Kamu mungkin sudah terlalu sering mendengar cerita soal orang yang di-PHK massal, lantas "berjuang" mencari pekerjaan baru. Tapi bagaimana kalau realitanya tidak seheroik itu? Bagaimana kalau menganggur bukan hanya tentang kehilangan pekerjaan, tapi tentang kehilangan makna hidup, identitas, bahkan harga diri?
Hari ini, saat ekonomi dunia goyah, dan kesempatan kerja makin sempit, banyak orang mungkin termasuk kamu terjebak di ruang hampa yang sunyi: tidak punya pekerjaan, tidak tahu harus ke mana. Dan lebih buruk lagi, tidak ada yang benar-benar membicarakan apa yang kamu alami. Maka, tulisan ini bukan sekadar opini. Ini adalah undangan untuk melihat ulang, secara jujur dan tajam, bagaimana cara kita bertahan di tengah kenyataan baru yang tidak pernah kita persiapkan.
Realitas Baru Ketika Pekerjaan Bukan Lagi Jaminan
Dulu, pekerjaan adalah poros hidup dan tanda orang berhasil ketika memiliki pekerjaan yang baik. Orang tua kita pasti sering berkata "Kamu sekolah supaya bisa kerja". "Kamu kerja supaya bisa hidup layak". Tapi saat ini, meskipun sudah kuliah tinggi, punya pengalaman kerja bertahun-tahun, bahkan sudah loyal pada satu perusahaan, kamu tetap bisa di-PHK dalam sekejap.
Fenomena PHK massal yang melanda industri besar  mulai dari teknologi, ritel, hingga transportasi  bukan lagi cerita jauh. Ini terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan kota satelit yang dulunya jadi pusat pabrik dan industri. Alasannya klasik: efisiensi, pandemi, otomatisasi, digitalisasi. Tapi siapa yang benar-benar peduli dengan apa yang kamu rasakan setelah itu?
Banyak dari kamu tidak hanya kehilangan penghasilan. Kamu kehilangan ritme, arah, bahkan kadang relasi sosial. Karena selama ini, identitasmu lekat dengan apa pekerjaanmu. Ketika kamu tidak lagi bisa menjawab "kerja di mana?" dalam percakapan, kamu merasa gagal. Dan itu bukan hal sepele.
Data dari BPS 2024 menyebutkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,45 persen. Tapi angka itu tak pernah cukup untuk menggambarkan apa yang benar-benar terjadi di baliknya: jutaan orang yang bangun pagi tapi tidak tahu harus ke mana.
Menganggur Bukan Sekadar Tidak Bekerja
Ada paradoks yang tidak banyak dibicarakan: kamu mungkin menganggur, tapi tidak pernah benar-benar "menganggur". Setiap hari kamu melamar kerja, mengirim CV, ikut webinar, nonton tutorial, bahkan coba usaha kecil-kecilan. Tapi tetap, belum ada hasil. Karena sulit mendapat pekerjaan sekarang bukan karena kamu tidak berusaha, tapi karena sistemnya sudah berubah.
Pasar kerja tidak lagi seperti dulu. Banyak perusahaan mengubah cara rekrutmen, lebih mengandalkan teknologi, dan memfilter berdasarkan algoritma. Bahkan untuk posisi entry-level, kamu mungkin harus bersaing dengan ribuan pelamar lain yang punya profil mirip  atau bahkan lebih unggul hanya karena mereka tahu cara "menang" di sistem ATS (Applicant Tracking System).Â