitur tabungan kurban dengan sistem autodebet per bulan. Kamu hanya perlu klik, sisanya berjalan otomatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun