Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Kita Tidak Bisa Kritik Pemerintah?

15 Mei 2025   07:53 Diperbarui: 15 Mei 2025   06:59 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kritik di Sosial Media (Pexels)

Di tengah gegap gempita demokrasi yang katanya membuka ruang seluas-luasnya bagi kebebasan berpendapat, ada pertanyaan yang makin sering terdengar di ruang publik: apa kita tidak bisa kritik pemerintah? Ini bukan pertanyaan kosong. Ini adalah jeritan diam dari masyarakat yang mulai merasa tak aman saat menyuarakan keresahan. Ketika mengkritik menjadi sesuatu yang berisiko, kita perlu berhenti sejenak dan bertanya: apakah demokrasi kita benar-benar masih hidup?

Negara Demokrasi, Tapi Takut Dikritik?

Indonesia menyebut dirinya sebagai negara demokrasi. Tapi anehnya, kritik terhadap pemerintah sering kali dibalas dengan tudingan negatif: pembenci negara, penghasut, bahkan ancaman hukum. Padahal, esensi dari demokrasi justru ada pada keberanian menerima kritik.

Kritik bukan bentuk kebencian, melainkan panggilan moral untuk memperbaiki keadaan. Tapi hari ini, kritik yang sehat bisa dengan mudah diseret ke ranah kriminalitas. Beberapa kasus menunjukkan bagaimana warga biasa yang menyoroti kinerja pemerintah di media sosial justru berujung pada laporan polisi.

Ini tentu jadi ironi. Pemerintah sebagai pelayan publik seharusnya terbuka terhadap koreksi. Apalagi jika kita mengingat bahwa dalam prinsip demokrasi, masyarakat adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya roda pemerintahan.

Kritik adalah Nafas Demokrasi, Bukan Ancaman

Kalau kita menyimak sejarah, banyak kemajuan besar dalam tata kelola negara justru lahir dari kritik. Reformasi 1998 adalah contoh paling nyata. Gerakan mahasiswa waktu itu tidak membawa senjata, melainkan suara. Kritik terhadap kinerja pemerintah kala itu menyulut kesadaran kolektif dan membuahkan perubahan besar.

Sayangnya, di era digital saat ini, kritik seolah-olah menjadi barang haram. Ada ketakutan masif di tengah masyarakat untuk bersuara. Ini bukan tanpa alasan. Beberapa pasal dalam undang-undang, seperti UU ITE, sering kali ditafsirkan secara elastis dan digunakan untuk membungkam kritik. Akibatnya, publik jadi enggan menyuarakan pendapat karena takut dikriminalisasi.

Padahal, tanpa kritik, bagaimana mungkin kita bisa menilai apakah kinerja pemerintah sudah optimal atau belum? Kritik adalah instrumen evaluasi sosial yang sangat penting. Lewat kritik, pemerintah bisa tahu di mana letak kekurangannya. Jadi, alih-alih dilihat sebagai ancaman, kritik seharusnya disambut sebagai masukan berharga.

Masyarakat Adalah Pengawas  Bukan Musuh Negara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun