Banyak orang mungkin mengira bahwa pemilihan Paus hanyalah soal doa dan keheningan. Tapi kalau kamu menyelami sejarahnya lebih dalam, kamu akan sadar bahwa konklaf, proses yang katanya sakral itu, pernah menjadi panggung paling dramatis dari pertarungan kepentingan dan pengaruh politik yang intens. Bahkan kadang terasa seperti skenario drama istana daripada proses spiritual. Namun, di tengah semua itu, tetap ada suara hati umat yang berharap jangan sampai sejarah kelam ini kembali diulang.
Konklaf Ruang Tertutup dengan Sejuta Kepentingan
Bayangkan ini  para kardinal berkumpul dalam sebuah ruangan tertutup, dikelilingi tembok tinggi, tanpa akses ke dunia luar. Mereka berdoa, berdiskusi, lalu memberikan suara untuk memilih pemimpin spiritual umat Katolik. Tapi di balik suasana hening itu, sejarah mencatat banyak kisah yang tidak begitu bersih.
Dalam konklaf-konklaf awal, bahkan sebelum sistem modern dibentuk, pemilihan Paus bisa berlarut hingga bertahun-tahun. Konklaf tahun 1268, misalnya, berlangsung selama hampir tiga tahun. Bukan karena para kardinal bingung secara spiritual, tapi karena mereka terpecah oleh tekanan dari kerajaan Eropa. Ketika Raja Prancis dan Kaisar Romawi sama-sama ingin "menanam saham", konklaf berubah dari kontemplasi menjadi pertempuran diplomatik.
Paus Klemens V (1305) terpilih karena tekanan kuat dari Prancis, dan setelahnya memindahkan pusat kepausan ke Avignon, Prancis. Peristiwa ini menandai dimulainya periode yang dikenal sebagai "Pembuangan Avignon" sebuah bab dalam sejarah Gereja yang penuh dengan kontroversi dan politisasi.
Yang lebih mengejutkan, pengaruh semacam itu tidak selalu datang dari luar. Banyak Paus masa lalu berasal dari keluarga bangsawan Italia yang memanfaatkan posisi spiritual untuk memperkuat dinasti mereka. Gereja saat itu bukan hanya pusat rohani, tetapi juga pusat kekuasaan dan ekonomi.
Saat Politik Menghancurkan Spiritualitas
Mungkin kamu bertanya-tanya, apa akibat dari semua ini? Apakah hanya sekadar perubahan lokasi atau munculnya Paus yang sedikit "beraroma politik"? Jawabannya jauh lebih rumit dan menyakitkan.
Salah satu titik terendah dalam sejarah konklaf terjadi pada abad ke-14 dengan meledaknya Skisma Barat. Bayangkan, tiga orang mengklaim diri sebagai Paus secara bersamaan. Masing-masing didukung oleh kekuatan politik berbeda: satu di Roma, satu di Avignon, dan satu di Pisa. Hasilnya? Umat bingung, terpecah, dan mulai kehilangan kepercayaan terhadap institusi yang seharusnya menjadi tempat berlindung dari kekacauan dunia.