Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenapa Masih Ada yang Tertipu Investasi Ilegal?

27 April 2025   12:49 Diperbarui: 27 April 2025   17:34 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi investasi lewat aplikasi. (Sumber: Pexels/ Anna Nekrashevich via kompas.com)

Pernah nggak kamu merasa tergoda untuk klik iklan investasi yang katanya bisa bikin uangmu berkembang cepat, cuma dari modal kecil? Kalau iya, kamu nggak sendirian. Tiap hari, ratusan ribu orang di Indonesia juga melihat janji-janji manis itu, dan sayangnya, sebagian besar dari mereka berakhir jadi korban. 

Kenapa semua ini terus berulang? Kenapa, di era informasi segampang ini, orang masih bisa jatuh ke perangkap fintech ilegal? Jawabannya ternyata jauh lebih dalam dari sekadar "kurang literasi".

Mengapa Ilusi Kekayaan Lebih Kuat dari Fakta?

Saat bicara tentang investasi bodong atau penipuan online, banyak yang mengira masalah utamanya adalah ketidaktahuan. Padahal, masalah sejatinya ada pada ilusi kekayaan yang dengan sangat licin dikemas oleh para pelaku kejahatan digitaluntuk menipu para korbannya.

Dalam dunia psikologi, ada yang disebut wishful thinking  keinginan untuk percaya pada sesuatu hanya karena kita ingin itu terjadi. Misalnya, ketika seseorang yang penghasilannya pas-pasan melihat peluang investasi yang katanya bisa menghasilkan 20% dalam seminggu, keinginan untuk mempercayai lebih kuat dari logika sehat.

Para pelaku fintech ilegal menggunakan celah ini dengan sangat sangat baik . Mereka tahu bahwa orang yang tertekan secara ekonomi cenderung lebih mudah dibujuk, lebih siap untuk 'berjudi' dengan harapan bisa keluar dari kesulitan hidup. 

Ini kenapa skema mereka selalu mengarah ke kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sampai menengah, yang seringkali menganggap modal kecil adalah satu-satunya pintu masuk menuju perubahan nasib.

Fakta menarik: studi yang dilakukan oleh World Bank di 2022 menunjukkan bahwa 78% korban penipuan online di sektor finansial berasal dari kelompok yang sebelumnya sudah berada dalam kondisi keuangan yang rapuh. 

Ini membuktikan bahwa masalah ini, bukan ketidaktahuan semata, tapi keinginan dan ambisi untuk merubah keadaan dengan cara instan.

Mesin Emosi di Balik Iklan Investasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun