Kita sering menyebut diri bangsa yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan. Tapi coba sesekali perhatikan lansia yang duduk di sudut trotoar menjajakan tisu, atau yang tertatih-tatih mendorong gerobak penuh barang bekas. Pertanyaannya bukan hanya kenapa mereka bekerja di usia senja, tapi mengapa mereka harus terus bertahan diusia renta mereka dalam ketidakpastian, tanpa jaminan sosial atau rasa aman yang seharusnya sudah mereka nikmati setelah puluhan tahun hidup dan bekerja.
Fenomena ini bukan sekadar cerita sedih, tapi potret nyata dari sistem yang gagal memahami esensi kesejahteraan lansia. Dan jika kamu pikir ini hanya terjadi pada segelintir orang, kamu mungkin perlu melihat data dan kenyataan di balik dinding-dinding rumah kecil, rusun sederhana, atau gang sempit tempat para lansia miskin bertahan hidup dalam senyap.
Realitas Pahit  Lansia Miskin dan Sistem yang Terabaikan
Menurut data Badan Pusat Statistik, lebih dari 10% penduduk Indonesia adalah lansia. Dari jumlah itu, jutaan di antaranya hidup dalam garis kemiskinan atau nyaris menyentuhnya. Artinya, mereka tak punya tabungan cukup, tak punya rumah layak, bahkan terkadang tak punya akses ke layanan kesehatan dasar.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah banyak dari mereka tidak pernah tercatat sebagai penerima program pensiun. Alasannya sederhana tapi mengerikan karena seumur hidup mereka bekerja di sektor informal: tukang ojek, pedagang kecil, buruh lepas, atau ibu rumah tangga yang tak punya penghasilan tetap.
Sistem jaminan sosial di negeri ini memang masih bersifat eksklusif. Program pensiun yang dikelola pemerintah, misalnya, lebih banyak menyasar pegawai negeri atau karyawan formal yang terdaftar. Sementara jutaan pekerja informal yang jumlahnya mendominasi pasar kerja Indonesia, seperti tenggelam dalam kebijakan yang tak pernah menyentuh akar persoalan.
Ironisnya, lansia yang paling membutuhkan perlindungan sosial justru sering menjadi yang paling sulit mengaksesnya. Proses birokrasi yang rumit, kurangnya sosialisasi, hingga minimnya kepercayaan pada institusi, jadi penghalang yang seolah terus dibiarkan.
Pensiun yang Hanya Mimpi Ketimpangan yang Nyata dan Terstruktur
Dalam banyak budaya maju, pensiun adalah fase hidup yang menandakan masa tenang setelah berkontribusi bagi masyarakat. Tapi di sini, pensiun sering kali hanya impian yang jauh dari realitas, kecuali untuk segelintir dari mereka yang bekerja di institusi formal. Sementara itu, mayoritas pekerja di sektor informal tidak punya kerangka finansial untuk hari tua.