Di tengah riuhnya perbincangan tentang peran perempuan dalam keluarga, ada satu topik yang sering luput diperhatikan yaitu peran pria dalam pengendalian kelahiran. Kata "vasektomi" mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang, ada yang pernah dengar namun merasa enggan untuk mencoba juga yang bahkan ada mengintimidasi karna masih punya pemahaman yang keliru tentang kontrasepsi ini. Padahal, jika kamu menyempatkan diri untuk benar-benar memahami kontrasepsi vasektomi, kamu mungkin akan bertanya-tanya kenapa justru metode ini yang jarang dibicarakan padahal punya manfaat yang banyak terlebih mencegah kehamilan yang tidak diinginkan? Tulisan ini ada untuk menggali sisi lain vasektomiukan sekadar prosedur medis, tapi sebuah cerminan kematangan, kesadaran, dan keadilan dalam hubungan.
Vasektomi Bukan Mengorbankan Kejantanan
Mitos paling melekat yang membuat banyak pria menolak vasektomi adalah ketakutan kehilangan "kejantanan". Entah dari mana asalnya, anggapan ini terus tumbuh, seolah prosedur ini akan mengubah seorang pria menjadi "kurang laki-laki". Padahal, secara medis, tidak ada hubungan langsung antara vasektomi dan penurunan fungsi seksual. Prosedur ini hanya menghentikan jalur sperma, bukan hormon. Testosteron tetap diproduksi, ereksi tetap terjadi, gairah pun tidak berubah.
Bahkan, menurut American Urological Association, pria yang telah menjalani vasektomi sering kali justru merasa lebih percaya diri secara seksual karena tak lagi dibayangi kekhawatiran akan kehamilan yang tidak diinginkan. Ini menunjukkan bahwa vasektomi bukan soal kehilangan, tapi soal memilih kontrol atas tubuh dan kehidupan seksual dengan lebih bijak.
Banyak yang belum tahu bahwa prosedur ini tidak memengaruhi volume air mani. Sekitar 95% komposisi air mani berasal dari cairan yang diproduksi oleh kelenjar prostat dan vesikula seminalis dan itu tidak terganggu sama sekali oleh vasektomi. Yang berubah hanyalah kandungan sperma di dalamnya, yang nyaris tidak terlihat secara fisik. Jadi, kekhawatiran soal "performa" itu tidak beralasan sama sekali.
Ketika Kontrasepsi Menjadi Beban Perempuan Sudah Saatnya Pria Turun Tangan
Kontrasepsi selama ini cenderung menjadi beban sepihak bagi perempuan. Pil KB, IUD, suntik hormon, hingga implan semuanya membawa efek samping yang tidak ringan. Dari perubahan mood hingga peningkatan risiko pembekuan darah. Namun, karena laki-laki sering kali abai atau bahkan tidak mau tahu, maka perempuanlah yang terus-menerus harus menanggung risiko.
Vasektomi seharusnya dilihat sebagai bentuk solidaritas. Ini bukan hanya tentang menunda atau mencegah kehamilan, tapi tentang membagi tanggung jawab. Dalam hubungan yang sehat dan setara, peran reproduksi seharusnya tidak dibebankan ke satu pihak saja. Dan, jika kamu sebagai pria sudah yakin tidak ingin menambah anak, kenapa tidak mempertimbangkan langkah yang jauh lebih ringan dan aman ini?
Satu hal yang juga penting vasektomi jauh lebih murah dibanding kontrasepsi jangka panjang pada perempuan. Bahkan di banyak negara, prosedur ini ditanggung asuransi atau dilakukan gratis oleh pemerintah. Di Indonesia sendiri, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) aktif menyosialisasikan vasektomi sebagai bentuk partisipasi pria dalam program keluarga berencana.
Vasektomi sebagai Keputusan Sosial dan Psikologis