Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wawancara Eksklusif Prabowo Sekedar Panggung Politik?

12 April 2025   11:05 Diperbarui: 12 April 2025   10:00 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto(YouTube / Kompas.com)

Bayangkan sebuah ruang redaksi yang sibuk, dipenuhi berita, analisis, dan deadline. Tapi kali ini, bukan reporter lapangan yang tampil mewawancarai Presiden, melainkan para pemimpin redaksi orang-orang yang biasanya ada di balik layar, mengatur arah redaksional media. Itulah yang terjadi baru-baru ini ketika beberapa pemred media besar di Indonesia mendapat kesempatan eksklusif berbicara langsung dengan Presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Momen ini langsung menyita perhatian publik. Bukan hanya karena isi wawancaranya, tapi juga karena siapa yang mewawancarai. Bukan jurnalis investigatif. Bukan wartawan khusus istana. Tapi para kepala media yang biasanya lebih banyak bekerja di balik meja. Publik bertanya-tanya, ada apa di balik ini semua? Apakah ini sinyal baru dari pemerintah yang ingin membuka komunikasi, atau hanya panggung pencitraan yang dikemas dengan elegan?

Narasi yang Dibangun Kekuatan Image atau Transparansi Politik?

Setiap wawancara politik pada dasarnya adalah panggung. Tapi siapa yang mengatur naskah dan siapa yang mengarahkan sorotan kamera itulah yang penting diperhatikan. Dalam wawancara antara pemred dan Prabowo, yang paling menonjol bukan isi dari setiap jawaban, tapi cara narasi itu dibentuk. Prabowo tampil santai, diplomatis, dan bahkan beberapa kali menyisipkan humor gaya yang kontras dengan citra militeristiknya di masa lalu.

Tentu, ini bukan kebetulan. Ini adalah bentuk komunikasi politik yang sangat terstruktur. Komunikasi politik modern tak lagi hanya soal menyampaikan pesan, tapi juga tentang membentuk image. Dan dalam wawancara ini, image yang dibentuk jelas yaitu Prabowo adalah pemimpin yang bisa diajak bicara, terbuka pada media, dan tidak segan menjawab isu-isu hangat, meski kadang jawabannya meluncur diplomatis tanpa solusi nyata.

Narasi seperti ini penting dalam fase awal pemerintahan. Rakyat ingin tahu siapa sebenarnya pemimpin mereka setelah pemilu penuh dinamika. Tapi apakah wawancara ini benar-benar transparan, atau hanya ilusi keterbukaan? Di sinilah publik harus jeli membedakan antara komunikasi dan propaganda.

Posisi Media Netral atau Terseret Arus Kekuasaan?

Salah satu kritik utama yang muncul dari publik adalah kenapa pemred yang mewawancarai? Bukan jurnalis independen atau reporter senior yang biasa turun ke lapangan? Pertanyaan ini muncul bukan tanpa alasan. Dalam dunia jurnalisme, pemred punya fungsi strategis. Mereka bukan sekadar manajer redaksi, tapi penjaga arah kebijakan media. Ketika mereka turun langsung mewawancarai presiden, ada dua kemungkinan yaitu  ini adalah sebagai bentuk penghormatan tertinggi terhadap kepala negara, atau yang lebih kritis tanda bahwa media ingin mulai menyatu dan erat dengan kekuasaan.

Dalam sejarah pers Indonesia, relasi media dan kekuasaan selalu penuh tarik-ulur. Dari era Orde Baru yang mengekang, hingga era Reformasi yang lebih terbuka tapi tetap punya tantangan. Media idealnya menjadi "watchdog", bukan "lapdog". Tapi wawancara ini mengaburkan batas itu. Banyak pertanyaan yang terasa terlalu lunak. Tak ada pertanyaan tajam soal HAM, dugaan pelanggaran masa lalu, atau bahkan strategi dari kebijakan ekonomi. Semua berjalan aman, bahkan terlalu nyaman.

Publik pun bertanya apakah ini bagian dari kompromi diam-diam antara media dan kekuasaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun