Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Banyak Investor Hengkang dari Indonesia Saatnya Kita Bercermin!

14 April 2025   08:14 Diperbarui: 14 April 2025   08:14 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bursa Efek Indonesia (BEI) (WIKIMEDIA COMMONS/BURSA EFEK INDONESIA)

Beberapa tahun terakhir, ada pemandangan yang seharusnya bikin kita waspada. Satu per satu investor asing mulai menutup pintunya di Indonesia, memindahkan pabrik, mengalihkan modal, bahkan menahan ekspansi. Padahal, negara ini punya semua yang mereka butuhkan pasar yang besar, tenaga kerja melimpah, dan kekayaan alam yang sulit ditandingi. Tapi kenapa mereka pergi?

Pertanyaan ini sebenarnya sudah lama bergema, hanya saja tidak semua mau jujur menjawabnya. Kita terlalu sibuk membuat kesan bahwa Indonesia "baik-baik saja" di mata dunia, padahal di balik layar, ada luka yang tak pernah sembuh: kebijakan fiskal yang berat sebelah, birokrasi yang tak efisien, dan yang paling memalukan, praktik pungli yang masih mengakar kuat. Investor bukan tidak cinta Indonesia, tapi mereka muak.

Kamu boleh saja bicara soal stabilitas makroekonomi, proyek-proyek infrastruktur megah, atau insentif fiskal yang diumumkan dalam konferensi pers. Tapi yang terjadi di lapangan jauh berbeda. Dalam banyak kasus, kenyataan tidak seindah janji-janji itu. Dan pada titik tertentu, investor memilih diam-diam mundur, karena merasa tidak dihargai dan tidak aman untuk tumbuh di tanah ini.

Mereka Pergi Bukan Karena Tak Cinta, Tapi Karena Tak Tahan

Sebagai negara berkembang yang menggantungkan pertumbuhan ekonomi pada investasi, kehilangan kepercayaan dari investor bukanlah perkara sepele. Ini seperti rumah yang kehilangan tamunya karena terlalu sering menagih tanpa memberi pelayanan yang layak. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), ada penurunan realisasi investasi asing langsung (FDI) dalam beberapa sektor strategis. Bahkan, pada 2023, beberapa perusahaan global dari Jepang, Korea Selatan, hingga Eropa memutuskan hengkang dari sektor manufaktur dan otomotif Indonesia.

Beberapa dari mereka secara terbuka menyebutkan alasan hengkang: biaya operasional yang terus naik, hambatan logistik, hingga ketidakpastian perpajakan. Tapi ada juga yang memilih bungkam, karena mereka tahu, bicara terus terang kadang bisa berujung represi. Namun, dalam laporan-laporan analisis dan diskusi tertutup, nama-nama seperti "pungli," "ketidakkonsistenan kebijakan," dan "intervensi birokrasi" sering kali menjadi topik utama.

Ironisnya, beberapa dari perusahaan itu justru memindahkan operasional ke negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan bahkan Kamboja. Bukan karena negara-negara itu lebih kaya atau lebih kuat, tapi karena mereka menawarkan satu hal yang Indonesia gagal berikan: kepastian.

Kebijakan Fiskal Kita Tak Ramah Tumbuh

Pemerintah sering kali mengandalkan kebijakan fiskal untuk menggerakkan perekonomian. Dalam teori, itu sah-sah saja. Tapi dalam praktik, fiskal kita terlalu sering menjelma jadi alat pemerasan halus terhadap sektor usaha. Pajak korporasi memang pernah diturunkan, tapi implementasinya justru sering menambah tekanan.

Kamu mungkin pernah dengar tentang pengusaha yang pajaknya dibekukan karena masalah administratif kecil, atau perusahaan yang bertahun-tahun menunggu restitusi pajak yang tidak kunjung cair. Ini bukan cerita bohong. Bahkan, dalam laporan World Bank dan IMF, disebutkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia masih dianggap rumit, tidak konsisten, dan kurang transparan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun